Pembuka
Salah satu rekan Procurement Probity Advisor (PRO-PA) menuliskan sebuah artikel yang menarik berkaitan dengan Sanksi dalam Proses Pemilihan Penyedia Barang/Jasa. Berikut ini adalah artikel menarik tersebut.
Pendahuluan
Halo sobat kredibel, salam pengadaan, semoga selalu dalam lindungan Tuhan YME dan dalam keadaan sehat.
Sobat kredibel yang saya cintai dan bangkan, hari ini pada tanggal 10 November 2020 kita memperingati Hari Pahlawan, saya ucapkan selamat Hari Pahlawan dan semoga semagat para pejuang kemerdekaan juga senantiasa berkobar dalam sanubari kita semua dan tentunya kita sebagai insan pengadaan juga terus berjuang mewujudkan pengadaan barang/jasa pemerintah yang bermartabat.
Rekan-rekan kredibel dimanapun anda berada, tentunya tidak asing bagi kita yang mengeluti dunia pengadaan barang jasa mendengar atau membaca tentang istilah sanksi daftar hitam atau blacklist, bahkan mungkin sudah pernah melakukan pengenaan sanksi daftar hitam ataupun bahkan dikenai sanksi daftar hitam apabila rekan-rekan ini berposisi sebagai penyedia barang jasa pemerintah. Dalam tulisan ini saya secara spesifik hanya akan membahas tentang sanksi daftar hitam dan pemalsuan dokumen penawaran tender/seleksi, khususnya di dalam pengadaan jasa konstruksi.
Pertanyaannya adalah apakah Peserta Pemilihan /Penyedia yang menyampaikan Dokumen atau Keterangan Palsu/Tidak Benar dalam rangka pemenuhan dokumen pemilihan apakah cukup diberikan sanksi administratif saja?
Pembahasan
Sahabat pengadaan yang terkasih, tentang sanksi daftar hitam sebagaimana dalam perpres 16/2018 Pasal 1 angka 49, dan juga pada Permen PUPR 14/2020 Pasal 1 angka 32 tertulis bahwa sanksi daftar hitam adalah sanksi yang diberikan kepada peserta pemilihan/penyedia berupa larangan mengikuti pengadaan barang/jasa di seluruh kementerian /Lembaga/perangkat daerah dalam jangka waktu tertentu. Unsur dalam kalimat tersebut bahwa sanksi diberikan pada peserta pemilihan/penyedia, dengan bentuknya adalah larangan mengikuti pengadaan barang jasa di seluruh K/L/PD dalam jangka waktu tertentu.
Sanksi daftar hitam ini dikenakan kepada Penyedia/Peserta pengadaan barang/jasa karena perbuatan atau tindakannya yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 78 ayat (1),(2),(3), (4) dan (5).
Sanksi Daftar Hitam ini ditayangkan dalam Daftar Hitam Nasional yang diselenggarakan oleh LKPP sebagaimana diatur dalam Pasal 83 Perpres 16/2018 dan Pasal 91 huruf v dan huruf w, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Perlem 17 Tahun 2018 tentang Sanksi Daftar Hitam dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Selama ini kita seringkali memahami bahwa sanksi daftar hitam ini hanya dikenakan kepada Penyedia apabila terjadi permasalahan dalam pelaksanaan kontrak (missal terjadi wanprestasi), namun ternyata sanksi daftar hitam ini juga dapat dikenakan pada saat tahapan proses pemilihan, yang akan saya sampaikan terkait dengan adanya pemalsuan dokumen penawaran. Kondisi yang terjadi saat ini masih banyak Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/PPK khususnya dalam pengadaan jasa konstruksi bahwa pemalsuan dokumen itu cukup dikenakan sanksi adminstratif saja yaitu berupa diguggurkan dan tidak perlu dilakukan pengusulan pencantuman daftar hitam. Apakah praktek ini sudah benar adanya dan sesuai dengan aturan?
Praktik Pada Proses Pemilihan
Sobat kredibel yang saya banggakan, saat ini untuk pekerjaan konstruksi diatur dalam Permen PUPR 14/2020 beserta lampiran (SDP) dan baru baru ini juga terbit Surat Edaran Menteri PUPR Nomor 22 Tahun 2020 yang konon katanya memperjelas Permen PUPR 14/2020. Saat ini kita pahami bersama bahwa masih dalam pandemi Covid-19 yang berakibat pada anggaran APBN/APBD yang direfokusing untuk sektor Kesehatan dan penanganan Covid-19, yang berdampak pada minimnya paket pekerjaan jasa konstruksi, dalam kondisi ini oknum-oknum Penyedia Jasa Konstruksi melakukan berbagai macam cara untuk bisa memenangkan tender pekerjaan konstruksi,dengan melegalkan cara-cara yang kurang baik salah satunya yaitu menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam dokumen Pemilihan.
