Keuda Pengadaan
Keuda Pengadaan

Penyederhanaan Birokrasi, Pelaku Keuangan Daerah, dan Pelaku Pengadaan

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke Dalam Jabatan Fungsional (PermenPANRB 17/2021) mengatur pada tanggal 31 Desember 2021 dilakukan Penyetaraan Jabatan dari Pejabat Sttrktural menjadi Pejabat Fungsional. Saya termasuk orang yang dilantik dari 143.115 Pejabat Struktural Pemda Dilantik Jadi Fungsional, menurut saya secara hukum apa yang menjadi kebijakan ini tidak berpengaruh apapun dalam proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Mari kita cermati regulasinya satu persatu.

PermenPANRB 17/2021 dari aspek penghasilan telah diatur :

Pasal 21

  • (1) Penetapan kelas Jabatan Fungsional yang akan diduduki disetarakan dengan kelas Jabatan Administrasi yang diduduki sebelumnya sampai dengan ditetapkannya ketentuan penghasilan Penyetaraan Jabatan.
  • (2) Dalam hal Jabatan Fungsional yang akan diduduki sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kelas jabatan yang lebih tinggi, kelas Jabatan Fungsional Penyetaraan Jabatan mengikuti peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai kelas Jabatan Fungsional tersebut

Dengan demikian kondisinya sebagai berikut :

Seperti saya yang disetarakan dengan Ahli Muda pada JF Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, maka kelas jabatan dengan jalur reguler adalah 10, namun karena melalui penyetaraan jabatan maka kelas jabatannya adalah 9 sebagaimana eselon IV pada umumnya.

Dengan demikian tunjangan yang melekat di gaji dan kelas jabatan masih sama dengan saat eselon IV jabatan yang didudukinya.

Karena masih sama, maka tidaklah berlebihan saya mengatakan tugas sebagai Pejabat Struktural di Pemda masih ada, dan konkritnya hal ini memang masih ada dan dikenal dengan istilah “Koordinator” untuk eselon III hasil penyederhanaan dan “Subkoordinator” untuk eselon IV hasil Penyederhanaan.

 

Pada prinsipnya karena masih sama, maka tidak perlu ruwet siapa yang menjadi Pelaku Pengadaan yang menjalankan tugas di Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Eselon III yang menjadi koordinator dan sebelumnya menjadi KPA dalam hal disederhanakan maka bisa saja menjadi KPA lagi, demikian juga Eselon IV yang menjadi koordinator dan sebelumnya PPTK yang karena kompetensinya menjalankan tugas PPK sebagaimana Perpres PBJP juga masih dapat menjabat sebagai PPTK walau bukan lagi pejabat struktural lagi sebagaimana diamanatkan dalam PP 12/2019.

Soal tidak samanya penyebutan kriteria PPTK dari PP 12/2019 yang menyebutkan PPTK dijabat pejabat struktural dan jabfung umum yang kriterianya ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan PMDN 77/2020 yang mengatur ketentuan serupa namun perbedaannya adalah bila di PP disebutkan JFU, maka di PP 77/2021 disebutkan Jabatan Fungsional saja, hal ini juga tidak perlu diperdebatkan. Karena kalau memperhatikan ketentuan terkait penghasilan saja menyetarakan sesuai dengan kelas jabatan Administrasi yang diduduki sebelumnya sampai dengan ditetapkannya ketentuan terkait penyetaraan, maka dalam aspek pengelolaan keuangan daerah juga demikian, jabatan pengelolaan keuangan nya tetap dimungkinkan untuk dijabat, demikian juga dengan kompetensi pelaku pengadaannya, proses penyetaraan jabatan ini tidak menghilangkan kompetensi anda, jadi tidak perlu bingung soal ini.

