Gedung Vw
Gedung Vw

Kementerian Pekerjaan Umum dan Sejarah Swakelola

Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di Indonesia pada zaman penjajahan dikerjakan swakelola dengan masyarakat tanpa penyedia, selanjutnya pada zaman kemerdekaan Negara kemudian hadir dengan nama Departemen Pekerjaan Umum yang sebelumnya pada zaman kependudukan Belanda dikenal dengan “Burgerlijke Openbare Werken (1919)” dan kemudian menjadi “Departement van Verkeen en Waterstaat (1924)” dan saat peralihan kependudukan Indonesia pindah ke Jepang, maka Departemen Pekerjaan Umum juga berganti nama untuk mensukseskan pengembangan infrastruktur pendukung bagi tentara Jepang dengan nama “Kotobu Bunsitsuatau lazim” juga disebut “Oeroesan Pekerdjaan”.

Pada masa awal kemerdekaan belum terdapat sektor ekonomi produktif sehingga belum terdapat pelaku usaha pada masa itu yang memang mengerjakan pekerjaan konstruksi, sehingga masyarakat sebatas berperan sebagai penyedia bahan dengan Departemen Pekerjaan Umum sebagai pelaksana pekerjaan konstruksi menggunakan sumber daya dari Departemen Pekerjaan Umum.

Seiring dengan berjalannya pembangunan dari zaman awal Kemerdekaan hingga saat ini tentunya sektor produktif telah muncul dengan demikian Pemerintah melaksanakan kegiatan administrasi sedangkan pelaku usaha menjadi penyedia yang mengerjakan pekerjaan pada pengadaan barang/jasa pemerintah, namun dengan mempertimbangkan bahwa pada masa awal kemerdekaan terdapat pengadaan barang/jasa pemerintah yang dikerjakan sendiri oleh Departemen Pekerjaan Umum dan pada zaman kependudukan swakelola masyarakat umum dilakukan, maka dengan penyesuaian pada masa kini swakelola dimungkinkan dilaksanakan apabila pengadaan barang/jasa diyakini dan mampu dikerjakan oleh unsur-unsur dalam tim swakelola selaku penyelenggara, baik itu dikerjakan sendiri oleh internal organisasi Pemerintah, bersama organisasi Pemerintah satu dengan organisasi Pemerintah lainnya, dan masyarakat baik melalui Organisasi Masyarakat dan/atau Kelompok masyarakat dengan tujuan memberdayakan sumber daya manusia dan memenuhi kriteria pekerjaan dapat dilaksanakan secara swakelola sebagaimana pengertian Swakelola yang termaktub dalam PerLKPP 8/2018 Babian lampiran 1.2, yaitu :

  • Swakelola dilaksanakan manakala barang/jasa yang dibutuhkan tidak dapat disediakan atau tidak diminati oleh pelaku usaha.
  • Swakelola dapat juga digunakan dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya/kemampuan teknis yang dimiliki pemerintah, barang/jasa yang bersifat rahasia dan mampu dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang bersangkutan, serta dalam rangka peningkatan peran serta/pemberdayaan Ormas dan Kelompok Masyarakat.
  • Dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya/kemampuan teknis yang dimiliki pemerintah, pelaksanaannya harus disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi sesuai dengan tanggung jawab Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah pelaksana swakelola.
  • Dalam rangka peningkatan peran serta/pemberdayaan Ormas, pelaksanaannya harus disesuaikan dengan tujuan pendirian Ormas (visi dan misi) dan kompetensi dari Ormas.
  • Dalam rangka peningkatan peran serta/pemberdayaan Kelompok Masyarakat, pelaksanaannya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kompetensi Kelompok Masyarakat.

Lebih lanjut perlu diperhatikan bahwa tujuan dari Swakelola adalah sebagai berikut :

  1. Memenuhi kebutuhan barang/jasa yang tidak disediakan oleh pelaku usaha;
  2. Memenuhi kebutuhan barang/jasa yang tidak diminati oleh pelaku usaha karena nilai pekerjaannya kecil dan/atau lokasi yang sulit dijangkau;
  3. Memenuhi kebutuhan barang/jasa dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang dimiliki Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah;
  4. Meningkatkan kemampuan teknis sumber daya manusia di Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah;
  5. Meningkatkan partisipasi Ormas/Kelompok Masyarakat;
  6. Meningkatkan efektifitas dan/atau efisiensi jika dilaksanakan melalui Swakelola; dan/atau
  7. Memenuhi kebutuhan barang/jasa yang bersifat rahasia yang mampu disediakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang bersangkutan.

Dengan demikian untuk memenuhi kriteria dan tujuan tersebut pada Swakelola diatas maka terdapat PBJP yang dilaksanakan dengan cara Swakelola, dan untuk selanjutnya apabila sebuah pekerjaan pengadaan barang/jasa pemerintah ternyata tidak sesuai dengan kriteria dan tujuan dari pengadaan barang/jasa secara swakelola, maka pengadaan barang/jasa pemerintah tersebut dilakukan dengan cara melalui penyedia, hal ini merupakan kebijakan yang diambil oleh Pemerintah dimana Pemerintah yang melaksanakan pekerjaan administratif kemudian penyedia yang melaksanakan pengerjaan pekerjaan pengadaan barang/jasa pemerintah.

Swakelola
Sebelumnya perencanaan pengadaan dilaksanakan dimulai setelah penetapan pagu indikatif pada APBN dan setelah nota kesepakatan KUA-PPAS pada APBD, sebelum pengajuan RKAKL dan RKA Perangkat Daerah
Selanjutnya Studi Kasus : Pengadaan Mebeler Standar

Cek Juga

Analogi TKDN dengan Produk yang cenderung lebih mahal dan perubahan mindset

Penerapan TKDN dalam mendukung industri dalam negeri itu dapat dianalogikan sebagai berikut di dunia kerja ...

Punya pendapat terkait artikel ini? mohon berkenan berdiskusi, terima kasih

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Open chat
1
Hubungi saya
Halo, apa yang bisa saya bantu?
%d blogger menyukai ini: