Perlindungan anak dalam sektor ketenagakerjaan di Republik Indonesia tidak terlepas dari keberadaan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak (UU35/2014), dimana disebutkan dalam Pasal 76I berbunyi “Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan ekspoitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap anak” dan dilanjutkan dalam Pasal 88 yang terkait dengan pasal 76I mengganjar pelanggar ketentuan tersebut dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 88 sebelum dirubah perlu diketahui berbunyi “setiap orang yang mengekspoitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah). Pasal 66 semula berbunyi sebagai berikut :
Pasal 66
(1) Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
(2) Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui :
- penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;
- pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan
- pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan/atau seksual.
(3) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Bagian Penjelasan Pasal 66 menyebutkan bahwa Yang dimaksud dengan “dieksploitasi secara ekonomi” adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan Anak yang menjadi korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan Anak oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan materiil.
Yang dimaksud dengan “dieksploitasi secara seksual” adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari Anak untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan pencabulan.
Pada prinsipnya Undang-Undang Perlindungan Anak memastikan bahwa anak-anak dilindungi hak dan kewajibannya, pelanggaran berupa tindak pidana (srafbaar feit) yang melawan hukum dalam undang-undang dalam hal ini pelanggaran eksploitasi anak secara ekonomi dengan memanfaatkan fisik anak maupun seksual menjadi salah satu pasal pidana yang dicantumkan dalam UU 35/2014 ini. Hal ini dikarenakan UU 35/2014 memandang anak sebagai masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Menurut UU 35/2014 anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih di dalam kandungan
Eksploitasi anak secara ekonomi ini disetujui oleh Peraturan Ketenagakerjaan (lex specialis) yaitu Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dimana dalam Paragraf 2 diatur secara khusus tentang kedudukan Anak dalam ketenagakerjaan (UU 13/2003), dan selaras dengan UU Perlindungan Anak, pada Pasal 68 UU 13/2003 disebutkan bahwa “pengusaha dilarang memperkerjakan anak”. Namun terdapat pasal pengecualian pada UU 13/2003 yaitu Pada Pasal 69, Pasal 70 dan Pasal 71, dimana Pasal 70 merupakan aturan terkait ketenagakerjaan pada kurikulum yang memungkinkan anak bekerja sebagai bagian dalam pembelajaran seperti yang prakteknya berupa kegiatan Praktek Kerja Lapangan pada siswa/siswi Sekolah Menengah Kejuruan, pada Pasal 71 dibuka peluang bagi anak-anak yang memiliki bakat dan minat dengan persyaratan tertentu, dalam hal ini peluang ini dimungkinkan bagi anak-anak yang bergerak di bidang seni, telematika, dan lain-lain yang memang memungkinkan anak dengan bakat dan minat dapat melaksanakan sebuah pekerjaan.
Adapun pada Pasal 69 diatur ketentuan sebagai berikut :
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial.
(2) Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagai-mana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan :
- izin tertulis dari orang tua atau wali;
- perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
- waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
- dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
- keselamatan dan kesehatan kerja;
- adanya hubungan kerja yang jelas; dan
- menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, b, f, dan g dikecualikan bagi anak yang bekerja pada usaha keluarganya.
Ketentuan pengaturan lainnya terkait esploitasi anak diatur mulai pasal 72, pasal 73, Pasal 74, dan Pasal 75 dimana salah satu yang menjadi sorotan adalah pekerjaan terburuk yang diatur dalam pasal 74 yaitu :
(1) Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk.
(2) Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
- segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;
- segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;
- segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;dan/atau
- semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.
(3) Jenis-jenis pekerjaaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak sebagaimana di-maksud dalam ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pengaturan melalui Keputusan Menteri sebagai pelaskanaan Pasal 74 ayat (3) ditetapkan melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.235/MEN/2003 tentang Jenis-Jenis Pekerjaan yang membahayakan kesehatan keselamatan atau moral anak meliputi :
- Jenis Jenis Pekerjaan yang membahayakan kesehatan dan keselamatan anak
- Pekerjaan yang berhubungan dengan mesin, pesawat, instalasi, dan peralatan lainnya meliputi :
Pekerjaan pembuatan, perakitan/pemasangan, pengoperasian, perawatan dan perbaikan :
- Mesin-mesin
- mesin perkakas seperti: mesin bor, mesin gerinda, mesin potong, mesin bubut, mesin skrap;
- mesin produksi seperti: mesin rajut, mesin jahit, mesin tenun, mesin pak, mesin pengisi botol.
