Pada akhir tahun 2013, Pemerintah Kab. Kutai Barat baru membentuk Unit Layanan Pengadaan, penempatan saya sifatnya adalah kepanitiaan, saya waktu itu masih PNS Pranata Komputer di Dinas Pendapatan Daerah.
Tugas saya dulu adalah di Bidang Pendataan, sebagai Fungsional Pranata Komputer, pekerjaannya saja yang merangkap kemana-mana, terakhir kali untuk penegakan perhitungan Denda saya berikan masukan kepada pimpinan untuk diperhitungkan berdasarkan Peraturan Bupati, selain itu juga transisi dari kebiasaan self assesment yang masih berasa official assesment saya berikan masukan hingga menjadi full self assesment dengan inisiatif “menghajar” salah satu Wajib Pajak “kakap” saat itu, hanya satu sampel dan peningkatan realisasi menjadi signifikan.
Merangkap sebagai anggota sekretariat ULP, saya juga tidak punya Sertifikat Ahli Pengadaan pada tahun 2013-2014, ada beberapa undangan, saya minta senggol diberikan kesempatan, ngga ada respon, saya termasuk orang yang kepengen menjadi Ahli Pengadaan, dan kesempatan itu tiba ketika Bagian Pembangunan Setdakab melaksanakan sertifikasi.
Sertifikasi dilaksanakan di akhir 2014, saya lulus. Tapi saya tidak punya pengalaman untuk inpassing karena saya hanya orang yang melakukan tugas clerical di ULP. Tidak punya pengalaman 2 tahun sebagai Pelaku Pengadaan untuk menjadi Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, dan tahun-tahun awal itu, walau saya terbilang ahli di Pendapatan Daerah, saya mungkin memang masih (hingga sekarang) hijau di Pengadaan Barang/Jasa, kesempatan untuk sertifikasi saja ketika saya minta tidak diberikan, mendorong untuk adanya inpassing saat itu saya ingat persis bahwa tidak terlalu dipertimbangkan dan di dengarkan, namun karena saya ini selalu beruntung ya akhirnya ada jalan, atasan langsung saya di Dispenda punya kesempatan untuk Sertifikasi Tk. Dasar, tapi tidak kepengen ikut, jadi saya minta “jatah” tersebut dan slot kosong atas nama atasan langsung saya jatuh ke tangan saya.
Karena menjadi orang yang tidak mudah mendapatkan kesempatan, saya mengupayakan lulus, boleh dibilang saya agak desperate untuk lulus, salah satu buku yang membuat saya bisa lulus adalah saya membaca seri “Bacaan Wajib” karya Bpk. Samsul Ramli, namun begitu lulus pun untuk dimanfaatkan jadi Pokja juga belum diberikan, saya harus berjuang untuk mendapatkan posisi sebagai Organisasi Pengadaan (waktu itu disebut demikian untuk Pelaku Pengadaan), beruntung akhirnya saya diangkat jadi Pejabat Pengadaan di Dispenda pada tahun 2015 sejak awal tahun, mengurangi beban kerja Kasubag Umum Dispenda yang sejak awal merangkap jabatan sebagai Pejabat Pengadaan.
Tapi tugas utama saya juga selain di ULP, tetap ngurus Pendapatan Daerah, termasuk menghadiri kegiatan rekonsiliasi yang dikelola berkerjasama dengan Kementerian/Lembaga vertikal.
Kadang orang menganggap mengurus perimbangan keuangan Daerah itu mudah, perhatikan bahwa dulu di 2014-2016an tidak serba online seperti sekarang, mengunjungi Kementerian Keuangan untuk koordinasi data itu juga bener-bener pekerjaan membosankan, berbagai sumber Pendapatan perlu dikoordinasikan datanya secara langsung tatap muka, lintas Kementerian/Lembaga.
Selain ngurus hal-hal yang bersifat Perimbangan Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah, saya juga dulu aktif keliling dan sosialisasi Pajak Daerah, terutama yang potensial dan menurut saya paling susah dipungut karena lain hal dan berbagai hal.
Kabupaten Kutai Barat waktu itu dimekarkan kembali, terdapat Daerah Otonomi Baru yang mereduksi selain PNS juga wilayah cakupan kerja dan potensi penghasilan.
Jadi karena personil berkurang, PAD Berkurang, maka tugas saya juga bertambah, 2015 saya akhirnya nambah tugas di Sekretariat ULP, menjadi beberapa Pejabat Pengadaan di berbagai Perangkat Daerah, dan juga akhirnya dipercaya menjadi Kelompok Kerja (Pokja) ULP setelah beberapa saat dianggurin walau telah bersertifikat karena sertifikasinya usaha sendiri dari ngambil jatah atasan di Dispenda waktu itu.
Tapi di sela-sela kesibukan ngurus Pajak dan Pendapatan Daerah, saya juga tetap penuh waktu hingga malam hari menyelesaikan beberapa hal yang ada di ULP, dengan jumlah personil yang minimal waktu itu dan pengalaman sulitnya saya untuk mengerjakan berbagai tugas secara rangkap, sebagai Pejabat Pengadaan ya iya juga, sebagai Pengurus ULP ya iya juga, sebagai Kelompok Kerja ULP ya iya juga, makanya saya menyadari bahwa ULP harus punya Kelembagaan Permanen dan Struktural, dan Personil Fungsional harus tersedia dan ada juga.
Suka duka nya dulu di Dispenda ada beberapa inovasi yang membuat kita lebih menghargai Wajib Pajak, saya usulkan dan disetujui, nama-nama wajib pajak dengan event HUT Kabupaten saat itu, namun sertifikat dan frame nya terlambat dan gak bisa ditambah, tapi kegiatan ini harus berjalan, nebeng kegiatan formal, pada akhirnya emmmm…… “merogoh kocek sendiri” ya bisa saja penghargaan tersebut diberikan, yah sampai sekarang saya memang gak terlalu perhitungan sih kalau buat inovasi, gak ada anggaran ya pakai uang pribadi, salah? emang salah, harusnya gak perlu begitu, tapi kadang kan kita cuma bisa memerintah tapi lupa memanusiakan manusia, jadi saya ya gak mau membebani orang lain, ya saya aja yang menyerap bebannya. Sukses, toh menjadi kebanggaan bersama.
Disisi lain ya saya juga mulai naik dikit demi sedikit, disaat orang lain gak peduli soal kelembagaan dan SDM Pengadaan, saya ya berangkat dengan biaya sendiri ke kegiatan ini.
Lika liku membuat roadmap dan usulan kelembagaan dan SDM Pengadaan, saya kerjakan sendiri waktu itu, 90% orang bilang ULP tidak perlu permanen struktural, Jabfung tidak perlu ada. Saya menentang itu, dan hingga dini hari bekerja buat dokumennya.
Kelembagaan menjadi penting, ada kesempatan, saya bersurat, akhirnya Pendampingan LKPP di 2016 terlaksana dan menjadi momentum untuk ULP saat itu dianggap penting. Setelah roadmap ada pedomannya, saya ya kerjakan, masih kerja sebagai PP, Pokja, Staf Dispenda, dan Staf ULP, rangkap semua dan saya gak punya kemampuan untuk memerintah orang lain jadi ya kerjakan sendiri hingga larut malam.
Keliling untuk mendata pajak daerah, masih tetap dilakukan, jauh-jauh dan bener-bener menguras energi.
Larut malamnya ya mengerjakan tugas sebagai Pokja, untuk hal ini untungnya tetap solid, saya tidak sendirian sebagai Pokmil, anggota Pokja kerja semua secara terkoordinir.
Terkadang ya tetap juga sebagai Staf Non Struktural, saya mendampingi pimpinan yaitu Kadispenda ke Kemenkeu juga, bawa data, dan berkoordinasi ke pusat.
2016 menjadi tahun krusial, terbitnya PP 18/2016 tentang Perangkat Daerah jadi momentum, berbagai dokumen yang sudah dipersiapkan sejak tahun-tahun sebelumnya terlepas dari semua orang bilang gak perlu, gak penting, belum waktunya, dst, saya ngga perduli dan gak mendengar, saya cuma perlu satu jalur orang yang percaya sama saya ini penting!
ya wajar gak penting, karena waktu itu saya yang kerjain kerjaan “gak penting” itu. Syukurlah saya berhasil meyakinkan hal ini penting, walau tidak bisa bertemu langsung, tulisan saya di baca orang penting. Terus menerus saya tujukan tulisan saya, dan akhirnya lingkungan menganggap hal ini jadi penting.
Upaya lainnya? ya kebetulan bisa berangkat ke LKPP, jadi tahun 2016 upaya lainnya adalah minta “restu” ke LKPP
Setelah itu, mungkin tidak ada yang mengingat hal ini, mungkin sudah pada lupa kalau UKPBJ dulu gak perlu dianggap permanen, Jabfung dulu gak dianggap penting hingga kehilangan momentum dan sebagian SDM pindah ke DOB dan saat ini kita defisit, dan hal-hal lain yang masih belum seperti bayangan saya, tapi setidaknya saat ini saya tidak lagi bekerja sendiri.
Ini curhatan aja, sesuatu yang tidak penting, bisa eksis, bisa ada, bisa permanen, dan bisa muncul hanya karena ada satu orang keras kepala yang gak peduli bahwa pendapatnya dibantah terus menerus, tahan siksaan, mampu bertahan walau tidak semua orang menjalankan fungsinya maksimal, selalu percaya bahwa orang lain bisa berubah saat kita menjadi agen perubahan.
Semuanya berawal dari upaya saya mendapat sertifikat tingkat dasar, sesuatu yang sifatnya limpahan dan meminta-minta. Perhatikan lagi bahwa upaya saya meminta-minta itu karena limpahan dari Atasan langsung saya yang ada di OPD asal saya, bukan dari orang yang harusnya memikirkan Pengadaan, lesson learned nya adalah karena saya tahu pahitnya diperlakukan tidak fair, saya membuat diri saya berusaha sebijaksana mungkin, tidak masalah cuma jadi orang yang jaga kandang dan dijejalin pekerjaan bejibun, selama kita bermanfaat dan dengan begitu kita mengetahui rasa tidak nyaman, dan rasa tidak nyaman itu harus di-channeling ke arah yang benar, jangan sampai jadi ada orang seperti saya yang “disisihkan”, cukup saya yang terakhir, dan kita perbaiki terlepas dari betapa banyaknya yang menolak ide saya waktu itu.
Saya tetap nekat kesana kemari berhadapan dengan berbagai tingkatan eselon walau saya hanya staf Jabfung pranata komputer, dianggap mengganggu, dianggap ngeselin, dianggap nambah-nambahin pekerjaan, tapi….. dengan hanya usaha sendirian saat itu berbekal dari beberapa tulisan bapak Samsul Ramli, UKPBJ terbentuk dan siap sejak Perpres 16 tahun 2018 sesuai aturan, kegagalan saya adalah untuk memperoleh Jabfung PPBJ, tapi seandainya saya tidak berusaha saat itu, apakah kita tidak lebih mundur lagi dari kondisi saat ini? Tulisan ini bukan untuk menunjukkan saya paling berjasa, hanya untuk menunjukkan bahwa ide saya tidak didengar namun saya berusaha menyampaikan ide saya hingga yang punya kewenangan bisa mendengar dan mekbaca tulisan dan suara saya, lapisan-lapisan atas saya gak setuju ya saya cari jalan tanpa menyerah, begitu sampai pada yang punya kewenangan, toh langsung disetujui.
Saat ini bukan berarti saya yang paling istimewa, masih biasa-biasa saja. Pemikiran saya kadang gak lansung di dengerin di tempat sendiri, tapi saya bersyukur di daerah lain diikuti dan daerah lain bisa semakin maju, ndan begitu saya ungkit lagi disini akhirnya disetujui. Yang penting tetap semangat saja. Kadang saya juga masih kewalahan, SDM saya mengerjakan hal lain, seakan tidak ada SDM ditempat lain, ya hal ini tidak merubah sifat dan semangat kerja saya, kalau saya tidak punya kendali untuk mengendalikan SDM saya karena ada yang lebih disukai, saya kerjakan sendiri, ya sesimpel itu saja, nggak perlu baper, ngga perlu merasa penting, tetap kerja melebihi performa.
Masih biasa-biasa saja ini adalah ketika saya mengikuti Okupasi PPK, saya menggunakan anggaran di luar dari DPA saya, demikian juga membiayai perjalanan dinas untuk staf saya mengikuti Calon Fasilitator dan mengikuti seleksi advisor dan mengikuti Calon Fasilitator, saya menggunakan anggaran kombinasi saja, tidak ada keistimewaan karena saya sudah usaha karena hakikatnya menjadi PNS itu terkadang memerlukan upaya sendiri atau anggaran DPA tempat lain, karena itu kita tetap perlu semangat dan tetap perlu berbuat baik hingga bisa menggerakkan hati orang lain.
Pemikiran saya Pengadaan yang baik menyejahterakan Daerah pada akhirnya, nanti di hari tua kalau SDM dan Kelembagaan semakin membaik, saya juga yang terlayani dengan baik ketika pensiun dan hanya menjadi pensiunan biasa, kemudian anak cucu saya bisa merasakan kualitas hidup yang lebih baik, hidup belum tentu sampai lusa, tingkatkan saja usaha untuk memudahkan orang lain.
Tetap Semangat, tetap sehat, tetap berintegritas, dan salam pengadaan!