Untuk pekerjaan konstruksi dokumen yang diminta diantaranya adalah Dokumen Kualifikasi maupun Dokumen Penawaran dan Dokumen Teknis. Dokumen Kualifiikasi ini terdiri dari lembar data kualifikasi, formulir isian kualifikasi, dokumen-dokumen kualifikasi perusahaan seperti izin usaha, SBU, IUJK, NIB, NPWP, akta pendirian,dan lain lain, sedangkan Dokumen Penawaran berupa jaminan, Surat Perjanjian KSO, sedangkan Dokumen Teknis berupa Metode Pelaksanaan Pekerjan, Daftar dan Bukti Perlatan Utama, Daftar, CV, SKA/SKT Personel Manajerial, RKK, dll.
Pada SDP khusunya dalam IKP A.Umum pada angka 4. Pelanggaran terhadap aturan pengadaan tertulis sebagai berikut:
4.1 Peserta dan pihak yang terkait dengan pengadaan ini berkewajiban untuk mematuhi aturan pengadaan dengan tidak melakukan tindakan sebagai berikut:
a.menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan;
b.berusaha mempengaruhi Pokja Pemilihan dalam bentuk dan cara apapun, untuk memenuhi keinginan peserta yang bertentangan dengan Dokumen Pemilihan dan/atau peraturan perundang-undangan;
c.terindikasi melakukan persekongkolan dengan peserta lain untuk mengatur harga penawaran;
d.terindikasi melakukan KKN dalam proses pemilihan; atau
e.mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Pokja
4.2 Peserta yang terbukti melakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada angka 4.1 dikenakan sanksi sebagai berikut:
a. sanksi administratif, seperti digugurkan dari proses pemilihan atau pembatalan penetapan pemenang; dan/atau
b.sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam.
Dari ketentuan pada angka 4.1 huruf a. menyebutkan dengan jelas bahwa penyedia tidak boleh melakukan Tindakan menyampaikan dokumen atau keterangan palsu /tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan, sedangkan pada angka 4.2 menyebutkan bahwa apabila melakukan Tindakan pada angka 4.1 dikenakan sanksi administratif dan atau sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam.
Konstruksi Pemikiran dan Pemahaman
Pemahaman yang terbangun diantara Pokja Pemilihan/Pejebat Pengadaan/PPK ini masih berbeda-beda, ada yang mengatakan bahwa terkait dengan penyampaian dokumen/keterangan palsu/tidak benar berdasarkan pasal 4.2 tersebut maka cukup diberikan sanksi administratif saja tidak perlu disanksi daftar hitam, namun ada Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/PPK yang juga mengenakan sanksi daftar hitam.
Bagaimana seharusnya menyikapi hal ini? mana yang harusnya dilakukan oleh Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/PPK bila diketahui ada penyampaian dokumen? keterangan palsu/tidak benar?
Berdasarkan IKP A. Umum angka 6. Peserta Pemilihan/Penyedia Yang Dikenakan Sanksi Daftar Hitam huruf a. tertulis sebagai berikut:
Sanksi daftar hitam dikenakan kepada peserta pemilihan/Penyedia apabila:
a.peserta pemilihan menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan;
Dari ketentuan tersebut maka sudah jelas bahwa terkait dengan pelanggaran menyempaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak benar selain diberikan sanksi administratif juga dikenakan pula sanksi daftar hitam.
Kewajiban Mengusulkan Pengenaan Sanksi
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/PPK wajib hukumnya menyampaikan usulan pengenaan sanksi daftar hitam kepada PA/KPA?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita lihat lagi ketentuan pada Perlem LKPP Nomor 17/2018 sebagai berikut:
Terkait dengan pelanggaran peserta/penyedia yang menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak benar Pada BAB III Pasal 3 huruf a menyebutkan sebagai berikut:
Pasal 3
Sanksi daftar hitam diberikan kepada peserta pemilihan /Penyedia apabila :
a. peserta pemilihan menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan;
dari ketentuan tersebut jelas bahwa perbuat penyedia yang menyampaikan dokumen atau keterangan palsu /tidak benar untuk memenuhi persyarat yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan dikenakan sanksi Daftar Hitam sebagaimana diatur dalam Perpres 16/2018, Permen PUPR 14/2020 dan berikut lampiran SDPnya.
Pasal 7 ayat (1) menegaskan bahwa Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan mengusulkan kepada PA/KPA bila ada perbuat penyedia sebagaimana Pasal 3 huruf a sebagai berikut:
Pasal 7
(1) Pemberian Sanksi Daftar Hitam terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d ditetapkan oleh PA/KPA atas usulan Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan.
Tata cara Penetapan Sanksi Daftar Hitam diatur pada Pasal 8, sedangkan pengusulannya diatur pada Pasal 9 ayat (1) sampai dengan ayat (5) dan Pasal 10 ayat (1) sampai dengan (5)
Pasal 9
(1) Dalam hal PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/ Agen Pengadaan mengetahui/menemukan adanya perbuatan Peserta pemilihan /Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 maka PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan melakukan pemeriksaan dengan cara:
a. penelitian dokumen; dan
b. klarifikasi dengan mengundang pihak terkait, antara lain:
1) peserta pemilihan/Penyedia; dan/atau
2) pihak lain yang dianggap perlu.
