Kucul Dan Pengendalian Kontrak
Kucul Dan Pengendalian Kontrak

Penggunaan Pendapat Ahli Hukum Kontrak

Pada Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang terakhir diubah dalam Perpres 4/2015, ada ketentuan Pasal 86 ayat (4) yang bunyinya sebagai berikut :

Penandatanganan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang kompleks dan/atau bernilai diatas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan setelah memperoleh pendapat ahli hukum Kontrak

Ketentuan ini tidak ada di Perpres PBJP terbaru, yaitu Perpres 16/2018 jo. Perpres 12/2021, lantas apakah ketentuan ini tidak perlu diberlakukan?

Pada prinsipnya Perpres 16/2018 jo. Perpres 12/2021 adalah pengganti dari Perpres 54/jo. Perpres 4/2015, namun tidak semua hal yang sudah diatur dalam Perpres 16/2018 jo. Perpres 12/2021 dijadikan sesuatu yang menggantikan sepenuhnya Perpres 54/2010 jo. Perpres 4/2015.

 

Contoh, dalam Prinsip Pengadaan, pada Perpres 16/2018 jo. Perpres 12/2021, Prinsip Pengadaan diatur dalam Pasal 6 sebagai berikut :

Pengadaan Barang/Jasa menerapkan prinsip sebagai berikut: a. efisien; b. efektif; c. transparan; d. terbuka; e. bersaing; f. adil; dan g. akuntabel

Kalau dibandingkan dengan Pasal 5 Perpres 54/2010 jo.Perpres 4/2015, bunyinya adalah sebagai berikut:

Pengadaan Barang/Jasa menerapkan prinsip sebagai berikut: a. efisien; b. efektif; c. transparan; d. terbuka; e. bersaing; f. adil; dan g. akuntabel

yang kemudian dalam bagian penjelasan Perpres 54/2010 jo. Perpres 4/2015 tertulis :

Dengan menerapkan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan, keterbukaan, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses Pengadaan Barang/Jasa, karena hasilnya dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dari segi administrasi, teknis dan keuangan.

a. Efisien, berarti Pengadaan Barang/Jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum.

b. Efektif, berarti Pengadaan Barang/Jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya

c. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai Pengadaan Barang/Jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh Penyedia Barang/Jasa yang berminat serta oleh masyarakat pada umumnya.

d. Terbuka, berarti Pengadaan Barang/Jasa dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Jasa yang memenuhi persyaratan/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas.

e. Bersaing, berarti Pengadaan Barang/Jasa harus dilakukan melalui persaingan yang sehat diantara sebanyak mungkin Penyedia Barang/Jasa yang setara dan memenuhi persyaratan, sehingga dapat diperoleh Barang/Jasa yang ditawarkan secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya mekanisme pasar dalam Pengadaan Barang/Jasa.

f. Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon Penyedia Barang/Jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.

g. Akuntabel, berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan Pengadaan Barang/Jasa sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

 

Ketika memperhatikan penjelasan dari Perpres 54/2010 jo. Perpres 4/2015 yang tidak ada penjelasan dalam Perpres 16/2018 jo. Perpres 12/2021, apakah lantas Pasal 6 Perpres 16/2018 jo. Perpres 12/2021 yang menyebutkan Prinsip-Prinsip Pengadaan namun tidak dijelaskan maknanya lantas menjadikan Penjelasan dalam Perpres lama menjadi tidak memiliki makna?

Untuk memahami kalimat saya diatas, akan lebih mudah saya berikan contoh :

Makna Efisien, dalam Penjelasan Perpres 54/2010 jo. Perpres 4/2015 berbunyi :

Efisien, berarti Pengadaan Barang/Jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum.

Makna tersebut bila kita terapkan di Perpres 16/2018 jo. Perpres 12/2021 dalam hal menerjemahkan maksud Prinsip Efisien, apakah karena tidak tertulis di Perpres 16/2018 jo. Perpres 12/2021 lantas makna efisien diatas dapat kita abaikan?

Jawaban saya tidak.

Kok enak bisa nyimpulkan seenaknya sendiri begitu? perhatikan dalam Pasal 93 Perpres 16/2018 jo. Perpres 12/2021 disebutkan :

Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.

Maka menurut saya ketentuan :

Penandatanganan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang kompleks dan/atau bernilai diatas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan setelah memperoleh pendapat ahli hukum Kontrak

Masih tetap berlaku, dan rinciannya diatur dalam Peraturan Turunan, sama seperti Penjelasan Prinsip-Prinsip Pengadaan yang saat ini dijelaskan di modul pelatihan dengan muatan sama persis dengan Perpres 54/2010 jo. Perpres 16/2018.

Karena diatur dalam Peraturan LKPP dan berbagai modul pelatihan terkait ketentuan “Penandatanganan Kontrak untuk pekerjaan yang bersifat kompleks dilakukan setelah rancangan kontrak memperoleh pendapat ahli hukum Kontrak.” maka sebaiknya jangan serap risiko dan gunakan pendapat ahli kontrak untuk pekerjaan kompleks dan/atau bernilai diatas Rp100M.