Perlu diingat bahwa PP 12/2019 muncul sebelum kebijakan Penyederhanaan Birokrasi diucapkan, Pemda pada dasarnya tidak terbiasa dengan Pejabat Fungsional, lihat saja di BKPSDM begitu getol menyelenggarakan diklat untuk Kepemimpinan pejabat Struktural, untuk diklat penjenjangan pejabat fungsional? nyaris nihil, bukan karena saya anti dengan jabfung dan mengagungkan jabatan struktural, tapi realitanya begitu, pengalaman dari saat saya CPNS dulu saya masih seorang jabfung Pranata komputer, teman-teman sejawat saya yang sesama di Pemda ada yang 8 tahun belum naik pangkat karena tidak ada kesempatan sama sekali untuk mengikuti diklat persyaratan untuk kenaikan jenjang, memang pada dasarnya Pemda belum terbiasa dengan keberadaan Jabfung Tertentu, yang banyak di Pemda adalah Jabfung Umum sehingga wajar regulasinya seperti itu.

Instansi Pemerintah memang tidak terbiasa dengan Jabatan Fungsional, namun bukan berarti menjadi Pejabat Fungsional hasil penyetaraan lantas berpangku tangan atas apa yang biasa kita lakukan jadi mendadak  tidak lagi dikerjakan, bukan begitu pola pikirnya.  Pada prinsipnya karena reward yang diterima tidak dikurangi, maka tanggung-jawabnya juga tidak dikurangi dan pekerjaan yang biasanya dilakukan juga tetap dilaksanakan.

Menjadi Jabfung hasil penyetaraan juga memberikan konsekuensi, seperti :

  1. kewajiban untuk memiliki pendidikan dan pelatihan (diklat) yang dipersyaratkan;
  2. kewajiban pelatihan dan sertifikasi kompetensi tertentu dan belum terpenuhi pada saat pengangkatan dan pelantikan, Pejabat Fungsional wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan dan memiliki sertifikat sesuai yang disyaratkan paling lama 2 (dua) tahun setelah diangkat dan dilantik dalam Jabatan Fungsional.
  3. kewajiban menyusun dan mengejar SKP di awal tahun dengan angka kredit unsur utama 25.

Jadi, masih banyak yang harus dikerjakan selain berpolemik dan berdebat “pekerjaan yang baisa saya lakukan dulu, saat ini bukan lagi tugas saya”.

Alih-alih mendebatkan itu, langsung adaptasi dan berstrategi untuk mengembangkan karir di Jabfung baru dengan tugas Koordinator/Subkoordinator berjalan sama mulusnya dengan keadaan sebelumnya, terlalu membuang waktu bila kita sibuk beradu pasal soal PPTK maupun unsur lainnya, pada prinsipnya Pejabat Fungsional adalah Pejabat yang dapat difungsikan selama ada surat tugasnya. Harusnya clear….. kalau soal PP 12/2019 yang menyebutkan  Hanya pejabat Struktural dan Pejaabt Fungsional Umum, kembali mari kita lihat kronologisnya dengan akal sehat :

Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Ditetapkan Tanggal 06 Maret 2019 Diundangkan Tanggal 12 Maret 2019 Berlaku Tanggal 12 Maret 2019 , wacana pemangkasan birokrasi dicetuskan di Juli 2019 dan Oktober 2019, memang ada gap disitu.

PP 12/2019 memang secara aspek Pembuatan Peraturan Perundangan perlu diubah, saya sepakat, namun Secara jangka pendek penyesuaian telah disebutkan di Permendagri 77/2020, jadi pada dasarnya tidak perlu lagi ada perdebatan soal KPA dan PPTK, Permendagri 77/2020 dapat menjadi dasar untuk menetapkan diskresi dalam bentuk Keputusan Kepala Daerah 2022 dan tegaskan siapa KPA dan PPTK sembari menunggu peraturan lebih lanjut.

Demikian.

 

Salam Kredibel, Salam Pengadaan!

 

Christian Gamas || Pengelola Pengadaan Barang/jasa Ahli Muda

Sebelumnya Konsolidasi pengadaan jasa kebersihan menggunakan strategi kontrak payung (Daring) : 18 Januari 2022
Selanjutnya Template Excel Perencanaan Pengadaan Melalui SIRUP

Cek Juga

img 6830

Karakteristik Kontrak tidak dapat dipaksakan

Jangan tergoda dengan uraian bahwa Jenis Kontrak Lumsum itu seluruh risiko di tanggung oleh penyedia. ...

Punya pendapat terkait artikel ini? mohon berkenan berdiskusi, terima kasih

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Open chat
1
Hubungi saya
Halo, apa yang bisa saya bantu?
%d blogger menyukai ini: