Pengendalian Kontrak Yang Baik
Pengendalian Kontrak Yang Baik

Keberadaan SPPBJ, Penolakan Hasil Pemilihan, dan Tahap Pelaksanaan Kontrak

Proses Pengadaan memang penuh dinamika, khususnya di Pekerjaan Konstruksi walau ketentuan yang akan dibahas disini juga berlaku di jenis pengadaan lainnya.

Pelaku Usaha memang dipilih oleh PP/Pokmil, namun yang berkontrak adalah PPK, wajar apabila ada dinamika dalam Tahap Pelaksanaan Kontrak dalam Pengadaan Pemerintah.

 

Tahap Pelaksanaan Kontrak diawali dengan adanya SPPBJ, pada tahap sebelum penerbitan SPPBJ PPK dapat melakukan pemeriksaan dokumen, namun PPK tidak menjadi Pokmil, apa yang dilakukan PPK sebelum menerbitkan SPPBJ?

mari kita lihat bagian dari Dokumen Pemilihan yang Modelnya ada dalam Peraturan LKPP 12/2021.

Pada bagian Instruksi Kepada Peserta angka 39.7 tertulis :

  • Dalam hal PPK tidak bersedia menerbitkan SPPBJ karena tidak sependapat atas penetapan pemenang, maka:
    • a. PPK dapat menyampaikan penolakan apabila:
      • 1) dalam Dokumen Pemilihan ditemukan kesalahan atau Dokumen Pemilihan tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Perundang-undangan terkait Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
      • 2) proses pelaksanaan pemilihan tidak sesuai ketentuan dalam Dokumen Pemilihan; dan/atau
      • 3) dokumen penawaran dan data kualifikasi pemenang dan/atau pemenang cadangan tidak memenuhi persyaratan sesuai yang disyaratkan dalam Dokumen Pemilihan;
    • b. Penolakan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) sampai dengan 3) hanya berdasarkan dokumen BAHP yang diterima (bukan berdasarkan hasil klarifikasi/verifikasi/pembuktian kepada peserta dan/atau pihak lain).
    • c. PPK menyampaikan penolakan tersebut kepada Pokja Pemilihan disertai alasan dan bukti;
    • d. PPK melakukan pembahasan bersama Pokja Pemilihan terkait perbedaan pendapat atas hasil pemilihan penyedia;
    • e. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan, maka pengambilan keputusan diserahkan kepada PA/KPA paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah tidak tercapai kesepakatan;
    • f. PA/KPA dapat memutuskan:
      • 1) menyetujui penolakan PPK, PA/KPA memerintahkan Pokja Pemilihan untuk melakukan evaluasi ulang, atau tender ulang; atau
      • 2) menyetujui hasil pemilihan penyedia, PA/KPA memerintahkan PPK untuk menerbitkan SPPBJ paling lambat 5 (lima) hari kerja.
  • Putusan PA/KPA bersifat final. Dalam hal PA/KPA yang bertindak sebagai PPK tidak menyetujui hasil pemilihan penyedia, PA/KPA menyampaikan penolakan tersebut kepada Pokja Pemilihan disertai alasan dan bukti serta memerintahkan Pokja Pemilihan untuk melakukan evaluasi ulang, atau tender ulang paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah hasil pemilihan penyedia.

Perhatikan apa yang saya sadur dari IKP diatas, ketika menjelang penerbitan SPPBJ, PPK :

