Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah (Permendagri 19/2016) pada angka:
- 19.Pengurus Barang Milik Daerah yang selanjutnya disebut Pengurus Barang adalah Pejabat dan/atau Jabatan Fungsional Umum yang diserahi tugas mengurus barang.
- 20.Pengurus Barang Pengelola adalah pejabat yang diserahi tugas menerima, menyimpan, mengeluarkan, dan menatausahakan barang milik daerah pada Pejabat Penatausahaan Barang.
- 21.Pengurus Barang Pengguna adalah Jabatan Fungsional Umum yang diserahi tugas menerima, menyimpan, mengeluarkan, menatausahakan barang milik daerah pada Pengguna Barang.
- 22.Pembantu Pengurus Barang Pengelola adalah pengurus barang yang membantu dalam penyiapan administrasi maupun teknis penatausahaan barang milik daerah pada Pengelola Barang.
- 23.Pembantu Pengurus Barang Pengguna adalah pengurus barang yang membantu dalam penyiapan administrasi maupun teknis penatausahaan barang milik daerah pada Pengguna Barang.
- 24.Pengurus Barang Pembantu adalah yang diserahi tugas menerima, menyimpan, mengeluarkan, menatausahakan dan mempertanggung jawabkan barang milik daerah pada Kuasa Pengguna Barang.
Bila dikaitkan dengan Larangan yang ada dalam Permendagri 19/2016 yang dapat dirangkum sebagai berikut :
- Pasal 15 ayat (6) : Pengurus Barang Pengelola dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/ pekerjaan/penjualan tersebut yang anggarannya dibebankan pada APBD.
- Pasal 16 ayat (5) : Pengurus Barang Pengguna dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/ pekerjaan/penjualan tersebut yang anggarannya dibebankan pada APBD.
- Pasal 17 ayat (4) : Pengurus Barang Pembantu baik secara langsung maupun tidak langsung dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut yang anggarannya dibebankan pada APBD.
Sekilas memperhatikan bahwa bagi Pengurus BMD larangan hanya menjadi Pelaku Usaha yang menjadi Penyedia, untuk menjadi Pelaku Pengadaan yang melaksanakan komitmen tidak dilarang (dalam hal ini adalah PPK), mari kita tinjau Peraturan LKPP Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Lembaga kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 15 Tahun 2018 Tentang Pelaku Pengadaan Barang/Jasa, pada Pasal 5 ayat (4) :
PPK tidak boleh dirangkap oleh:
a.Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) atau Bendahara;
b.Pejabat Pengadaanatau Pokja Pemilihan untuk paket Pengadaan Barang/Jasa yang sama;atau
c.PjPHP/PPHP untuk paket Pengadaan Barang/Jasa yang sama.
Mari kita perhatikan bahwa PPK secara administrasi saja tidak boleh menjadi PjPHP/PPHP untuk paket pengadaan yang sama, dengan demikian idealnya walau yang dilarang dirangkap oleh para Pengeurus Barang dalam Permendagri 19/2016 hanya menjadi Pelaku Usaha, namun melihat uraian tugas Pengurus Barang pada umumnya melakukan kegiatan yang strategis dalam Pengelolaan Barang Milik Daerah, maka PPK yang melakukan komitmen perikatan bersama Pelaku Usaha yang menjadi Penyedia maka dalam hal tertentu bisa terjadi Pertentangan Kepentingan dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah untuk Paket yang sama.
Maka untuk hal ini sebaiknya hindari potensi pertentangan kepentingan.
Dasarnya adalah Pasal 7 ayat (1) huruf 3 Perpres 16/2018 Jo. Perpres 12/2021 :
- Semua pihak yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa mematuhi etika sebagai berikut:
- e.menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan usaha tidak sehat dalam Pengadaan Barang/Jasa
Dengan demikian untuk menghindari Pertentangan Kepentingan sebaiknya Para Pengurus Barang sebaiknya tidak melakukan tugas Pejabat Pembuat Komitmen, selain rawan dengan konflik Kepentingan, bukankah urusan Pengelolaan Barang Milik Daerah yang dilaksanakan Pengurus Barang saja sudah banyak sekali? Walau tidak ada larangan tegas, sebaiknya dihindari sesuatu yang bisa diarahkan sebagai hal berkaitan dengan pertentangan kepentingan. Lagipula di Daerah sudah jelas siapa yang menjadi PPK bukan? Kewenangan dan Tanggung-Jawab delegasi haruslah berimbang.
Demikian.