Pemda X bekerjasama dengan kampus PTN Z. Logikanya seharusnya Swakelola Tipe II.
Tapi Kampus Z tersebut tidak bersedia dibuat Swakelola TIpe II, karena Swakelola Tipe II harus ada kesepahaman dengan PA/KPA Pemda X dengan Pimpinan Kampus Z, Jadi pembayarannya masuk dulu ke rekening kampus Z, walau yang berkontrak PPK Pemda X dengan Ketua Tim Pelaksana PTN Z.
Karena kalau pembayaran nya masuk kampus dulu, yang bekerja jadi nya lambat menerima, sehingga calon Ketua Tim Pelaksana PTN Z meminta Swakelola Tipe II itu dilaksanakan sebagai Tipe I. Supaya langsung masuk dana Swakelolanya ke tim.
Apakah hal ini dibenarkan?
Jawabannya jelas tidak.
Kalau tidak mau ikut Swakelola semestinya, maka cari saja penyelenggara Swakelola yang mau mengikuti aturan.
Akan menjadi keliru bila PA/KPA memposisikan pihak kampus dalam kapasitasnya sebagai penyelenggara Swakelola pada Swakelola Tipe I sebagai tim/tenaga ahli.
Perhatikan juga Swakelola Tipe I itu ada batasan tenaga/tim ahli tidak boleh melebihi 50% Tim Pelaksana. Bila Tim Ahli ada 30 orang, maka logikanya Tim Pelaksananya harus 2 kali lipat. Aneh!!!!!
Lagipula ketentuan untuk adanya nota kesepahaman antara PA/KPA Pemilik Anggaran dengan PA/KPA K/L/PD dalam Swakelola Tipe II itu adalah wujud dari pelaksanaan etika birokrasi, seorang pimpinan dari K/L/PD Tim Pelaksana Swakelola harus tahu apa yang dikerjakan anggotanya dan sumber daya K/L/PD nya akan dimanfaatkan untuk apa, bila ada anggota di bawahnya meminta hal seperti diatas, berarti Calon Tim Pelaksananya bisa dikatakan tidak mau paham/mengabaikan etika birokrasi, apa yang mau diharapkan dari perilaku seperti itu?
Jadi sebaiknya tidak dilakukan Swakelola Tipe II yang terselubung dengan Swakelola Tipe I.
Jangan ya……