(2) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang ditandatangani oleh PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan, peserta pemilihan /Penyedia dan/atau pihak lain yang dianggap perlu sebagai saksi.
(3) Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a.hari/tanggal;
b.identitas para pihak;
c.keterangan para pihak;
d.kesimpulan pemeriksaan; dan
e.tanda tangan para pihak.
(4) Dalam hal peserta pemilihan/Penyedia/pihak lain pada pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak hadir atau hadir tetapi tidak bersedia menandatangani Berita Acara Pemeriksaan, Berita Acara Pemeriksaan cukup ditandatangani oleh PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan.
(5) Dalam hal PA/KPA merangkap sebagai PPK, pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh PA/KPA.
Dalam ketentuan Pasal 9, misalnya penyampaian dokumen/ atau keterangan palsu itu ditemukan pada saat Pokja Pemilihan dalam tahapan evaluasi, maka pokja melakukan pula selain klarifikasi juga membuat Berita Acara Pemeriksaan pada saat klarifikasi, misalnya contohnya disinyalir dan diidentifikasi bahwa ada oknum Peserta /Penyedia Jasa Konstruksi yang menyampaikan bukti kepemilikan alat berupa faktur pembelian alat yang diindikasikan dokumen/keterangan yang palsu/tidak benar, maka Pokja Pemilihan akan melakukan klarifikasi kepada penerbit faktur tersebut, dan meminta keterangan/penjelasan terkait dengan dokumen tersebut, dan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan.
Selanjutnya pada Pasal 10 menentukan kapan PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan menyampaikan usulan penetapan sanksi daftar hitam kepada PA/KPA?
Pasal 10
(1) PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan menyampaikan usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam kepada PA/KPA paling lambat 3 (tiga) hari setelah Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) ditandatangani.
(2) Pokja Pemilihan menyampaikan usulan penetapan sanksi daftar hitam dalam proses katalog kepada Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah paling lambat 3 (tiga) hari setelah Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) ditandatangani.
(3) Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diganti dengan dokumen/ bukti lain yang dianggap cukup untuk menjadi dasar usulan.
(4) Usulan PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling sedikit memuat:
a.identitas Peserta pemilihan /Penyedia;
b.data paket pekerjaan;
c.perbuatan/tindakan yang dilakukan peserta pemilihan/Penyedia;
d.Berita Acara Pemeriksaan atau dokumen/bukti lain; dan
e.bukti pendukung (surat pemutusan kontrak, foto, rekaman, dan lain- lain).
(5) Format surat usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Lembaga ini
Berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (1) PPK/Pokja Pemilihan/ Pejabat Pengadaan/ Agen Pengadaan menyampaikan usulan penetapan sanksi daftar hitam kepada PA/KPA paling lambat 3 (tiga) hari setelah Berita Acara Pemeriksaan ditandatangani.
Bagaimana bila mereka tidak menyampaikan usulan penetapan sanksi daftar hitam kepada PA/KPA, atau apabila lebih dari 3 (tiga) hari setelah Berita Acara Pemeriksaan itu ditandatangani tidak menyampaikan kepada PA/KPA? Apakah ada konsekuensinya?
Persoalan ini terjawab pada ketentuan Pasal 25 sebagai berikut:
Pasal 25
(1) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), Pasal 10 ayat (2), atau Pasal 11 ayat (1) terlampaui, PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/ Agen Pengadaan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pada ketentuan tersebut jelas tertuang bahwa dalam hal jangka waktu 3 hari tersebut PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan telah terlampai dan tidak mengusulkan pada PA/KPA maka dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penutup
Sobat Kredibel, berdasarkan uraian tersebut maka dalam pelaksanaan ketugasan baik sebagai PPK/Pokja Pemilihan/Pejebat Pengadaan kita bersama perlu lebih cermat lagi dalam membaca dan memahami peraturan terkait dengan ketugasan kita sebagai Pelaku Pengadaan, jangan sampai kita menjadi Sobat Ambyar, bila kita lalai melakukan ketugasan kita.
Pertanyaan reflektifnya adalah ”apakah kita berani menyikapi secara bijaksana dalam hal melaksanakan ketugasan kita bila menghadapi kasus penyedia/peserta pemilihan yang menyampaikan dokumen /keterangan palsu/ tidak benar, apakah pengusulan daftar hitam ini memberikan mannfaat atau malah mendatangkan petaka?
Salam sehat dan salam pengadaan.
Wonosari, 10 November 2020
Tomy Darlinanto,SH, M.Hum
Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Muda
Tentang Penulis :
|
terimakasih pak Christian, sudah ditayangkan disini
apakah pengusulan daftar hitam dapat dilakukan setelah proses tender selesai? peserta telah digugurkan dengan alasan dokumen tidak sesuai dan pokja sudah mendapat klarifikasi dari pihak ke 3 namun klarifikasi ulang ke penyedia tidak dilakukan