  • Tertulis bahwa “b. Penolakan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) sampai dengan 3) hanya berdasarkan dokumen BAHP yang diterima (bukan berdasarkan hasil klarifikasi/verifikasi/pembuktian kepada peserta dan/atau pihak lain).”, hal ini kita maknai dengan PPK tidak menjadi Pokmil dengan melakukan klarifikasi/verifikasi/pembuktian kepada peserta dan/atau pihak lain.
  • yang dilihat oleh PPK adalah BAHP dari Pokmil, ada beberapa skenario yang bisa muncul :
    • misal informasi personel palsu, maka PPK memastikan bahwa dalam BAHP apakah Pokmil melakukan klarifikasi apa tidak? bila sudah maka PPK menggunakan ketentuan pelanggaran IKP atas keterangan yang tidak benar, bila Pokmil tidak klarifikasi maka hasil pemilihan dari Pokmil ditandai dengan adanya bukti penyimpangan, keduanya berujung pada penolakan tertulis PPK atas BAHP Pokmil.
    • misal tidak ada klarifikasi peralatan dengan adanya potensi pemberi sewa tidak pernah membuat perjanjian sewa, maka PPK memastikan bahwa dalam BAHP apakah Pokmil melakukan klarifikasi apa tidak? bila sudah maka PPK menggunakan ketentuan pelanggaran IKP atas keterangan yang tidak benar, bila Pokmil tidak klarifikasi maka hasil pemilihan dari Pokmil ditandai dengan adanya bukti penyimpangan, keduanya berujung pada penolakan tertulis PPK atas BAHP Pokmil, klarifikasi disini juga sifatnya terbatas ketika ada hal yang meragukan secara dokumen, saat berlakunya PerLKPP 12/2021 tidak diperkenankan melalukan klarifikasi tanpa adanya hal yang meragukan secara dokumen dan bahkan Pokmil dilarang mengklarifikasi alat secara fisik di lapangan.
    • Bila terdapat kekeliruan berupa MPU yang digunakan dalam Evaluasi Kewajaran Harga tidak dilakukan sesuai ketentuan, maka PPK memastikan bahwa dalam BAHP apakah Pokmil melakukan EKH memang tidak sesuai, maka hasil pemilihan dari Pokmil ditandai dengan adanya bukti penyimpangan, keduanya berujung pada penolakan tertulis PPK atas BAHP Pokmil.
    • ditemukan bahwa dalam Pakta Komitmen 6 RKK ada kekliruan, misal RKK keliru seperti nama paket tidak sesuai, peserta harusnya gugur, maka hasil pemilihan dari Pokmil ditandai adanya bukti penyimpangan karena peserta yang harusnya gugur dimenangkan, penolakan tertulis PPK atas BAHP Pokmil dibuat.
    • Harga Timpang yang tidak diklarifikasi (>110%), PPK dapat meminta melakukan klarifikasi dalam proses evaluasi ulang dan menyampaikan informasi bahwaharga satuan timpang, bila yang kurang dari evaluasi adalah tidak ada bukti pendukung maka pokmil melakukan evaluasi ulang dengan membandingkan harga pasar saat klaridikasi, keduanya berujung pada penolakan tertulis PPK atas BAHP Pokmil.
  • Kata kunci dari kesemua hal diatas adalah adanya penolakan tertulis PPKatas BAHP Pokmil, ujung-ujungnya adalah adanya keputusan untuk Evaluasi Ulang yang dilakukan oleh Pokmil atau tidak!
  • Ingat IKP 39.7 poin b, Penolakan hanya berdasarkan dokumen BAHP yang diterima (bukan berdasarkan hasil klarifikasi/verifikasi/pembuktian kepada peserta dan/atau pihak lain), dalam hal terjadi PENGADUAN pada APIP, maka selama Pokmil sudah melakukan klarifikasi dari proses pemilihan, hal ini tidak harus di evaluasi ulang, ketidakbenaran tersebut dapat saja di proses sebagai pelanggaran informasi yang palsu/tidak benar,Pengaduan bila tidak ditujukan pada APIP tapi oleh PPK, maka PPK menyampaikan aduan ini ke APIP untuk diputuskan terlebih dahulu sebagai pelanggaran baru mengambil tindakan (ingat ketentuan ini berlaku selamaPokmil sudah klarifikasi diproses pemilihan penyedia, bila belum di klarifikasi di BAHP maka berlaku ketentuan kewajiban PA/KPA/PPK mengusulkan penolakan tertulis untuk Pokmil Evaluasi Ulang).
  • Ketika ada Penolakan tertulis, maka PA/KPA yang memutuskan, Putusan PA/KPA bersifat final. Dalam hal PA/KPA yang bertindak sebagai PPK tidak menyetujui hasil pemilihan penyedia, PA/KPA menyampaikan penolakan tersebut kepada Pokja Pemilihan disertai alasan dan bukti serta memerintahkan Pokja Pemilihan untuk melakukan evaluasi ulang, atau tender ulang paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah hasil pemilihan penyedia.
  • Kalau PA/KPA menyetujui PPK atau PA/KPA bertindak sebagai PPK memang memutuskan tidak setuju dengan BAHP Pokmil, maka harusnya ada perintah pada Pokja Pemilihan untuk melakukan evaluasi ulang, atau tender ulang paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah hasil pemilihan penyedia.
  • Kalau PA/KPA setuju dengan BAHP Pokmil atau PA/KPA bertindak sebagai PPK memang tidak menemukan permasalahan dari BAHP, maka terbitlah SPPBJ.

Ketika sudah terbit SPPBJ, maka tindakan PPK adalah menyetujui bahwa BAHP sudah dapat diterima, sehingga tidak seharusnya dilakukan proses klarifikasiverifikasi/pembuktian kepada peserta dan/atau pihak lain, terbitnya SPPBJ membuat PPK sudah setuju dengan BAHP Pokmil.