- Pesawat
- pesawat uap seperti: ketel uap, bejana uap;
- pesawat cairan panas seperti: pemanas air, pemanas oli;
- pesawat pendingin, pesawat pembangkit gas karbit;
- pesawat angkat dan angkut seperti: keran angkat, pita transport, ekskalator, gondola, forklift, loader;
- pesawat tenaga seperti: mesin diesel, turbin, motor bakar gas, pesawat pembangkit listrik.
- Alat berat seperti: traktor, pemecah batu, grader, pencampur aspal, mesin pancang.
- Instalasi seperti: instalasi pipa bertekanan, instalasi listrik, instalasi pemadam kebakaran, saluran listrik.
- Peralatan lainnya seperti: tanur, dapur peleburan, lift, perancah.
- Bejana tekan, botol baja, bejana penimbun, bejana pengangkut, dan sejenisnya.
- Pekerjaan yang dilakukan pada lingkungan kerja yang berbahaya yang meliputi :
- Pekerjaan yang mengandung Bahaya Fisik
- pekerjaan di bawah tanah, di bawah air atau dalam ruangan tertutup yang sempit dengan ventilasi yang terbatas (confined space) misalnya sumur, tangki;
- pekerjaan yang dilakukan pada tempat ketinggian lebih dari 2 meter;
- pekerjaan dengan menggunakan atau dalam lingkungan yang terdapat listrik bertegangan di atas 50 volt;
- pekerjaan yang menggunakan peralatan las listrik dan/atau gas;
- pekerjaan dalam lingkungan kerja dengan suhu dan kelembaban ekstrim atau kecepatan angin yang tinggi;
- pekerjaan dalam lingkungan kerja dengan tingkat kebisingan atau getaran yang melebihi nilai ambang batas (NAB);
- pekerjaan menangani, menyimpan, mengangkut dan menggunakan bahan radioaktif;
- pekerjaan yang menghasilkan atau dalam lingkungan kerja yang terdapat bahaya radiasi mengion;
- pekerjaan yang dilakukan dalam lingkungan kerja yang berdebu;
- pekerjaan yang dilakukan dan dapat menimbulkan bahaya listrik, kebakaran dan/atau peledakan.
- Pekerjaan yang mengandung Bahaya Fisik
- Pekerjaan yang mengandung Bahaya Kimia
- pekerjaan yang dilakukan dalam lingkungan kerja yang terdapat pajanan (exposure) bahan kimia berbahaya;
- pekerjaan dalam menangani, menyimpan, mengangkut dan menggunakan bahan-bahan kimia yang bersifat toksik, eksplosif, mudah terbakar, mudah menyala, oksidator, korosif, iritatif, karsinogenik, mutagenik dan/atau teratogenik;
- pekerjaan yang menggunakan asbes;
- pekerjaan yang menangani, menyimpan, menggunakan dan/atau mengangkut pestisida.
- Pekerjaan yang mengandung Bahaya Biologis
- pekerjaan yang terpajan dengan kuman, bakteri, virus, fungi, parasit dan sejenisnya, misalnya pekerjaan dalam lingkungan laboratorium klinik, penyamakan kulit, pencucian getah/karet;
- pekerjaan di tempat pemotongan, pemrosesan dan pengepakan daging hewan;
- pekerjaan yang dilakukan di perusahaan peternakan seperti memerah susu, memberi makan ternak dan membersihkan kandang;
- pekerjaan di dalam silo atau gudang penyimpanan hasil-hasil pertanian;
- pekerjaan penangkaran binatang buas.
- Pekerjaan yang mengandung sifat dan keadaan berbahaya tertentu:
- Pekerjaan konstruksi bangunan, jembatan, irigasi atau jalan.
- Pekerjaan yang dilakukan dalam perusahaan pengolahan kayu seperti penebangan, pengangkutan dan bongkar muat.
- Pekerjaan mengangkat dan mengangkut secara manual beban diatas 12 kg untuk anak laki-laki dan diatas 10 kg untuk anak perempuan.
- Pekerjaan dalam bangunan tempat kerja yang terkunci.
