Pengantar
Untuk membuat sebuah barang/jasa hadir dan dapat beroperasi secara sederhana, tak jarang diperlukan proses yang rumit untuk menghadirkan “Experience” yang mudah, nyaman, dan bermanfaat dari sisi “Kacamata” Pengguna. Tak heran Perpres 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah lebih menekankan pada penyederhanaan materi untuk mengatur hal secara normatif dan tidak mengatur segala hal teknis secara kaku dalam hirarki Perpres 16 tahun 2018 sebagai Peraturan Presiden dalam Peraturan Perundangan di Republik Indonesia, tujuannya simpel, agar pengguna aturan ini lebih berfokus bagaimana melakukan optimalisasi berdasarkan value for money.
Pengadaan Sebagai Aktifitas Manajemen
Dalam pengadaan barang/jasa, khususnya pada Pemerintah, tujuan dari dilaksanakannya Pengadaan ini adalah untuk menunjang operasional Pemerintah, tentu saja ada juga kebutuhan untuk Pengadaan yang sifatnya Belanja Modal, namun secara garis besar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah hadir dalam lingkup APBN/APBD/PHLN/PHDN untuk menghadirkan Barang/Jasa Lainnya/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya. Bila diperhatikan Perpres 16 tahun 2018 membagi aktifitas Pengadaan dalam 3 (tiga) bagian besar yaitu :
- Perencanaan
- Persiapan
- Pelaksanaan
Dalam Pasal 3 ayat (1) Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dilaksanakan dengan pembagian pada 4 Jenis kategori besar, yaitu :
- Barang
- Jasa Lainnya
- Pekerjaan Konstruksi;dan/atau
- Jasa Konsultansi
Simplifikasi dalam hal pengaturan dilaksanakan karena keragaman dari Jenis Kategori besar tersebut, dan dengan demikian bukan fokus pada Peraturannya, tapi fokusnya adalah pada bagaimana menghadirkan Barang/Jasa Pemerintah tersebut.
Pembahasan
Simplifikasi Peraturan ini dengan tiga bagian besar proses aktifitas Pengadaan maka para Pelaku Pengadaan yang disebutkan dalam Pasal 8 Perpres 16 tahun 2018 sejatinya berfokus dalam manajemen untuk menghadirkan Barang/Jasa yang memang akan dihadirkan, bukan berfokus pada aspek Hukum/Peraturan. Untuk barang/jasa yang sudah terstandar dan sudah tersedia di pedagang/pasaran hal ini akan mudah, namun untuk Barang/Jasa yang sifat nya custom order hal ini membutuhkan waktu yang relatif lebih panjang, dan terkadang memerlukan proses untuk menghadirkan Barang/Jasa tersebut agar sesuai dengan kebutuhan yang masih sesuai dengan tetap mencegah terjadinya Pemborosan.
Menghadirkan sesuatu yang sederhana dari sisi pengalaman pengguna akhir (Experience) dari sisi pihak yang menghadirkan “sesuatu” ini terkadang menjadi hal yang rumit dan dari sinilah pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah kita mengenal Cara Pengadaan yang diatur dalam Pasal 3 ayat (3), yaitu Pengadaan Barang/Jasa dilakukan dengan Cara :
- Swakelola;dan/atau
- Penyedia
Dalam hal tingkatan untuk menghadirkan Barang/Jasa memerlukan usaha untuk menghadirkan Barang/Jasa yang relatif rumit maka disitulah kita menetapkan Cara Pengadaan dengan Penyedia, supaya unsur Pemerintah tidak lagi sibuk melakukan proses Pengadaan untuk menghadirkan Barang/Jasa, namun Penyedia yang sibuk melaksanakan hal tersebut dan Pemerintah dapat mengutilisasikan Barang/Jasa tersebut untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya. Namun Penyedia adalah pihak yang berada diluar dari Pemerintah, dipilih dengan Metode Pemilihan yang diatur dalam pasal 38 dan pasal 41 Perpres 16 tahun 2018, dengan demikian besar kemungkinan Penyedia yang berasal dari Pelaku Usaha yang kemudian berkontrak mungkin pada dasarnya terkualifikasi dan memiliki kemampuan teknis untuk melaksanakan pekerjaan yang dibutuhkan, namun terdapat misintepretasi dalam proses pemilihan penyedia tersebut.
Persiapan Pengadaan
Pejabat Pembuat Komitmen dalam hal ini sebagai Pelaku Pengadaan memiliki tugas untuk Persiapan Pengadaan, dalam hal ini menyusun :
- Spesifikasi Teknis/KAK;
- Rancangan Kontrak;
- Harga Perkiraan Sendiri.
Dokumen tersebut diperlukan untuk mengkomunikasikan “Kebutuhan” yang akan diwujudkan dan direspon oleh Pelaku Usaha dalam proses Pemilihan Penyedia, dalam hal ini maka mensyukuri Simplifikasi Pengaturan dalam Perpres 16 tahun 2018 yang lebih relatif sederhana seharusnya menggeser paradigma kita dari berorientasi kepada Peraturan dan Hukum nya untuk bergeser kepada proses manajemen dan merancang. Dengan tidak sibuk pada regulasi dan berfokus pada proses manajemen yang memang dibutuhkan untuk menghadirkan Barang/Jasa Pemerintah, maka seharusnya ekosistim pengadaan kita sudah bergeser dengan kehadiran Perpres 16 tahun 2018 ini.
Kenyataan
Ternyata tidak semudah itu untuk mengharapkan proses Pengadaan Barang/Jasa sudah berproses dan berorientasi pada tataran manajemen untuk menghadirkan Barang/Jasa Pemerintah, bulan Mei 2020 lalu saya menuliskan artikel “Ahli Pengadaan Apakah Ahli Hukum?“, namun di penghujung tahun 2020 ini kita masih berorientasi pada bagaimana sebuah Barang/Jasa dihadirkan menurut Hukum. Dalam tataran Pengadaan tertentu hal ini memang ada yang mengatur, seperti pengklasifikasian atau bagaimana proses pemilihan penyedianya, namun untuk dalam hal tertentu ternyata ada pihak yang sampai mengurus hal-hal “receh”.
Receh
Pernahkan anda melihat video di Youtube yang membedah produk seperti Apple iPhone terbaru dan menilai barang tersebut dari sisi berapa harga produk tersebut ketika di pretelin dan membandingkan dengan harga jualnya kemudian mereka mengatakan bahwa harga produk tersebut “kemahalan” alias overpriced? Terkait benar atau salahnya pendapat itu dalam hal ini perlu kita pikirkan bahwa mempretelin sebuah komponen yang sudah ada dan mengabaikan biaya penelitian dan pengembangan (research and development) dan keberadaan Pasar yang memang menghargai hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar bukanlah sebuah kesalahan. Pada akhirnya pasar lah yang menentukan sebuah produk seperti Apple iPhone menjadi wajar atau tidak dengan harga nya tersebut, Pengguna yang memang membeli produk asli tentunya tidak akan komplain, komplain terjadi ketika produk tersebut ternyata adalah produk imitasi / tiruan yang dijual dengan harga yang sama.
Jadi seharusnya dalam Pengadaan Barang/Jasa kita tidak menjadi pemungut “receh” dalam hal Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, ketika sebuah Barang/Jasa telah selesai diadakan maka tidak perlu membandingkan kesana kemari untuk mencari harga Barang/Jasa itu selisih berapa rupiah selama spesifikasi nya memang sesuai, yang perlu diperkarakan sebenarnya adalah ketika spesifikasi teknis tersebut adalah tidak terbukti, atau dengan kata lain imitasi dan merupakan penipuan / fraud yang dalam hal ini adalah penipuan.
Kesimpulan
Perpres 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah memang sudah disimplifikasi, namun saat ini masih banyak hal yang harus diperbaiki dan diselaraskan antar pihak untuk kemudian dalam hal ini Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah memang murni aktifitas manajemen sehingga simplifikasi dalam Perpres 16 tahun 2018 ini menjadi nyata adanya dan memang berguna, sehingga para Pelaku Pengadaan dapat berfokus untuk melakukan optimalisasi dan menghasilkan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang memang menunjang pencapaian tujuan organisasinya. Demikian disampaikan, tetap semangat, tetap sehat, tetap berintegritas, dan Salam Pengadaan!