Bukti Pembelian/ Pembayaran adalah salah satu jenis kontrak yang disebutkan dalam Pasal 28 ayat (1) Perpres PBJP. Di Pasal 28 ayat (2) Perpres PBJP disebutkan bentuk kontrak ini hanya untuk Jenis Pengadaan Barang dan Jasa Lainnya.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka bentuk kontrak ini tidak dapat digunakan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dan Pekerjaan Konstruksi. Lebih lanjut ketentuan bentuk kontrak ini berlaku untuk nilai kontrak sebanyak Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah).
Karena itu sifat dari bentuk kontrak ini adalah pengadaan yang sifat pembeliannya adalah pembelian / belanja yang langsung diadakan dengan datang ke pembeli/mengikuti cara pembayaran dari penyedia.
Maka pihak yang mengeluarkan bukanlah PPK, melainkan penyedia. Namun bila saklek dengan aturannya bentuk kontrak ini tetap harus di rancang karena tidak ada pengecualian dalam proses persiapan pengadaan seperti halnya pengecualian HPS untuk Rp10juta kebawah.
Sebagai pengingat Persiapan Pengadaan mengharuskan PPK mengusun Spektek/KAK, Rancangan Kontrak, dan HPS. Maka apa yang harus dilakukan dalam penetapan rancangan kontrak seperti ini?
Buatlah dummy untuk menempelkan bukti pembelian / pembayaran dengan pengesahan dari PPK. Karena pada prinsipnya PPK harus menandatangani untuk mengesahkan kontrak Bukti Pembelian/Pembayaran.
Kira kira bentuk nya begini :
| Tempat |
| Menempel |
| Bukti |
| Pembelian/ |
| pembayaran |
| |
| |
| |
| |
| Tempat, tanggal |
| PA/KPA/PPK |
kira-kira begitu…..
demikian.
One comment
Pingback: Mengapa merancang Kontrak walau untuk Bukti Pembelian/Pembayaran itu tetap harus dilakukan? - Optimalisasi Pemerintahan demi Memajukan Bangsa