Demikian

 

 

CHRISTIAN GAMAS | PENGELOLA PENGADAAN BARANG/JASA AHLI MUDA

 

Ilustrasi dengan pendekatan selain artikel diatas :

Alkisah ada 2 sahabat yang sedang membahas hal ini.

Kucrut : Pak, saya orang nya sangat leterlejk, kalau gak ada ketentuan yang memerintahkan demikian ya saya gak akan mau patuh, harus tertulis huruf demi huruf sama…..

Kucu; : Kalau gitu caranya, ada tidak larangan secara tertulis dalam Peraturan Perundangan dilarang meletakkan uang pembayaran penyedia yang bersumber dari APBN/APBD di trotoar?

Kucrut : ya gak ada pak….

Kucul : ya kalau gitu lakukan aja, berani?

Kucrut : ngga berani pak, itu kan gak logis….

Kucul : nah pinterrr….. Yes, kita gunakan logika kita, kontrak dengan nilai sebesar itu, menurut saya risikonya tinggi sekali makanya pekerjaan dengan nilai besar dan/atau pekerjaan kompleks memerlukan perlakuan berbeda, maka perlu pendapat ahli hukum kontrak, jangan menyerap risiko sendirian. Jadi bukan yang dicari adalah dasar hukum boleh tidaknya, tapi sebaiknya bagaimana yang terbaik.

 

Kucrut : Ah enggak pak, khusus untuk ketetuan Penandatanganan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang kompleks dan/atau bernilai diatas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan setelah memperoleh pendapat ahli hukum Kontrak saya harus ada dasar hukum nya, kalau enggak saya enggak mau nurut.

Kucul : Oke fine, Peraturan LKPP nomor 12/2021 adalah Peraturan turunan dari Perpres 16/2018 jo. Perpres 12/2021, tertulis di beberapa bagian sebagai berikut :

  • halaman 112 lampiran I : Penandatanganan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang kompleks dilakukan setelah memperoleh pendapat ahli hukum Kontrak.
  • halaman 11 Lampiran III : Rancangan Kontrak harus memperoleh pendapat ahli hukum Kontrak sebelum ditetapkan oleh PPK. Dalam hal tidak terdapat ahli hukum Kontrak, pendapat tersebut dapat diperoleh dari Tim yang dibentuk oleh Pejabat Pimpinan Tinggi Madya pada Kementerian/Lembaga untuk pekerjaan dengan sumber dana anggaran pendapatan dan belanja negara atau Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama pada Pemerintah Daerah untuk pekerjaan dengan sumber dana anggaran pendapatan dan belanja daerah.
  • beberapa bagian dalam model dokumen pemilihan :
    • Penandatanganan Kontrak untuk pekerjaan yang bersifat kompleks dilakukan setelah rancangan kontrak memperoleh pendapat ahli hukum Kontrak.
    • Untuk pengadaan barang yang kompleks, Penandatanganan Kontrak dilakukan setelah rancangan kontrak memperoleh pendapat ahli hukum Kontrak.
    • Untuk pengadaan Jasa Lainnya yang kompleks, penandatangan kontrak dilakukan setelah rancangan kontrak memperoleh pendapat ahli hukum kontrak.
    • Penandatanganan Kontrak untuk pekerjaan yang bersifat kompleks dilakukan setelah rancangan kontrak memperoleh pendapat ahli hukum Kontrak.
    • Penandatanganan Kontrak untuk pengadaan Jasa Konsultansi yang kompleks, dilakukan setelah rancangan Kontrak memperoleh pendapat ahli hukum Kontrak.
    • Penandatanganan Kontrak untuk pekerjaan yang bersifat kompleks dilakukan setelah rancangan kontrak memperoleh pendapat ahli hukum Kontrak.

Kucrut : Heleh…… itu kan pekerjaan kompleks, kamu mikir dong, saya ini ngga sedang membangun kompleks, beda, yang saya lakukan ini bukan bangun kompleks tapi bangun jembatan, saya gak mau ah, pakai pendapat ahli hukum kontrak…..

 

Kucul :mas…. mas….. jangan terlalu sayang otak sehingga ngga mau berlogika…..

 

Kucrut : lah saya rencananya demikian, otak saya mau saya biarkan utuh agar nanti dapat dijual kembali dengan harga mahal….. wkwkwkwkwkwkwkwkwk

 

kemudian kedua sahabat itu lanjut ngopi dengan ceria, semoga mereka tidak baku hantam……

😀

Kontrak
Sebelumnya Klasifikasi Pengadaan di Sektor Pemerintah
Selanjutnya PPTK dan Fungsional Tertentu

Cek Juga

Memitigasi Risiko ketika terjadi Harga Timpang Sejak Merumuskan Rancangan Kontrak

Dalam proses penyusunan rancangan kontrak, menurut kami risiko harga timpang pada saat penawaran perlu dimitigasi. ...

Punya pendapat terkait artikel ini? mohon berkenan berdiskusi, terima kasih

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Open chat
1
Hubungi saya
Halo, apa yang bisa saya bantu?
%d blogger menyukai ini: