Pengantar
Pembahasan
Dalam pelaksanaan tugas PPK yang relatif banyak itu…
Saya tidak langsung kepikiran memenuhi beli habiskan anggaran…. contoh dalam proses Pengadaan Video Wall, pemikirannya adalah menemukan spesifikasi yang tepat agar seluruh ruangan bisa melihat tulisan di Video Wall….
Dulu juga belum ada aplikasi di website produsen untuk menginput ukuran ruangan, beda dengan tahun ini, jadi hitung nya masih manual…
Cara kerja nya pun juga pakai PerLKPP 9/2018, tentunya dengan membawa Perpres 16/2018 dan PerLKPP 9/2018 di tempat kerja maka akan lebih mudah menyerap tekstual untuk diterjemahkan sesuai situasi sehingga kontekstual….
Makanya saya lebih prefer untuk di lapangan tiap pengadaan… bukan karena tidak punya staf pendukung, staf pendukung mengukur, saya duduk merasakan dan membayangkan situasinya setelah barang/jasa nanti dihasilkan…
Tanggung Jawab hasil kerja Tim/Staf Pendukung/Ahli itu tidak ada dalam proses PBJP, tetap tanggungjawab nya ada di PPK, makanya saya hadir di lokasi 😁 untuk pekerjaan tipe tertentu saya biasakan duduk dan mencoba membayangkan bagaimana sebuah pekerjaan dilakukan berdasarkan rujukan resmi yang saya temukan, kadang 30 menit cukup, kadang 2-3hari masih kurang.
Setelah itu kita bisa buat daftar identifikasi risiko, setelah itu bisa di crosschek dengan selera dan toleransi risiko organisasi, lalu disusun rencana risk treatment. Prasyarat untuk melakukan manajemen risiko yang baik salah satunya adalah inklusif, inklusif ini salah satu cara nya adalah “menyatu” dengan pekerjaan…
Inklusif ini tepat dengan filosofis orang Asia yang memang terbiasa menghargai hal dasar, menyatu dengan alam, hidup berdampingan dengan alam, rukun dengan sesama, dst, sebagai prang Indonesia sudah dasarnya kita sangat terbiasa melakukan hal ini.
Makanya saat saya pengadaan tong sampah, yang saya lakukan adalah keliling dan tanya gimana penanganan sampah per-ruangan dan melihat langsung kondisinya. Sambil berkeliling juga tanya dan mendenger kebutuhannya, ada yang bilang meja dan kursi, karena di minta meja dan kursi maka kita stacking kan dan kita sediakan walaupun ujung ujungnya beberapa pihak yang sama mendadak lupa kalau dulu pernah minta meja kursi saat barang sudah diadakan, tapi ya yang penting permintaan periode sebelumnya kita laksanakan, memang tidak segera, siklus penganggaran tidak berlangsung hitungan menit, namun pada dasarnya prinsip inklusif kita laksanakan.
Pengadaan Perabot juga saya pernah keliling dan permisi atau terpaksa nyelonong saja ketiap ruangan karena sebagian WFH, walau diatas kertas sudah jelas barang yang perlu diganti sudah tua semua, saya mencoba melihat satu persatu, dari cara menata ruangan saya melihat kearah fungsionalitas, meja yang diperlukan bukan sekedar luas saja karena variasi ukuran ruangan, diperlukan rak yang terintegrasi secara kompak…. maklum saya termasuk orang yang berpikiran seperti alm. Steve Jobs bahwa orang-orang tidak mengetahui kebutuhan sampai mereka menggunakannya…. 😂 namun tentunya tidak semua kebutuhan bisa diakomodir jadinya ada sedikit trade off…
Jujur saja, “tugas” pengadaan ini lebih banyak menyita waktu daripada tugas jabatan yang merupakan “tugas fungsi dan kewenangan”, walaupun “tugas” dan “tugas dan kewenangan” saat ini disamaratakan walau makna nya secara mendalam berbeda…. kerjakan saja dengan Hati.
seperti salah satu leader industri di Jepang yang pernah mengucapkan…
Di kartu nama saya saya adalah “Pimpinan tertinggi perusahaan”
Di pekerjaan sehari-hari saya adalah “pelaksana teknis lapangan”
Namun di “Hati” saya, saya adalah penggemar “hasil pekerjaan”
Selalu bayangkan dan gemari “hasil pekerjaan” untuk menyenangkan “hati” kita dan orang lain, sebagai manusia yang analog, bukan masalah pekerjaan sekedar selesai atau tidak, barang/jasa sekedar ada atau tidak, karena itu akan sangat analog dan tidak bermanfaat bagi orang lain, titik krusialnya adalah bagaimana sebuah pekerjaan selesai dan membuat orang lain merasa memperoleh manfaat…. untuk hal ini prinsip inklusif menjadi penting, menyatu dengan lingkungan menjadi krusial, bayangkan pikiran orang lain, bayangkan impresi orang lain terhadap kehadiran sebuah barang/jasa, dst….
Kesimpulan
Kalau Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dilaksanakan dengan cara ini, bukan cuma sekedar duduk di meja kerja saja tanpa Merencanakan, Melihat, Merasakan secara sinergis, maka Barang/Jasa yang sekedar ada saja tanpa ada feel personal ini akan hanya asal jadi tanpa ada feel manusiawi….
Ketika Barang/Jasa tidak ada Feel Manusiawi nya, maka keberadaannya bisa dianggap tidak penting, kalau tidak penting maka kalau tidak disukai ya dijadikan pergunjingan, kalau dipergunjingkan, tidak ada masalah pun jadi dicari-cari masalah….
Mari optimalisasi pengadaan untuk kesejahteraan bangsa, sejahtera ini diperoleh dari manfaat, bukan sekedar ada semata, penuhi manfaat secara inklusif dengan niatan baik.
Tetap Semangat, tetap Sehat, dan Salam Pengadaan!
Artikel yang mungkin membuat anda tertarik berkaitan dengan Pelaksanaan Pengadaan :
-
Bila komoditas tidak tersedia dalam Katalog, bagaimana menentukan metode pemilihan yang tepat?
-
Pemberian Penjelasan, tahap menunggu pertanyaan untuk menjawab?
-
Contoh Dokumen Serah Terima Hasil Pekerjaan Pelaksanaan Kegiatan PPK kepada PA/KPA
-
Pengendalian Kontrak untuk Pengadaan dengan Katalog Elektronik
-
Pemilihan Penyedia (Tender/Seleksi) Sebelum DIPA/DPA Ditetapkan
-
Membuat Program Mutu Bersama Penyedia Untuk Pengendalian Kontrak
-
Penyesuaian Harga dan Pemberlakuan Indeks Terendah Pekerjaan Terlambat
-
Program Mutu dalam Pelaksanaan Kontrak, jangan (sering) dilupakan
-
Pengadaan Unit Ambulance baru dalam keadaan wabah? optimasi atau regulasi?
-
Pemberlakuan Pengadaan yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
-
Implementasi Etika Pengadaan Barang/Jasa pada Proses Pengadaan Langsung