Maka PA/KPA/PPK sebagai Pejabat Penandatangan Kontrak sudah masuk dalam masa pelaksanaan kontrak.

setelah terbitnya SPPBJ, sebagaimana bunyi dari IKP 39.10, Penyedia :

  • Penyedia wajib menerima penunjukan tersebut, dengan ketentuan:
    • a. apabila yang bersangkutan mengundurkan diri dengan alasan yang dapat diterima secara obyektif oleh Pejabat Penandatangan Kontrak dan masa penawarannya masih berlaku, maka peserta yang bersangkutan tidak dikenakan sanksi apapun;
    • b. apabila yang bersangkutan mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima secara obyektif oleh Pejabat Penandatangan Kontrak dan masa penawarannya masih berlaku, maka peserta dikenakan sanksi Daftar Hitam dan Jaminan Penawaran (apabila disyaratkan) dicairkan dan disetorkan ke Kas Negara/Kas Daerah; atau
    • c. apabila yang bersangkutan tidak bersedia ditunjuk karena masa penawarannya sudah tidak berlaku,maka peserta yang bersangkutan tidak dikenakan sanksi apapun.
  • Dalam masa Pelaksanaan Kontrak, yang ditandai dengan adanya SPPBJ, Apabila pemenang yang ditunjuk mengundurkan diri, maka dilakukan penunjukan kepada pemenang cadangan (apabila ada).

Setelah SPPBJ Kontrak harus ditandatangani (wajib) 14 hari kerja setelah terbitnya SPPBJ. Pejabat Penandatangan Kontrak dan Penyedia wajib melaksanakan Rapat Persiapan Penandatanganan Kontrak setelah diterbitkan SPPBJ. Dalam Rapat Persiapan Penandatanganan Kontrak, paling sedikit dibahas hal-hal sebagai berikut:

  • a. finalisasi rancangan Kontrak;
  • b. perubahan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan dikarenakan jadwal pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan sebelumnya akan melewati batas tahun anggaran;
  • c. rencana penandatanganan Kontrak;
  • d. dokumen Kontrak dan kelengkapan;
  • e. kelengkapan Rencana Keselamatan Konstruksi;
  • f. Jaminan pelaksanaan yang paling sedikit terdiri atas ketentuan, bentuk, isi, dan waktu penyerahan;
  • g. Asuransi;
  • h. rencana pemberdayaan tenaga kerja praktik/magang (dalam hal pekerjaan kompleks);
  • i. Jaminan uang muka yang paling sedikit terdiri atas ketentuan, bentuk, isi, dan waktu penyerahan; dan/atau
  • j. Hal-hal yang telah diklarifikasi dan dikonfirmasi pada saat evaluasi penawaran.

Kembali saya mengingatkan bahwa pada poin j diatas, pedomannya adalah BAHP, dengan terbitnya SPPBJ pada masa Persiapan Kontrak ini, posisi PA/KPA/PPK sudah tidak mempermasalahkan adanya masalah dalam BAHP, jadi yang di bahas dari poin j diatas adalah menegaskan beberapa hal yang telah diklarifikasi dan dikonfirmasi saat evaluasi penawaran, contoh, dalam hal harga timpang, maka atensi dari PA/KPA/PPK untuk kontrak harga satuan adalah ketika kuantitas / volume timpang sudah melebihi nantinya maka akan kembali ke harga pada HPS, hanya itu saja yang dilakukan, bukan Pejabat Penandatangan Kontrak melakukan proses klarifikasi/verifikasi/pembuktian kepada peserta dan/atau pihak lain, selain karena hal ini merupakan tugas Pokmil, dengan terbitnya SPPBJ PA/KPA/PPK sebenarnya sudah tidak mempermasalahkan proses pemilihan, fokus dari PA/KPA/PPK adalah aspek pengendalian kontraknya!

Yang saya sebutkan barusan diatas mengacu pada IKP Nomor 39.15 dan 39.16, dimana :

  • 39.15 Dalam Rapat Persiapan Penandatanganan Kontrak, Pejabat Penandatangan Kontrak dan Penyedia mengisi substansi rancangan kontrak dengan informasi yang diperoleh dari dokumen penawaran penyedia dan perubahannya yang dinyatakan dalam berita acara hasil pemilihan dengan tidak mengubah substansi yang ditetapkan dalam dokumen pemilihan.
  • 39.16 Dalam Rapat Persiapan Penandatanganan Kontrak, Pejabat Penandatangan Kontrak meminta Penyedia untuk menandatangani Pakta Komitmen Keselamatan Konstruksi (apabila Pakta Komitmen Keselamatan Konstruksi belum ditandatangani pimpinan tertinggi perusahaan Penyedia).

