Hari ini kita tidak sekadar mengenang kain kebaya atau parade budaya—kita mengenang keberanian seorang perempuan untuk berpikir jauh di depan zamannya.
RA Kartini bukan hanya simbol emansipasi perempuan, tapi juga penanda bahwa perjuangan intelektual dan moral bisa dilakukan dalam diam, dalam ruang sempit, dan bahkan di balik dinding istana yang dipenuhi tradisi.
Sebagai seorang suami, saya melihat istri saya bukan hanya sebagai pendamping hidup, tetapi juga sebagai mitra berpikir dan teman diskusi. Dalam setiap ide, termasuk penulisan rencana studi saya, saya berkonsultasi dengannya—karena saya percaya, kemajuan seorang pria tidak terlepas dari kekuatan seorang perempuan yang berdiri sejajar di sisinya.
Emansipasi bukan soal menjadi sama, tapi soal diperlakukan setara dan dihormati dalam pilihan serta pemikirannya. Dan dalam hal itu, saya belajar dari Kartini—dan dari perempuan-perempuan hebat yang saya jumpai dalam hidup saya.
Mari rayakan Hari Kartini bukan hanya dengan bunga dan puisi, tapi dengan komitmen membangun ruang yang adil bagi perempuan untuk berpikir, berkarya, dan memimpin.
Kartini hidup, karena semangatnya masih menyala di antara kita.
— Christian Gamas