Pendahuluan
Pada Perpres 16/2018 di Pasal 11 ayat (1) memiliki tugas untuk mentranslasikan kebutuhan organisasi yang perencanaannya ditetapkan oleh PA/KPA.
Tugas PPK
Rincian Tugas PPK dalam Pasal 11 ayat (1) Perpres 16/2018 adalah sebagai berikut :
- menyusun perencanaan pengadaan;
- menetapkan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK);
- menetapkan rancangan kontrak;
- menetapkan HPS;
- menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia;
- mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;
- menetapkan tim pendukung;
- menetapkan tim atau tenaga ahli;
- melaksanakan E-purchasing untuk nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
- menetapkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
- mengendalikan Kontrak;
- melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/KPA;
- menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/KPA dengan berita acara penyerahan;
- menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; dan
- menilai kinerja Penyedia.
Manager Lini / Line Manager
Dalam Manajemen Rantai Pasok dikenal istilah manajer lini, yaitu pihak yang bertindak sebagai pimpinan di sebuah unit / departemen dan terlibat pada teknis pelaksanaan produksi dan operasional untuk menghasilkan barang/jasa, melihat best practices dari bidang manajemen rantai pasok ya g erat kaitannya dengan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, maka sangat ideal sekali bila seorang pejabat struktural yang membidangi sebuah unit kerja yang menjadi Pejabat Pembuat Komitmen, terutama bila memperhatikan uraian tugas dalam Pasal 11 ayat (1) Perpres 16/2018.
Efektifitas Manajer Lini yang terintegrasi dengan peran PPK
Seorang Pejabat Struktural yang memimpin sebuah unit kerja umumnya memiliki kewenangan atas penggunaan anggaran dan pelaksanaan program / kegiatan beserta sumber daya yang dimiliki, bila dalam sebuah unit kerja ditambahkan lagi secara terpisah Pejabat Pembuat Komitmen, hemat saya malah akan menghambat pelaksanaan pekerjaan, dalam kondisi tertentu khususnya di APBD Pejabat Struktural berfungsi sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), memisahkan peran antara Pejabat Struktural yang melaksanakan teknis kegiatan dengan peran PPK hanya akan menambah lapisan baru proses dan tahapan operasional yang malah akan merumitkan pencapaian tujuan dan malah menjauhi prinsip simplifikasi karena adanya tingkatan proses baru berlapis-lapis.
Kendala Integrasi PPK dalam Pejabat Struktural
menjadi PPK memerlukan sertifikasi keahlian, saat ini yang dibutuhkan adalah sertifikasi keahlian PBJ Tk. Dasar, hal ini menjadi kendala bagi Pejabat Struktural untuk sekaligus menjadi PPK.
Entah disengaja atau kebetulan memang sulit lulus ujian sertifikasi PBJP Tk. Dasar, saya pribadi mendeteksi adanya kemungkinan sengaja tidak meluluskan diri di ujian tingkat dasar PBJP, lagu lama yang dikumandangkan adalah karena PBJP merupakan proses administrasi di Pemerintahan yang berisikp relatif tinggi.
Menghindari menjadi Pelaku PBJP sebenarnya bukanlah sebuah solusi, karena menjadi ASN PNS sudah pasti berkaitan dengan pelaksanaan anggaran APBN/APBD yang di dominasi PBJP, dengan terjun langsung menjadi pelaku PBJP sebenarnya seorang Pejabat Struktural yang berpengalaman melaksanakan anggaran akan lebih mudah mencapai target kinerja di unit kerja organisasi yang dipimpinnya karena telah langsung menjadi PPK.
Demikian yang dapat disampaikan, tetap semangat, tetap sehat, dan salam pengadaan!
One comment
Pingback: Bila ternyata Pagu tersedia tidak mencukupi HPS, apa yang harus dilakukan PPK? - Optimalisasi Pengadaan demi Memajukan Bangsa