Pelaksanaan Pengadaan secara Inklusif agar dapat dirasakan Manfaatnya bagi Banyak Orang

Pengantar

Makan ayam geprek rasanya pedas,
Pasal 11 ayat (1) Perpres 16 tahun 2018 tugas PPK ada limabelas
Sudah minum jus mangga, keringat tetap mengucur deras
Bila diberikan kewenangannya oleh PA/KPA tugasnya bertambah dengan Pasal 11 ayat (2) jadi tujuh belas

Pembahasan

Dalam pelaksanaan tugas PPK yang relatif banyak itu…

Saya tidak langsung kepikiran memenuhi beli habiskan anggaran…. contoh dalam proses Pengadaan Video Wall, pemikirannya adalah menemukan spesifikasi yang tepat agar seluruh ruangan bisa melihat tulisan di Video Wall….

Dulu juga belum ada aplikasi di website produsen untuk menginput ukuran ruangan, beda dengan tahun ini, jadi hitung nya masih manual…

Cara kerja nya pun juga pakai PerLKPP 9/2018, tentunya dengan membawa Perpres 16/2018 dan PerLKPP 9/2018 di tempat kerja maka akan lebih mudah menyerap tekstual untuk diterjemahkan sesuai situasi sehingga kontekstual….

Makanya saya lebih prefer untuk di lapangan tiap pengadaan… bukan karena tidak punya staf pendukung, staf pendukung mengukur, saya duduk merasakan dan membayangkan situasinya setelah barang/jasa nanti dihasilkan…

Tanggung Jawab hasil kerja Tim/Staf Pendukung/Ahli itu tidak ada dalam proses PBJP, tetap tanggungjawab nya ada di PPK, makanya saya hadir di lokasi 😁 untuk pekerjaan tipe tertentu saya biasakan duduk dan mencoba membayangkan bagaimana sebuah pekerjaan dilakukan berdasarkan rujukan resmi yang saya temukan, kadang 30 menit cukup, kadang 2-3hari masih kurang.

Setelah itu kita bisa buat daftar identifikasi risiko, setelah itu bisa di crosschek dengan selera dan toleransi risiko organisasi, lalu disusun rencana risk treatment. Prasyarat untuk melakukan manajemen risiko yang baik salah satunya adalah inklusif, inklusif ini salah satu cara nya adalah “menyatu” dengan pekerjaan…

Inklusif ini tepat dengan filosofis orang Asia yang memang terbiasa menghargai hal dasar, menyatu dengan alam, hidup berdampingan dengan alam, rukun dengan sesama, dst, sebagai prang Indonesia sudah dasarnya kita sangat terbiasa melakukan hal ini.

Makanya saat saya pengadaan tong sampah, yang saya lakukan adalah keliling dan tanya gimana penanganan sampah per-ruangan dan melihat langsung kondisinya. Sambil berkeliling juga tanya dan mendenger kebutuhannya, ada yang bilang meja dan kursi, karena di minta meja dan kursi maka kita stacking kan dan kita sediakan walaupun ujung ujungnya beberapa pihak yang sama mendadak lupa kalau dulu pernah minta meja kursi saat barang sudah diadakan, tapi ya yang penting permintaan periode sebelumnya kita laksanakan, memang tidak segera, siklus penganggaran tidak berlangsung hitungan menit, namun pada dasarnya prinsip inklusif kita laksanakan.

Pengadaan Perabot juga saya pernah keliling dan permisi atau terpaksa nyelonong saja ketiap ruangan karena sebagian WFH, walau diatas kertas sudah jelas barang yang perlu diganti sudah tua semua, saya mencoba melihat satu persatu, dari cara menata ruangan saya melihat kearah fungsionalitas, meja yang diperlukan bukan sekedar luas saja karena variasi ukuran ruangan, diperlukan rak yang terintegrasi secara kompak…. maklum saya termasuk orang yang berpikiran seperti alm. Steve Jobs bahwa orang-orang tidak mengetahui kebutuhan sampai mereka menggunakannya…. 😂 namun tentunya tidak semua kebutuhan bisa diakomodir jadinya ada sedikit trade off…

Jujur saja, “tugas” pengadaan ini lebih banyak menyita waktu daripada tugas jabatan yang merupakan “tugas fungsi dan kewenangan”, walaupun “tugas” dan “tugas dan kewenangan” saat ini disamaratakan walau makna nya secara mendalam berbeda…. kerjakan saja dengan Hati.

seperti salah satu leader industri di Jepang yang pernah mengucapkan…

Di kartu nama saya saya adalah “Pimpinan tertinggi perusahaan”
Di pekerjaan sehari-hari saya adalah “pelaksana teknis lapangan”
Namun di “Hati” saya, saya adalah penggemar “hasil pekerjaan”

Selalu bayangkan dan gemari “hasil pekerjaan” untuk menyenangkan “hati” kita dan orang lain, sebagai manusia yang analog, bukan masalah pekerjaan sekedar selesai atau tidak, barang/jasa sekedar ada atau tidak, karena itu akan sangat analog dan tidak bermanfaat bagi orang lain, titik krusialnya adalah bagaimana sebuah pekerjaan selesai dan membuat orang lain merasa memperoleh manfaat…. untuk hal ini prinsip inklusif menjadi penting, menyatu dengan lingkungan menjadi krusial, bayangkan pikiran orang lain, bayangkan impresi orang lain terhadap kehadiran sebuah barang/jasa, dst….

Kesimpulan

Kalau Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dilaksanakan dengan cara ini, bukan cuma sekedar duduk di meja kerja saja tanpa Merencanakan, Melihat, Merasakan secara sinergis, maka Barang/Jasa yang sekedar ada saja tanpa ada feel personal ini akan hanya asal jadi tanpa ada feel manusiawi….

Ketika Barang/Jasa tidak ada Feel Manusiawi nya, maka keberadaannya bisa dianggap tidak penting, kalau tidak penting maka kalau tidak disukai ya dijadikan pergunjingan, kalau dipergunjingkan, tidak ada masalah pun jadi dicari-cari masalah….

Mari optimalisasi pengadaan untuk kesejahteraan bangsa, sejahtera ini diperoleh dari manfaat, bukan sekedar ada semata, penuhi manfaat secara inklusif dengan niatan baik.

Tetap Semangat, tetap Sehat, dan Salam Pengadaan!

 

 

Artikel yang mungkin membuat anda tertarik berkaitan dengan Pelaksanaan Pengadaan :

 

Pelaksanaan
Sebelumnya Pemilihan Jenis Kontrak, berdasarkan apa?
Selanjutnya Survey secara Online untuk Paket Pengadaan Barang menggunakan e-commerce

Cek Juga

img 6830

Mengubah Bobot Pengakuan Prestasi Termin, bolehkah?

Misal kontrak pekerjaan pengembangan aplikasi yang dapat dibayarkan berdasarkan kemajuan tahapan pekerjaan, misal telah dibobot ...

Punya pendapat terkait artikel ini? mohon berkenan berdiskusi, terima kasih

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Open chat
1
Hubungi saya
Halo, apa yang bisa saya bantu?
%d blogger menyukai ini: