Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang menggunakan skema Pengadaan Khusus berupa Pengadaan Penanganan Keadaan Darurat diberikan relaksasi regulasi untuk percepatan dan penanganan yang mengingat sifat alamiah dari keadaan darurat yang berkaitan dengan keselamatan orang banyak.
Oleh karena itu dalam proses pengadaan darurat di era Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana terakhir kali dirubah dalam Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Penanganan Keadaan Darurat tidak lagi menggunakan skema Penunjukan Langsung sebagaimana era Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Dalam relaksasi tersebut maka proses Pemilihan Penyedia pada Pengadaan Darurat di era Perpres pasca perpres 54/2010 yang terakhir kali dirubah pada Perpres 4/2015 yang melalui skema Penunjukan Langsung dengan tahapan pendahuluan sebelum Pemilihan penyedia yang meliputi proses Penyusunan Spesifikasi Teknis/KAK, Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri, Penyusunan Rancangan Kontrak yang beruntun dengan Pemilihan Penyedia oleh Pejabat Pengadaan/Kelompok Kerja Pengadaan tidak lagi dilaksanakan secara utuh.
Hal ini dikarenakan dalam Penanganan Keadaan Darurat, melakukan mekanisme tersebut akan menempatkan situasi kecepatan dalam Penanganan Keadaan Darurat tidak dapat segera terlaksana, dengan demikian peran tugas dan kewenangan PPK Penanganan Keadaan Darurat memiliki tugas yang berbeda dalam kondisi peran tugas PPK keadaan normal, dalam hal ini pemangkasan prosedural menjadi hal yang dilakukan dan diatur dalam Peraturan Keadaan darurat.
Sederhananya dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut :
Dalam keadaan normal keputusan kita untuk memperoleh perawatan kesehatan akan berbeda dengan kondisi biasa, ketika kita melakukan general medical checkup kita akan menyusun spesifikasi dengan membandiungkan layanan kebutuhan kita, selanjutnya memperkirakan harga dengan kesesuaian tingkat layanan dari spesifikasi layanan dari fasilitas kesehatan.
Beda dengan semisal ketika saya mengalami kecelakaan, kepala saya bocor dan saya mengalami shock dan trauma berat hingga menggelepar kejang-kejang, apakah yang menolong saya sempat mengumpulkan informasi kepada saya sebagai end user dan menanyakan budget saya? jawabannya jelas tidak, yang menjadi perhatian utama adalah menolong nyawa saya, berapapun biayanya. Praktik ini yang diambil logikanya dan menjadi dasar relaksasi regulasi sehingga ketika dikaitkan dalam PBJ Keadaan Darurat maka melakukan dan menetapkan pemeriksaan terhadap kondisi normal kepada pengadaan darurat menjadi tidak tepat, aspek kedaruratan memerlukan respon cepat sehingga perhatian terhadap prosedural keadaan normal direlaksasi, dengan demikian adanya aturan pengadaan darurat di era saat ini jangan ditarik mundur ke aturan era sebelumnya yang masih kurang dan telah diperbaiki.
Relaksasi ini termasuk dalam aturan baru tidak mengharuskan adanya perhitungan HPS, mengingat ketentuan HPS adalah diperhitungkan secara keahlian dan data yang dapat dipertanggung-jawabkan yang mengkonsumsi waktu, maka proses ini dikesampingkan, bagaimana dengan pertanggung-jawaban harga? dari aspek regulasi pengadaan darurat, pertanggung-jawaban kewajaran harga menjadi tanggung-jawab penuh pada penyedia, dalam keadaan darurat fluktuasi harga akan menjadi wajar sehingga harga tidak wajar menjadi wajar dalam situasi darurat, dengan demikian pengujian setelah transaksi pengadaan secara administratif adalah cukup dengan surat kewajaran harga yang pernyataan tersebut dituliskan oleh Penyedia. Dalam hal ini bila ingin diuji lebih lanjut dapat saja diserahkan bukti penjualan dari penyedia tersebut kepada pembeli lain untuk memastikan kewajaran harganya.
Kesimpulan? HPS pada Pengadaan untuk Penanganan Darurat tidaklah diperlukan karena adanya relaksasi dan keperluan mendesak untuk kecepatan penyelamatan dan nyawa yang terdampak keadaan darurat.
Demikian disampaikan, semoga bermanfaat.