Saya baru saja mendapatkan konsultasi di sebuah Kabupaten X, bahwa ada pekerjaan yang seharusnya dilakukan dengan pemilihan penyedia melalui proses Lelang (nilainya jauh diatas Rp200juta sebagaimana ditetapkan di Peraturan Bupati),
Jawaban saya :
Proses Pengadaan Barang/Jasa di Desa dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan diantaranya :
1. Pasal 1 angka 10 Peraturan Bupati X Nomor XYZ Tahun 20XX tentang Tata Cara Pelakanaan Kegiatan Pengadaan Barang/Jasa di Desa : Lelang adalah metode pemilihan Penyedia untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua Penyedia yang memenuhi syarat;
2. Pasal 28 ayat (1) huruf c Peraturan Bupati X Nomor XYZ Tahun 20XX tentang Tata Cara Pelakanaan Kegiatan Pengadaan Barang/Jasa di Desa : Pengadaan melalui Penyedia dilakukan dengan cara (salah satunya adalah) Lelang.
3. Pasal 35 ayat (1) Peraturan Bupati X Nomor XYZ Tahun 20XX tentang Tata Cara Pelakanaan Kegiatan Pengadaan Barang/Jasa di Desa : Lelang dilaksanakan untuk Pengadaan dengan nilai di atas Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
4. Pasal 19 Peraturan Bupati X Nomor XYZ Tahun 20XX tentang Tata Cara Pelakanaan Kegiatan Pengadaan Barang/Jasa di Desa menyebutkan kriteria berkaitan dengan persyaratan Penyedia.
5. Pasal 35 ayat (2) Peraturan Bupati X Nomor XYZ Tahun 20XX tentang Tata Cara Pelakanaan Kegiatan Pengadaan Barang/Jasa di Desa menjelaskan terkait tahapan tata cara proses Lelang untuk memenuhi dan memastikan ketentuan yang disebutkan di butir 4.
6. Setelah memperoleh Penyedia berdasarkan proses Lelang, maka Transaksi baru dapat dituangkan dalam bentuk surat perjanjian antara kasi/kaur sebagai pelaksana kegiatan anggaran dengan Penyedia sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat (9) Peraturan Bupati X Nomor XYZ Tahun 20XX tentang Tata Cara Pelakanaan Kegiatan Pengadaan Barang/Jasa di Desa.
Dalam hal tidak dilaksanakannya prosedur diatas maka keabsahan Surat Perjanjian sebagai salah satu bentuk kontrak yang disebutkan dalam Pasal 37 Peraturan Bupati X Nomor XYZ Tahun 20XX tentang Tata Cara Pelakanaan Kegiatan Pengadaan Barang/Jasa di Desa sebagai Bukti Transaksi, maka mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada Buku Ketiga tentang Perikatan keabsahan persetujuan kontrak yang sah tidak terpenuhi.
Hal ini sebagaimana dimaksud dalam Buku Ketiga Bagian Kedua Pasal 1320 KUHPerdata yang menyebutkan :
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat :
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok persoalan tertentu
4. suatu sebab yang tidak terlarang
lebih lanjut Pasal 1337 KUHPerdata menjelaskan bahwa suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum, pelanggaran atas tidak dilaksanakannya Peraturan Bupati X Nomor XYZ Tahun 20XX tentang Tata Cara Pelakanaan Kegiatan Pengadaan Barang/Jasa di Desa menjadikan salah satu syarat obyektif KUHPerdata tidak terpenuhi sehingga pada prinsipnya “Perjanjian Batal Demi Hukum”. yang sebagaimana lebih lanjut dalam Pasal 1449 KUHPerdata disebutkan bahwa “Perikatan yang dibuat dengan paksaan, penyesatan atau penipuan, menimbulkan tuntutan untuk membatalkannya”.
dengan demikian tidak terlaksananya prosedur pemilihan penyedia melalui mekanisme Lelang merupakan salah satu bentuk penyesatan yang menghasilkan kontrak surat perjanjian, sehingga menimbulkan tuntutan untuk membatalkannya sebagaimana Pasal 1449 KUHPerdata.
Lebih lanjut pada Pasal 1453 KUHPerdata disebutkan :
“Dalam hal hal tersebut dalam Pasal 1446 dan 1449, orang yang terhadapnya tuntutan untuk pernyataan batalnya suatu perikatan dikabulkan, wajib juga mengganti biaya, kerugian, dan bunga, jika ada alasan untuk itu.
Alasan yang dimaksud dalam Pasal 1453 KUHPerdata ini bila merujuk dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa yang berbunyi “Keuangan Desa dikelola berdasarkan asas transparan, akuntabel, partisipatif, serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran”, aspek transparan, akuntabel, tertib, dan disiplin anggaran tidak terlaksana dengan diabaikannya Peraturan Bupati X Nomor XYZ Tahun 20XX tentang Tata Cara Pelakanaan Kegiatan Pengadaan Barang/Jasa di Desa.
Dengan demikian :
1. Kontrak Surat Perjanjian yang tidak melaksanakan Peraturan Bupati X Nomor XYZ Tahun 20XX tentang Tata Cara Pelakanaan Kegiatan Pengadaan Barang/Jasa di Desa merupakan kontrak yang batal demi hukum karena terdapat pelanggaran administratif;
2. Kontrak Surat Perjanjian tersebut melanggar prinsip-prinsip Pengelolaan Keuangan Desa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
3. Salah satu aspek yang disebutkan akibat adanya pelanggaran administratif yang mengakibatkan kerugian negara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 77 Permendagri 20/2018 diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian maka Penyedia yang berkontrak pada dasarnya tidak berhak atas Pembayaran dengan nilai yang terdapat di kontrak yang batal demi hukum, namun dalam hal pekerjaan sudah terealisasi maka sanksi administratif yang dapat dikenakan adalah :
1. Penyedia dapat membongkar kembali Pekerjaan yang dilakukan sehingga tidak terdapat Barang/Jasa yang diserahkan;atau
2. Penyedia dapat menyerahkan Barang/Jasa yang dapat diserahkan dengan memperhitungkan biaya pekerjaan yang dapat diterima dengan memperhatikan ketepatan pada aspek kualitas, kuantitas, biaya, lokasi, dan waktu yang kemudian dikurangi dengan nilai faktor keuntungan yang diperoleh Penyedia, dalam hal ini Keuntungan Penyedia menjadi hal yang tidak dapat diterima oleh Penyedia karena keuntungan yang diperoleh oleh Penyedia melalui kontrak yang Batal demi hukum merupakan bentuk kerugian Negara yang merupakan pihak yang menerima hasil pekerjaan atas kontrak yang tidak sah.
Kemudian berkaitan dengan Pasal 43 Peraturan Bupati X Nomor XYZ Tahun 20XX tentang Tata Cara Pelakanaan Kegiatan Pengadaan Barang/Jasa di Desa, maka Kasi/Kaur dapat dikenakan sanksi administrasi.
Catatan : Peraturan Bupati / Kepala Daerah pada dasarnya mengikuti Template dari Peraturan LKPP, namun bila apa yang saya tuliskan di artikel ini ternyata bunyi pasalnya tidak sesuai, mohon agar dapat mengacu pada Peraturan Bupati Masing-masing yang berlaku di wilayah Desa tersebut, pada prinsipnya dampaknya akan sama saja walau Pasal dan bunyia nya berbeda, karena yang dilanggar adala Peraturan Perundangan yang lebih tinggi hirarkinya.
Demikian logika hukumnya, semoga hal ini menjadi perhatian bagi Pelaku Pengadaan di Desa.