Statistik Kebudayaan 2016
Statistik Kebudayaan 2016

Rasa Cinta dan Keberlanjutan Budaya Nasional

Pada era teknologi informasi juga merubah pola berinteraksi antar manusia, dahulu dalam mengirimkan surat kita lebih umum menggunakan surat secara tradisional melalui penggunaan kertas dengan jasa kantor pos, pada kegiatan ini lumrah terdapat penggunaan kertas, alat tulis, lem, amplop, dan perangko untuk dokumen tersebut dapat dikirimkan oleh jasa kantor pos dan memakan waktu hingga 3 hari bahkan lebih agar surat tersebut dapat mencapai tujuan, hal ini berubah dengan adanya surat elektronik (surel) atau lebih dikenal dengan istiilah asing electronic mail (email) yang hanya memakan waktu sekejap ketika tombol kirim di klik melalui perangkat pengguna.

Punahnya 11 Bahasa Daerah di Indonesia sebagaimana disampaikan oleh Kepala Bidang Perlindungan Pusat Pengembangan dan Perlindungan Badan Bahasa Jakarta Ganjar Harimansyah, dan fakta oleh UNESCO pada tahun 2009 terdapat2500 bahasa di dunia terancam punah, dan fakta bahwa 200 bahasa telah punah dalam 30 tahun terakhir. (Kompas.com dengan judul “11 Bahasa Daerah di Indonesia Dinyatakan Punah, Apa Saja?”, https://regional.kompas.com/read/2018/02/10/18293411/11-bahasa-daerah-di-indonesia-dinyatakan-punah-apa-saja.).

Bahwa keseluruhan perubahan budaya sebagaimana disebutkan singkat diatas merupakan proses sosial sebagai dampak globalisasi, konsep diri sebuah masyarakat budaya secara makro dapat berubah apabila pada sosialisasi sebagai bentuk interaksi dapat mencakup banyak individu sebagai akibat berhubungan dari orang lain. Konsep ini disebut looking glass self dimana secara konstruktif kita telah melihat konstruksi sosial yang dominan akan mempengaruhi interaksi sosial pada kebudayaan yang kurang dominan. Budaya dapat dipertahankan, budaya dapat berubah, dan Secara ekstrim bahkan budaya dapat hilang.

Menurut saya cara untuk membuat rasa cinta terhadap budaya kita sendiri tumbuh dan dapat dipertahankan adalah melakukan konstruksi sosial untuk membuat budaya kita menjadi lebih dominan.

Upaya negara untuk membuat budaya kita menjadi lebih dominan melalui Kementerian dan Kebudayaan dapat dilihat dari visi dan misi Kemendikbud sebagai berikut :

Visi : “Terbentuknya Insan serta Ekosistem Pendidikan dan Kebudayaan yang Berkarakter dengan Berlandaskan Gotong Royong”

Misi :

  1. Mewujudkan Pelaku Pendidikan dan Kebudayaan yang Kuat
  2. Mewujudkan Akses yang Meluas, Merata, dan Berkeadilan
  3. Mewujudkan Pembelajaran yang Bermutu
  4. Mewujudkan Pelestarian Kebudayaan dan Pengembangan Bahasa
  5. Mewujudkan Penguatan Tata Kelola serta Peningkatan Efektivitas Birokrasi dan Pelibatan Publik

Visi dan misi tersebut dituangkan sebagai tujuan strategis sebagai berikut :

  1. Penguatan Peran Siswa, Guru, Tenaga Kependidikan, Orang tua, dan Aparatur Institusi Pendidikan dalam Ekosistem Pendidikan
  2. Pemberdayaan Pelaku Budaya dalam Melestarikan Kebudayaan
  3. Peningkatan Akses PAUD, Dikdas, Dikmen, Dikmas, dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
  4. Peningkatan Mutu dan Relevansi Pembelajaran yang Berorientasi pada Pembentukan Karakter
  5. Peningkatan Jati Diri Bangsa melalui Pelestarian dan Diplomasi Kebudayaan serta Pemakaian Bahasa sebagai Pengantar Pendidikan
  6. Peningkatan Sistem Tata Kelola yang Transparan dan Akuntabel dengan Melibatkan Publik

Salah satu upaya untuk peningkatan jati diri bangsa melalui pelestarian dan diplomasi kebudayaan, pemberdayaan pelaku budaya, dan lainnya dalam melestarikan kebudayaan, terdapat peningkatan sebagaimana publikasi Statistik Kebudayaan 2016 yang merupakan rilis Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan 2016. Terdapat peningkatan signifikan sebagai berikut :

  1. Tercatat hingga 2016 seluruh Indonesia terdapat 979 cagar budaya, 434 museum, dan warisan budaya bukan benda (intangible) sebanyak 6.328.
  2. Warisan budaya bukan benda ini berbentuk:
    1. adat istiadat masyarakat, ritus, dan perayaan
    2. kemahiran dan kerajinan tradisional
    3. pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam semesta
    4. seni pertunjukan
    5. tradisi dan ekspresi lisan
  3. Warisan budaya bukan benda ini memiliki perkembangan pertumbuhan sebagai berikut :
    Statistik Kebudayaan 2016
    Statistik Kebudayaan 2016

     

  4. Berdasarkan data tersebut diatas terdapat peningkatan dari 2009-2010 hingga 2015 sebanyak 463%

Bahwa Pemerintah secara nasional telah berupaya cukup baik untuk meningkatkan warisan budaya bukan benda dengan baik, namun Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sebagai penyelenggara negara tidak dapat bergerak sendiri dan perlu dukungan partisipasi masyarakat, khususnya generasi muda sehingga Pemerintah yang telah berupaya baik pada tatanan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah perlu melakukan penyelenggaraan kegiatan yang dapat menarik minat bagi kalangan generasi muda.

Menurut saya sebagai generasi muda, Generasi muda perlu lebih mengenali warisan kebudayaan tak berwujud meliputi : adat istiadat masyarakat, ritus, dan perayaan, kemahiran dan kerajinan tradisional, pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam semesta, seni pertunjukan, dan tradisi dan ekspresi lisan. Beberapa tulisan terkait penguatan kebudayaan lokal yang menjadi referensi menunjukkan beberapa hal penting sebagai berikut :

  1. Warga baru melaksanakan partisipasi melestarikan budaya lokal bila digerakkan oleh Pemerintah (Strategi Kelurahan Genteng Menumbuhkan Partisipasi Warga Melestarikan Budaya Lokal di Kampung Ketandan Kota Surabaya, Adinta Ragil Sabdorini dan Harmanto, diterbitkan melalui Kajian Moral dan Kewarganegaraan Volume 5 Nomor 3 Jilid I Tahun 2017)
  2. Pada tulisan nomor 1 diatas, disebutkan bahwa strategi yang dilakukan adalah mengaktifkan Karang Taruna serta merombak kepengurusan RW dan RT dengan memilih pengurus dari kalangan muda yang sadar budaya, melakukan pendekatan dan sosialisasi kepada warga tentang tujuan pembentukan kampung budaya Ketandan, dan Membuat program kegiatan pelestarian budaya lokal berupa pelatihan kesenian daerah, ekonomi kreatif warga, dan budaya lokal Surabaya lokal lainnya.
  3. Sepengetahuan saya, pola pelaksanaan kegiatan seperti pada disebutkan nomor 1 dan nomor 2 diatas di Surabaya juga turut dilakukan di Daerah lainnya. Kegiatan bercorak memperkuat kebudayaan lokal ini umum dilakukan pada Kabupaten di Provinsi, dan biasanya dilakukan pada peringatan ulang tahun pembentukan Kabupaten sebagai Daerah Otonom.
  4. Pada Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Utara dilaksanakan Irau (http://kaltim.tribunnews.com/2018/10/16/video-meriahnya-pembukaan-festival-irau-ke-9-di-kabupaten-malinau), pada Kabupaten Kutai Kartanegara terdapat festival serupa yang disebut dengan Festival Erau, dan di Kabupaten Kutai Barat dilaksanakan Karnaval Budaya Sendawar sebagai bagian dari festival Budaya Dahau.
  5. Dalam festival Dahau dilakukan juga lomba olahraga tradisional , musik, dan busana.
  6. Pada bagian dari festival budaya Dahau Kabupaten Kutai Barat terdapat beberapa lomba kreasi lokal untuk pakaian bercorak kebudayaan yang dikemas dalam pagelaran budaya (fashion show), acara ini dilakukan setiap tahun.

Dalam salah satu pengalaman saya mengikuti benchmarking di Kabupaten Kulonprogo provinsi D.I Yogyakarta, salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran akan budaya adalah adanya program dari Pemerintah daerah yang diinisiasi Bupati Kulonprogo dr. Hasto sebagaimana telah dilaksanakan pada artikel berikut https://news.detik.com/berita/3102521/batik-motif-geblek-renteng-dan-bela-beli-kulonprogo-ala-bupati-hasto.

Serupa dengan strategi tersebut, Kabupaten Kutai Barat menggunakan strategi yang sama dengan pemanfaatan corak batik Geblek Renteng, strategi pemanfaatan untuk menggunakan di Sekolah dan seragam PNS ini telah diterapkan di Kabupaten Kutai Barat sejak tahun 2017 silam, bahkan pada taraf seluruh dekorasi pada acara protokoler kepemerintahan corak Ulap Doyo khas Kutai Barat telah digunakan untuk hiasan dekorasi hingga taplak meja.

Serupa dengan Kulonprogo dan daerah lainnya, pada tingkat usia pendidikan sekolah dasar program sehari berbudaya yang mendorong partisipasi aktif masyarakat untuk mengenakan seragam bercorak budaya sehingga sejak dini (http://kabarkubar.com/sehari-berbudaya-pelajar-akan-kenakan-pakaian-adat-sekali-sebulan-di-2019/)

Pengembangan busana bercorak kedaerahan ini tidak hanya dilaksanakan pada Corak tenun Ulap Doyo saja, corak lain seperti Sulam Tumpar dan Badong Tancep pun mulai dipopulerkan dalam berbagai kesempatan di Kabupaten Kutai Barat, mulai pada pagelaran busana tahunan, lomba kreasi busana kreatif kedaerahan anak-anak hingga remaja yang mulai digalakkan oleh Dewan Kerajinan Nasional (Dekranasda) Kutai Barat. Selain mendaftarkan sebagai kekayaan intelektual atas corak-corak kedaerahan tersebut pada Kementerian terkait, untuk melakukan “moderenisasi” corak busana daerah dilakukan pagelaran busana The Beauty of West Kutai yang merupakan pagelaran promosi busana skala nasional sebagaimana diberitakan berikut : https://swa.co.id/swa/trends/menggali-potensi-wisata-kalimantan-timur-di-ajang-the-beauty-of-west-kutai, https://www.antaranews.com/berita/754518/dekranasda-kutai-barat-gelar-pagelaran-seni-dan-busana-khas-kutai-barat

Dalam kapasitas saya sebagai salah satu unsur birokrasi, saya telah berkoordinasi kepada unsur Dinas Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah untuk mendata kesiapan pengerajin kerajinan tangan lokal, pengerajin kain corak kedarahan seperti tenun doyo, sulam tumpar, dan Badong Tancep untuk dapat dijadikan sebagai komoditas kedaerahan untuk dapat dimasukkan kedalam komoditas lokal katalog lokal pada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Pengupayaan pengembangan katalog elektronik lokal ini telah saya inisiasi sejak 25 April 2018 dengan kapasitas saya sebagai konseptor Surat Permohonan Kerjasama Pengembangan Katalog Elektronik Lokal Pemerintah Kabupaten Kutai Barat Nomor 027/1553/PBJ-TU.P/2018 kepada LKPP di Jakarta, yang mana bila pengembangan ini terlaksana maka komoditas kedaerahan dapat diperjual-belikan dengan transaksi skala nasional pada kalangan Pemerintah secara elektronik, mengembangkan pasar jual-beli yang selama ini masih dilakukan secara tradisional.

Memanfaatkan budaya konsumerisme, maka momentum modernisasi ini bukanlah hal yang bertentangan, melainkan akan semakin memperkuat posisi komoditas lokal berupa kerajinan dan tenunan bahan busana yang telah saya sebutkan diatas. Kerajinan yang telah memiliki Hak Kekayaan Intelektual ini tidak akan bernilai bila tidak dapat memasuki pasar dan memiliki nilai pada ekosistem. Sehingga usulan untuk melaksanakan modernisasi pengadaan dengan katalog lokal yang telah saya inisiasi mendapat persetujuan dari Bupati Kutai Barat, dan saat ini sedang berproses pada LKPP di Jakarta.

Upaya ini bertujuan untuk membentuk pasar yang sekiranya dapat mendorong modernisasi ekosistem, ketika akses komoditas lokal telah masuk dalam ekosistem yang sudah dimodernisasi, maka minat terhadap sebuah produk/jasa dapat ditingkatkan, salah satu model bisnis yang sudah sukses mengalami modernisasi adalah model transportasi ojek online. Ketika ekosistem terbentuk dalam manifestasi pasar yang telah tersedia, maka masyarakat akan berminat untuk berpartisipasi secara aktif, dengan demikian telah terjadi penguatan daya tahan budaya lokal dalam menghadapi arus globalisasi secara kolaboratif, hal ini dalam konteks katalog elektronik lokal memiliki potensi untuk membuka pada pasar potensial yang relatif cukup besar mengingat belanja pemerintah melalui pengadaan barang/jasa cukup besar, apabila modernisasi ini terlaksana, maka pengerajin lokal memiliki kesempatan berkembang lebih besar hingga skala nasional.

Upaya kolaboratif ini tidak bisa dilakukan sendirian oleh Pemerintah, dan dampaknya masih kecil mengingat banyak hal yang masih perlu dilakukan, namun bila menimbang kembali kilas balik pemanfaatan kebudayaan pada Kabupaten Kutai Barat sejak otonom, telah terdapat peningkatan yang cukup signifikan untuk menarik minat para generasi muda atas kebudayaan di Kabupaten Kutai Barat, bercermin dari pengalaman Kabupaten Kulonprogo yang telah lebih dulu sukses dalam menggiatkan hal ini dan keberhasilan program Kampung Ketandan di Kota Surabaya, menurut saya pola yang sama ini dapat diterapkan di berbagai daerah secara serentak untuk memperoleh dampak yang lebih kuat lagi dengan memanfaatkan daya ungkit efek pengganda.

Demikian pendapat saya. Atas segala kekurangan nya saya mohon maaf dan atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

 

Sebelumnya Eksistensi Keragaman Indonesia di Mata Dunia
Selanjutnya Sumber Hukum dari Hukum Telematika (Cyber Law)

Cek Juga

Belajar sebagai sebuah kebutuhan

  Walau sudah tau pengumuman nilai tanggal 16 ini, tapi saya sesekali nengok aplikasi untuk ...

Punya pendapat terkait artikel ini? mohon berkenan berdiskusi, terima kasih

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Open chat
1
Hubungi saya
Halo, apa yang bisa saya bantu?
%d blogger menyukai ini: