Misal pada DPA sudah diketahui akan dibelanjakan makan minum untuk Rapat sebanyak 300 kotak dalam setahun, agar menu makanan tersebut harganya terkunci dengan pasti selama setahun maka dapat dilakukan penguncian harga menggunakan skema kontrak payung.
Sehingga proses pemilihan Penyedia hanya mengunci harga satuan atas potensi nilai total HPS secara keseluruhan, total nilai HPS itu hanya digunakan sebagai estimasi anggaran selama kurun waktu kontrak, namun bukan menjadi nilai akhir kontrak, yang diikat dalam kontrak payung adalah harga satuan dari item.
Terdapat risiko bagi penyedia yang mengikuti kompetisi proses pemilihan kontrak payung tersebut, misal untuk kontrak 300 nasi kotak dia menawar Rp20.000/kotak…. Maka nilai kontrak secara total bulan lah Rp20.000 x 300 = Rp6.000.000, yang diikat kontrak adalah harga satuan dari nasi kotak tersebut Rp20.000/kotak.
Karena kontrak harga satuan itu merupakan varian dari kontrak harga satuan yang waltu pemesanannya belum diketahui, maka selama kurun waktu masa kontrak andai selama Januari s.d Desember tahun kontrak akan ada 2 potensi :
- Jumlah pemesanan ternyata 600 kotak, maka selama tersedia anggaran kontrak tersebut dapat di bayarkan total Rp12.000.000.
- jumlah pemesanan ternyata hanya 100 kotak, maka kontrak hanya dibayar Rp2.000.000.
supaya tidak sengketa, paling tidak sudah terdapat analisa kebutuhan yang matang terkait kuantitas, sehingga walaupun waktu pemesanan masih perkiraan yang belum diketahui secara pasti, paling tidak kuantitas perkiraan yang akan diikat kontrak tidak berbeda jauh dalam realisasi kontraknya.
Demikian kira-kira konsep penerapan kontrak payung, cocok untuk diterapkan pada barang/jasa terkategorikan routine atau leverage dengan tujuan mengunci kepastian harga dan jumlah pasokan, dengan kondisi pemesanan barang / jasa waktunya belum diketahui secara rinci waktu pengirimannya.