- Pekerjaan penangkapan ikan yang dilakukan di lepas pantai atau di perairan laut dalam.
- Pekerjaan yang dilakukan di daerah terisolir dan terpencil.
- Pekerjaan di kapal.
- Pekerjaan yang dilakukan dalam pembuangan dan pengolahan sampah atau daur ulang barang-barang bekas.
- Pekerjaan yang dilakukan antara pukul 18.00 – 06.00
- Jenis-Jenis Pekerjaan Yang Membahayakan Moral Anak
- Pekerjaan pada usaha bar, diskotik, karaoke, bola sodok, bioskop, panti pijat atau lokasi yang dapat dijadikan tempat prostitusi.
- Pekerjaan sebagai model untuk promosi minuman keras, obat perangsang seksualitas dan/atau rokok.
Sehingga berdasarkan segala jenis pengaturan yang diatur tersebut diatas maka kedudukan pekerja/buruh anak dalam sistem ketenagakerjaan di Indonesia selama tidak melanggar ketentuan-ketentuan diatas masih dapat diperkenankan, adapun sebenarnya menurut saya pribadi hampir tidak ada bidang kerja yang memungkinkan untuk dilaksanakan dengan ketentuan tersebut diatas, secara operasional dengan jumlah waktu kerja maksimum 3 jam sebagaimana diatur dalam pasal 69 ayat (2) dan beserta syarat-syarat lainnya saja sudah tidak layak bagi dunia usaha untuk melaksanakan pengupahan buruh sesuai standar pengupahan, dan konsekuensi pelanggaran Pasal 74 UU 13/2003 yang dituangkan dalam Pasal 183 dapat dikenakan ketentuan Pidana dengan uraian bunyi sebagai berikut :
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Dengan demikian tindak pidana yang diberikan sudah selaras satu sama lain, UU 35/2014 mengatur sanksi pidana yang dapat diberikan oleh pihak yang melakukan eksploitasi anak, dalam hal ini orang tua maupun pengusaha yang melanggar, selain itu dari UU 3/2013 Pengusaha yang melanggar dapat dipidanakan berdasarkan ketentuan pidana yang berlaku.
Besar kemungkinan karena desakan ekonomi maka anak dieksploitasi oleh orangtua nya sendiri atau lingkungannya dan dipekerjakan secara tidak layak oleh pengusaha secara tidak terikat dengan kejelasan (tidak ada hubungan kerja yang jelas) sehingga sangat sulit dari sisi hukum untuk memberlakukan Undang-Undang tersebut dikarenakan Pasal 69 ayat (2) mewajibkan seluruh ketentuan tersebut dipenuhi apabila Undang-Undang tersebut akan dipatuhi apabila pengusaha akan memperkerjakan anak-anak sebagai tenaga kerja, selain karena ketiadaan hubungan kerja, desakan ekonomi akan membuat pihak terkait untuk tutup mulut khususnya orang tua atau lingkungan sekitar yang memang mendorong anak-anaknya menjadi tenaga kerja, sehingga kedudukan anak sebagai tenaga kerja ketika pelaksanaannya memenuhi kaidah peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah legal dan sah secara hukum, namun pada praktiknya berdasarkan desakan yang berlaku dan sangat sulit bagi saya pribadi membayangkan pemenuhan atas ketentuan tersebut dan yang terjadi pada praktiknya lebih banyak ke penyimpangan, maka penyimpangan yang terjadi menjadikan anak-anak sebagai pihak yang lemah secara hukum, tidak terlindungi, dan cenderung tereksploitasi tanpa terlindungi sebaik dengan tenaga kerja dewasa.
