Pada Daerah, Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) ditandatangani oleh Pengguna Anggaran.
NPHD menjadi penting sebagai pengatur hak dan kewajiban dalam proses penyaluran belanja hibah. Semuanya bergantung pada Naskah Perjanjian Hibah, ketika dilakukan proses belanja hibah, maka harus jelas dahulu belanja Hibah berupa kas uang atau barang/jasa.
Kemudian untuk Belanja Hibah berbentuk Kas atau Barang/Jasa, atas apa yang telah disepakati, maka pelaksanaan pengadaannya mengacu pada Naskah Perjanjian Hibah, bila proses pengadaan dinyatakan dilakukan oleh Pemerintah, maka proses tetap mengacu pada pengadaan barang/jasa pemerintah, bila dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah dituliskan bahwa Hibah Barang/Jasa tersebut dilaksanakan oleh Penerima Hibah, maka proses pengadaannya dilakukan oleh penerima hibah, sehingga bentuk pertanggungjawabannya dapat berupa bukti pembelian/kwitansi/kontrak yang telah dilaksanakan oleh Penerima Hibah.
Simpelnya NPHD harus ada terlebih dahulu, baru menyusun RKA dan lanjut ke DPA, hal ini yang membuat NPHD penting, permasalahnnya NPHD yang tidak rinci akan membuat disharmoni dan tidak sinkron antara hak dan kewajiban dengan proses pelaksanaan pengadaannya.
Ketika Belanja Hibah dilakukan dalam bentuk Pelatihan saja misalnya, maka ada beberapa skenario :
- Perangkat Daerah pemberi hibah melaksanakan pemilihan penyedia dan berkontrak dengan penyedia event organizer dan tenaga ahli yang menjadi narasumber, penerima hibah sebagai penerima manfaat cukup hadir saja sebagai peserta.
- Penerima Hibah yang merupakan Organisasi non-Pemerintah menyelenggarakan pelaksanaan pelatihan dan melaporkan pertanggung-jawaban pengeluaran Belanja Hibah kepada Perangkat Daerah.
- Penerima Hibah yang merupakan Organisasi Pemerintah menyelenggarakan pelaksanaan pelatihan dan melaporkan pertanggung-jawaban pengeluaran Belanja Hibah yang dilaksanakan dengan pencatatan dan pengelolaan keuangan daerah dan dilaksanakan dengan merujuk kepada Perpres Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah kepada Perangkat Daerah pemberi Hibah.
Belanja Hibah untuk skenario diatas berbeda dalam bentuk pertanggung-jawaban keuangan. Pada skenario pertama Perangkat Daerah melaksanakan pemilihan penyedia dan berkontrak dengan mengacu pada Perpres Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sedangkan pada skenario kedua Penerima Hibah yang menyelenggarakannya dan tidak wajib menggunakan skema Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah karena bukan organisasi Pemerintah, pada skenario ketiga Penerima Hibah tetap menggunakan Perpres Pengadaan Barang/Jasa.
Hal ini merupakan bentuk pelaksanaan dari lingkup Perpres 12/2021, sehingga bila Belanja Hibah diberikan kepada sesama Pemerintah, maka Organisasi Pemerintah yang menerima hibah akan mencatatkan sebagai pendapatan hibah, pemberi hibah akan mencatat sebagai belanja hibah. Bentuk pelaksanaannya sangat bergantung pada NPHD nya, apabila Belanja Hibah dari Pemda Pendonor disalurkan sebagai Pendapatan Hibah pada Pemda Penerima Donasi, maka bentuk perolehannya yang diatur dalam NPHD.
- Kalau berbentuk Kas uang, maka jelas nanti di DPA penerima perlu disesuaikan peruntukan belanjanya, dapat berupa Belanja Barang/Jasa atau Belanja Modal.
- Kalau berbentuk Barang/Jasa, maka dicatatkan saja sebagai pendapatan dan dicatat sebagai aset.
Bila tidak ada NPHD, menentukan hal seperti siapa yang melakukan pengadaan dan bagaimana pertanggung-jawabannya akan menjadi kebingungan.
Demikian.