Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018
Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, khususnya berkaitan dengan Pasal 5 huruf a menarasikan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa meliputi meningkatkan kualitas perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dengan demikian peningkatan kualitas Perencanaan Pengadaan menjadi salah satu focal point dari Pengaturan pada proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, bahkan terdapat Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa yang secara khusus membahas tentang Perencanaan Pengadaan, yaitu Peraturan LKPP Nomor 7 tahun 2018 tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Perbedaan Perpres 16/2018 dengan Perpres 54/2010
Dengan adanya perubahan pasca terbitnya Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres 16/2018) diperlukan perombakan pola pikir yang berbeda dalam melakukan pengelolaan pengadaan barang/jasa, apabila merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang terakhir kali dirubah melalui Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres 54/2010) kita hanya menemui pengaturan tentang prinsip-prinsip pengadaan (pasal 5), Etika Pengadaan (Pasal 6), dan kemudian pada Pasal 7 membahas tentang Organisasi Pengadaan, pendekatan berbeda pada Perpres 16/2018 dimana kebijakan pengadaan menjadi hal yang diatur dalam Pasal 5, dilanjutkan dengan prinsip pengadaan pada Pasal 6 Perpres 16/2018 yang secara substansi masih serupa dengan Pasal 5 Perpres 54/2010.
Sedangkan untuk hal yang masih serupa dengan Perpres 54/2010 berikutnya adalah Etika Pengadaan Barang/Jasa yang diatur dalam Pasal 7 Perpres 16/2018.
Susunan awal Perpres 16/2018 tidak hanya membicarakan Prinsip-prinsip pengadaan dan etika pengadaan semata, namun juga terdapat Tujuan Pengadaan Barang/Jasa yang diatur dalam Pasal 4 dan Kebijakan yang diatur dalam Pasal 5, tentunya kedua pasal tersebut tidak hanya sekedar tertulis sebagai kaidah normatif semata namun juga perlu diresapi dengan baik mengingat pelaku pengadaan barang/jasa pemerintah akan menghadapi dinamika lingkungan kerja yang tidak statis dan senantiasa berpedoman dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kebijakan Pengadaan
Dalam bagian “Kebijakan” ini disebutkan “peningkatan kualitas Perencanaan Pengadaan” yang tentunya dilakukan oleh Pelaku Pengadaan. Pelaku pengadaan barang/jasa pemerintah dalam pelaksanaan tugasnya tidak hanya sekedar berpegangan dengan Perpres 16/2018, dalam pelaksanaan tugasnya akan berhadapan dengan sekian banyak Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa yang merupakan peraturan khusus yang menjabarkan rincian pelaksanaan.
Peraturan Khusus ini meluputi namun tidak terbatas pada Peraturan dari Menteri terkait yang saling berhubungan satu sama lainnya seperti :
- Peraturan Menteri Keuangan,
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,
- Peraturan Menteri Dalam Negeri,
- Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan,
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan
- lain-lain
sehingga tidaklah mengherankan apabila Pasal 4 yang berbicara Tujuan dan Pasal 5 yang berbicara Kebijakan dihadirkan dalam Perpres 16/2018 terutama bila kita memperhatikan pada bagian “mengingat” angka 3 mencantumkan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU 30/2014) dalam hal ini Perpres 16/2018 menyadari betul Proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagai rangkaian kegiatan yang dinamis di tengah-tengah “lautan” peraturan perundang-undangan di Republik Indonesia yang akan lebih banyak hal-hal yang belum diatur ketimbang hal-hal yang sudah diatur dalam peraturan sehingga diperlukan optimasi terhadap pilihan-pilihan terbaik atas hal-hal bersifat kritis yang perlu di identifikasi berdasarkan sifat pekerjaan masing-masing, sehingga sangat wajar apabila pengelola pengadaan barang/jasa akan bertindak atas Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) sebagaimana diatur dalam UU 30/2014 dengan tetap berlandaskan pada Tujuan dan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Perencanaan Pengadaan dimulai dari Identifikasi Kebutuhan yang merupakan titik Permulaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Manajemen Risiko
Identifikasi ini yang perlu dilakukan sejak dini, oleh karena perlu dilakukan sejak dini maka hal ini disebut sebagai mitigasi yang merupakan bagian dari tata kelola manajemen risiko atau sering dikenal dengan istilah Risk Management yang domain pedoman nya diatur dalam standar ISO 31000:2014 Risk Management, dalam hal ini Perpres 16/2018 memiliki fleksibilitas dalam implementasi nya dikarenakan keberadaan tujuan dan kebijakan yang selaras dengan dinamika pengelolaan yang bersifat praktis dan telah sesuai dengan praktik-praktik yang umum dikenal luas. Salah satu kaidah yang diatur dalam Perpres 16/2018 yang menghasilkan perubahan budaya kerja dan pendekatan yang berbeda adalah adanya pengaturan-pengaturan strategis yang dapat dioptimalkan oleh pihak-pihak terkait. Khususnya bila memperhatikan salah satu aspek kebijakan yang diharapkan dapat menjadi daya ungkit (leverage) untuk meningkatkan kinerja instansi Pemerintahan dalam merespon kebutuhan masyarakat sebagai stakeholders utama.
Beberapa peran strategis tersebut salah satunya diberikan kepada Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (UKPBJ) sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres 16/2018) yang menjadi sorotan pada menjelang tahun anggaran dimulai berada dalam Pasal 75 ayat (2) huruf a dan huruf d, hal ini bukan berarti tugas dan fungsi lainnya seperti pengelolaan layanan pengadaan secara elektronik, pembinaan sumber daya manusia dan kelembagaan pengadaan barang/jasa, dan pelaksanaan tugas lain menjadi tidak penting dikarenakan seluruh tugas dan fungsi UKPBJ yang diatur dalam Perpres 16/18 tersebut merupakan hal yang harus dilakukan secara berkelanjutan.
Peran Stratetegis UKPBJ dalam Perencanaan
Pengelolaan pengadaan barang/jasa dan pelaksanaan pendampingan, konsultasi, dan/atau Bimbingan teknis menjadi meningkat unsur strategis pada saat menjelang tahun anggaran dimulai karena berkaitan dengan siklus pengadaan barang/jasa yang dimulai pada saat perencanaan pengadaan. Merujuk pada Pasal 18 Perpres 18/2016 perencanaan pengadaan meliputi identifikasi kebutuhan, penetapan barang/jasa, cara, jadwal, dan anggaran pengadaan barang/jasa, dalam kaitan manajemen atau pengelolaan yang siklus nya dimulai dari perencanaan maka sudah semestinya para pelaku pengadaan pada Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah memandang Rencana Umum Pengadaan sebagai sebuah aktifitas yang strategis dan bukan lagi sekedar formalitas semata terutama bila kita merujuk kembali salah satu aspek kebijakan yang diatur dalam Pasal 5 huruf a Perpres 16/2018, yaitu “meningkatkan kualitas perencanaan pengadaan barang/jasa”.
Rencana Umum Pengadaan dulu dan idealnya
Adalah tidak mungkin dalam sebuah aturan untuk mengatur secara kaku tentang apa saja yang harus dilakukan secara tahap demi tahap mengingat setiap Organisasi memiliki tantangan dan potensi hambatan masing-masing maka dalam unsur kebijakan dalam Perpres 16/2018 telah diberikan peluang pengambilan kebijakan untuk meningkatkan kualitas perencanaan pengadaan barang/jasa. Salah satu cara untuk melakukan peningkatan kualitas perencanaan adalah dengan memanfaatkan Rencana Umum Pengadaan. Berbicara terkait Rencana Umum Pengadaan (RUP) dan pengumumannya pada Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) prakteknya menjadi sesuatu yang masih dilakukan secara formal semata hingga berakhirnya Perpres 54/2010.