,
Pada praktiknya menilik dari ketentuan pidana yang terdapat dalam kedua undang-undang tersebut, delik pidana sepengetahuan saya hanya dapat ditindaklanjuti apabila terdapat laporan atas suatu pelanggaran pidana, sehingga jumlah pekerja anak tidak dapat diminimalisir, khususnya memperhatikan desakan ekonomi yang ada di masyarakat, data dari publikasi Peta Jalan (Roadmap) menuju Indonesia Bebas Pekerja anak tahun 2022 menyebutkan bahwa : “Dari jumlah anak Indonesia yang berusia 5 – 17 tahun yaitu sekitar 58,8 juta, diperkirakan 4,05 juta atau 6,9 persen sebagai anak-anak yang bekerja. Dari total anak yang bekerja, terdapat 1,76 juta atau 43,3 persen adalah pekerja anak. Angka dari Survei Pekerja Anak (SPA) ini menunjukan adanya cakupan yang lebih luas karena mengakomodir anak berumur di bawah 10 tahun dan 15 – 17 tahun.Kalau dilihat dari Sakernas tahun 2009 yang mencakup anak 10 –14 tahun dengan perkirakan 2,3 juta anak dan hampir 7 persen darikelompok usia ini terlibat dalam pekerjaan. Anak-anak yangmenjadi pekerja anak memiliki rentanitas terhadap situasi yangmengganggu tumbuh kembang, sehingga harus dihapuskan sesuaidengan perundang-undangan.”
,
Masih adanya pekerja anak yang berada dalam situasi pekerja anak dan bentuk bentuk pekerjaan terburuk anak terlihat dari data yang dinarasikan dari publikasi Peta Jalan Menuju Indonesia Bebas Pekerja Anak Tahun 2022 adalah sebagai berikut : “Secara keseluruhan, 985.000 anak usia 5-14 tahun, atau 44 persen dari total pekerja anak, terkena kondisi berbahaya, seperti benda berbahaya, debu atau uap, dingin atau panas yang ekstrim, api dan gas, bahan kimia ketinggian berbahaya, serta mesin dan peralatan berbahaya. Paparan kondisi bahaya tampaknya tergantung pada sektor kerja anak-anak tersebut. Paparan tertinggi ada pada mereka yang bekerja di bidang pertanian dan manufaktur: sekitar satu dari dua anak di sektor ini terkena setidaknya satu kondisi berbahaya.” Lebih lanjut terkait rincian pekerjaan masih dalam publikasi yang sama dituliskan sebagai berikut : “Pekerjaan berbahaya di kalangan pekerja anak penting untuk menjadi perhatian khusus. Pada kenyataannya, kebanyakan pekerja anak usia 5 – 14 tahun – lebih dari 985.000 anak secara absolut atau hampir separuh dari seluruh pekerja anak dalam kelompok usia ini – terkena setidaknya satu dari beberapa kondisi berbahaya yang meliputi ledakan (3.148), gelap dan ruang tertutup (8.572), kurang ventilasi udara (19.399), membawa beban berat (31.467), ketinggian (3.246), bahan kimia (34.246), lantai bawah tanah (36.037), api dan gas (115.943), suara dan getaran keras (128.760), beban berat (134.451), dalam air seperti danau sungai dan laut (185.831), suhu dingin yang ekstrim (353.526), debu dan batu (449.541), dan bahan berbahaya (452.658).
,
Yang menjadi sorotan adalah tingginya paparan benda-benda berbahaya (menimpa 452.658 anak), debu atau uap (449.541 anak), dan dingin atau ekstrim panas (353.526 anak) adalah bahaya yang paling umum. Kelompok pekerja anak usia ini yang terkena bahaya serius lainnya, seperti api dan gas (115.943 anak), bahan kimia (34.246 anak), ketinggian yang berbahaya (32.246 anak), serta membawa beban berat (31.467 anak).”
,
Berdasarkan paparan data tersebut diatas maka teruji secara umum yang telah saya kemukakan diatas bahwa menurut saya secara regulasi apabila tenaga kerja anak-anak memang memenuhi regulasi maka sebenarnya dari sisi ekonomi tidaklah menguntungkan bagi pengusaha mengingat salah satunya adalah kemampuan kekuatan dan durasi waktu kerja yang sangat minim, adapun masih maraknya tenaga kerja anak-anak sebagaimana disebutkan pada paparan data diatas pada praktiknya merupakan penyimpangan dari Undang-Undang yang berlaku dan terindikasi merupakan akibat dari desakan ekonomi, posisi anak-anak sebagai tenaga kerja yang sudah jelas ilegal inilah yang membuat anak-anak menjadi korban dari pihak-pihak terdekat/sekitar lingkungannya yang seharusnya melindungi mereka.
Referensi
Peta Jalan (Roadmap) Menuju Indonesia Bebas Pekerja Anak Tahun 2022 Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Desember 2014
Undang Undang Nomor 3 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak