Diundangkannya Perpres 12/2021 yang merubahn Perpres 16/2018 adalah salah satunya untuk menjalankan amanat pada Pasal 97 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibuslaw) yang berbunyi :
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan paling sedikit 4o% (empat puluh persen)produk/jasa Usaha Mikro dan Kecil serta Koperasi dari hasil produksi dalam negeri dalam pengadaan barang/jasa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian ditegaskan dalam Pasal 65 ayat (3) Perpres 12/2021 :
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mengalokasikan paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari nilai anggaran belanja barang/jasaKementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.
Dimana ayat (2) :
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah wajib menggunakan produk usaha kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam negeri.
Walau telah diorientasikan sebagai fokus dalam Perpres 12/2021, terutama bila memperhatikan dihapusnya Ketentuan terkait Usaha Menengah dalam Pasal 1 angka 47, dengan demikian pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menjadi fokus dalam :
- Angka 45 Pasal 1 Perpres 12/2021 : Usaha Mikro
- Angka 46 Pasal 1 Perpres 12/2021 : Usaha Kecil
Namun implementasinya tidak bisa semulus regulasi dikarenakan kendala sebagai berikut :
- Transaksi Non-Tunai, tidak menggunakan instrumen yang relatif cepat, khususnya memperhatikan penggunaan Kartu Kredit Pemerintah yang masih terbatas dalam Kementerian/Lembaga dan belum mencapai Pemerintah Daerah.
- Kendala dalam Pembayaran Langsung/Uang yang dibayar terlebih dahulu dengan sistem cash and carry yang lazim digunakan di perdagangan secara umum, Pemerintah masih melaksanakan penatausahaan belanja yang prinsipnya kewajiban bendahara untuk pungut dan potong pajak.
- Selain Pajak Pertambahan Nilai, berkaitan dengan Pajak Daerah dimana bendahara pada Perangkat Daerah diwajibkan memungut Pajak Daerah dengan tarif yang tidak seragam.
Ketiga hal diatas berpengaruh signifikan dengan sifat dari UMK yang memiliki modal relatif terbatas dan tidak bisa menunggu terlalu lama untuk proses pembayaran karena perputaran barang/jasa yang ditransaksikan memerlukan percepatan penerimaan pembayaran untuk kembali diputar dalam operasional.
Perlu terobosan untuk mengoptimalkan Belanja Pemerintah pada UMK-Koperasi, dengan demikian inovasi dan perubahan kebiasaan menjadi hal yang semakin urgen.
Demikian disampaikan, tetap semangat, tetap berintegritas, tetap sehat, dan salam pengadaan!