Maka tak heran saat ini sangatlah umum bila kita melihat Rencana Umum Pengadaan (RUP) baru diumumkan pada Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) menjelang proses pemilihan penyedia baru akan dilakukan semata, padahal secara normatif pengumuman RUP ini telah dijelaskan secara spesifik untuk segera dilaksanakan pada saat dilaksanakan sejak Perubahan kedua Perpres 54/2010 yaitu Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tepatnya pada Pasal 25 yang menyebutkan setelah Rencana Kerja Dan Anggaran disetujui oleh DPR untuk pengadaan yang bersumber dari APBN. Sedangkan untuk pengadaan yang bersumber dari APBD diumumkan setelah Rencana Keuangan Tahunan Pemerintah Daerah dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD.
Ketentuan ini sebenarnya tidaklah dirubah dalam Perpres 16/2018 sebagaimana tertera dalam Pasal 22 dan sebenarnya bukanlah hal yang benar-benar baru, yang dirasa masih baru adalah pelaksanaan kewajibannya yang dilakukan secara mandatory oleh Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE). Namun Praktek pelaksanaannya menurut pengamatan penulis masih belum juga sepenuhnya dilakukan sebagaimana diamanatkan, hal ini sungguh disayangkan mengingat peningkatan kualitas perencanaan pengadaan barang/jasa salah satunya dapat dilakukan dengan di mulai dari RUP dan SiRUP yang secara tidak langsung berhubungan dengan kegiatan pelaksanaan kontrak, baik kontrak swakelola maupun kontrak penyedia.
Perencanaan Pengadaan dan SiRUP
Aspek yang terdapat dan perlu disusun pada RUP sebenarnya dapat “mendorong” perencanaan pengelolaan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah yang lebih baik, dalam hal ini kewajiban pengisian RUP pada SiRUP mendorong penyusunan cara pengadaan yang baik, penyusunan spesifikasi, perkiraan harga dalam hal pagu anggaran, sounding pasar, dan memunculkan hal-hal yang harus disusun dalam rancangan kontrak, keseluruhannya mendorong keberhasilan pengadaan barang/jasa pemerintah. Pada prinsipnya pengumuman dari RUP sendiri semakin awal dilakukan pun mendorong keberhasilan pengadaan sehingga proses pengadaan barang/jasa pemerintah tidak terlambat, memastikan dapat dilaksanakannya pemilihan penyedia dan pencatatan kontrak secara elektronik, memberikan jarak waktu yang cukup bagi para pelaku usaha dan memberikan ruang waktu yang cukup bagi pelaksana pengadaan barang/jasa pemerintah untuk mengantisipasi dan melakukan persiapan pengadaan barang/jasa pemerintah, mendorong terbukanya informasi dan memenuhi aspek prinsip keterbukaan informasi pengadaan barang/jasa sekaligus memperkecil pengaduan masyarakat dan pengaduan hukum, dan terhindar dari sanksi administratif sesuai pasal 82 Perpres 16/2018.
Kesimpulan
Pengumuman RUP dan perencanaan Pengadaan yang baik sebenarnya merupakan hal yang berkaitan satu sama lainnya dengan aspek kebijakan untuk mendorong Perencanaan Pengadaan yang lebih baik. Identifikasi Kebutuhan yang berujung pada penetapan prioritas penganggaran perlu ditindaklanjuti dengan penyusunan Perencanaan yang baik dan diumumkan dalam SiRUP yang perlu diumumkan jauh-jauh hari sehingga dapat menunjang proses Pelaksanaan Pengadaan yang baik.
Demikian yang dapat disampaikan, tetap semangat tetap sehat, dan salam pengadaan.
2 Komentar
Pingback: Cakupan Perencanaan Pengadaan - BUNGA RAMPAI PENGADAAN BARANG / JASA PEMERINTAH DAN KHAZANAH UMUM
Pingback: - Optimalisasi Pengadaan demi Memajukan Bangsa