Pengantar
Interpretasi Hukum dengan forward thinking yang dinamis tetap diperlukan namun tidak boleh mengabaikan Organisasi yang menerbitkan sebuah Peraturan. Selama ini seringkali ada anggapan bahwa UU Pemberantasan Tipikor adalah UU Tipikor, dengan demikian sebagai Tipikor dalam hal pendampingan yang diatur dalam Permendagri Nomor 12 tahun 2014.
Selama ini dalam pemberian Pendampingan Hukum, Bagian Hukum / Biro Hukum berdalih, tidak ada Tipikor dalam Permendagri 12/2014 sehingga ketika ada pemanggilan dugaan Tipikor dari Pelaku Pengadaan maka Bagian Hukum/Biro Hukum tidak dapat mendampingi, hanya karena Pasal 4 menyebutkan Tindak Pidana sebagai salah satu yang dapat didampingi dan Tipikor adalah rezim Hukum yang berbeda.
Pembahasan
Artikel ini merupakan lanjutan dari artikel
saya menulis dalam artikel tersebut sebelumnya bahwa :
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 tahun 2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah yang dibaca secara sembarangan.
Pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 tahun 2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, menyebutkan dalam hal permasalahan secara Litigasi yang mendapatkan penanganan Perkara oleh Bagian Hukum Kabupaten adalah termasuk dalam :
- Uji materiil Undang-Undang
- Uji materiil peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang
- Perkara perdata
- Perkara pidana
- Perkara tata usaha negara
- Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan
- perkara di Badan Peradilan Lainnya.
Kembali jangan jumawa mengartikan sebuah aturan tanpa pemahaman yang baik, saat ini saya kebetulan masih Mahasiswa Semester 6 Ilmu Hukum, namun bukan berarti saya tidak belajar dan bukan berarti saya buta total ilmu hukum. Namun bukan berarti juga saya selalu benar, dalam hal ini ketika terjadi perbedaan pemahaman dan interpretasi, maka langkah yang perlu dilakukan adalah melakukan konsultasi pada pihak yang memang memiliki kewenangan untuk menginterpretasikan dan menjelaskan maksud sebuah aturan.
Dalam Ilmu Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan juga dengan Ilmu Interpretasi Hukum, ada banyak metode untuk memahami maksud sebuah aturan, jadi memang ketika melaksanakan keputusan dan/atau melontarkan pendapat apabila memang pengetahuan tidak memadai, maka janganlah jumawa mengartikan sendiri sebuah aturan.
Saya akhirnya bersurat atas nama pimpinan saya, selain kepada LKPP juga ke Kemendagri selaku pihak Kementerian yang menerbitkan aturan tersebut, surat yang saya konsepsikan dengan telaahan staf hingga disetujui pimpinan tersebut diatas selain telah dibalas oleh LKPP pada Postingan sebelumnya, juga hari ini saya terima jawaban resmi secara fisik.
Kesimpulan
Perhatikan bahwa pada poin 2 diatas, disebutkan bahwa Tipikor bukan rezim hukum yang berbeda dengan Tindak Pidana, Biro Hukum Kemendagri membenarkan alur pikir analisa hermeneutika Hukum yang saya tanyakan, dengan demikian sebenarnya tidak ada lagi hambatan dari Bagian/Biro Hukum untuk mendampingi Pelaku Pengadaan di sisi Pemerintah sebagaimana diatur dalam Perpres 16 tahun 2018.
Saat ini saya sedang menunggu jawaban lagi dari surat serupa berkaitan hal ini dari Kemenhumham, namun bila pada dua artikel ini telah dijawab bahwa LKPP dan Kemendagri sudah menyatakan hal ini secara sejalan, maka sebenarnya sudah semakin kuat dan semakin jelas bahwa Pemerintah Daerah memang sudah wajib mendampingi pelaku pengadaan di sisi Pemerintah.
Mohon maaf artikel anak Semester 6 ilmu hukum ini agak jumawa, habis saya sering dikatain “anda bukan Sarjana Hukum” jadi tidak tepat berkomentar demikian, ya sudah…. saya bersurat kepada pihak terkait, dan ternyata sejauh ini saya gak “keliru pikir”
Demikian disampaikan, tetap semangat, tetap berintegritas, dan salam pengadaan!