Jadi fokusnya adalah substansi rancangan kontrak, yang dipikirkan adalah kontraktual, bukan proses pemilihan, disini sudah masuk area perdata, maka urusan administratif dalam proses pemilihan sudah ditanggalkan. Apakah bisa gagal di area perdata ini untuk berlanjut tanda tangan kontrak?

Jawabannya bisa, dengan lingkup batasan diatur dalam IKP 39.17 :

  • Rapat Persiapan Penandatanganan Kontrak dinyatakan gagal oleh Pejabat Penandatangan Kontrak, dalam hal:
    • a. Penyedia tidak menyepakati dengan alasan yang objektif dan dapat diterima oleh Pejabat Penandatangan Kontrak, maka Penyedia tidak dikenakan sanksi apapun; dan
    • b. Penyedia tidak menyepakati dengan alasan yang tidak objektif dan tidak dapat diterima oleh Pejabat Penandatangan Kontrak, maka diberikan sanksi daftar hitam dan pencairan jaminan penawaran.

ingat kegagalan yang diatur dalam IKP 39.17 ini tidak mengubah substansi yang ditetapkan dalam dokumen pemilihan. Jadi Pelaku Usaha tidak bisa dikandaskan dengan hal yang tidak diatur / baru muncul diluar dari Dokumen Pemilihan! Artinya Pemenuhan IKP 39.17 ini murni karena sesuatu yang sifatnya pengunduran diri, bila alasannya obyektif dan dapat diterima tidak dikenakan SANKSI contoh :

  • PA/KPA/PPK terlalu lama (melebihi 14 hari) sehingga masa berlaku penawaran sudah tidak berlaku saat kontrak akan ditandatangani, Penyedia tidak dikenakan sanksi walau tidak menyepakati penandatanganan kontrak.
  • penyedia saat proses pemilihan penyedia belum dikenakan pailit dari pengadilan, saat akan berkontrak ternyata ada putusan pengadilan yang tayang, maka kontrak tidak dapat ditandatangani, dalam hal ini pelaku usaha yang mengundurkan diri karena sebab ini juga tidak perlu ditetapkan sanksi.

Jadi tidak selalu Penyedia yang mundur karena alasan obyektif yang dapat diterima, maka tidak dikenakan sanksi, namun bila alasan tersebut ternyata tidak dapat diterima, maka kenakan sanksi yang memang pengenaannya oleh PA/KPA/PPK selaku Pejabat Penandatangan Kontrak, artinya jangan offside mengenakan sanksi yang hanya bisa dilakukan Pokmil.

Pada tahap ini ketika terjadi pelanggaran yang sanksinya dapat diberlakukan oleh Pejabat Penandatangan Kontrak/terjadi pengunduran diri yang alasannya dapat diterima, maka sebagaimana IKP 39.18 : Dalam hal Rapat Persiapan Penandatanganan Kontrak dinyatakan gagal sebagaimana dimaksud pada 39.17, maka SPPBJ dan penandatanganan kontrak dibatalkan, selanjutnya Pejabat Penandatangan Kontrak menunjuk pemenang cadangan (apabila ada).

Poin 39.18 menunjukkan batasan bahwa Pejabat Penandatangan Kontrak dapat melakukan pemenang berkontrak berbeda dengan BAHP Pokmil ketika substansi dalam IKP 39.17 saja.

Dokumen Pemilihan tidak perlu dicetak oleh Pokmil untuk dilampirkan di BAHP karena PA/KPA/PPK selaku Pejabat Penandatangan Kontrak dapat mengunduh di paket tersebut dalam SPSE.

Kesimpulan :

  • Penolakan hasil Pemilihan substansinya adalah BAHP Pokmil (bukan Pejabat Penandatangan Kontrak menolak karena melakukan tugas kewenangan Pokmil);
  • BAHP Pokmil perlu dengan jelas mencantumkan dengan lengkap apa saja upaya klarifikasi dan bukti klarifikasi sebagai lampiran/bagian dari evaluasi.
  • Dalam hal BAHP Pokmil memang mengalami kekurangan, maka evaluasi ulang hingga tender ulang yang dilakukan;
  • Evaluasi ulang dilakukan Pokmil berdasarkan penolakan hasil pemilihan tertulis dalam hal PA/KPA setuju bahwa ada kekurangan BAHP Pokmil.
  • Kalau SPPBJ sudah diterbitkan maka secara substansi PA/KPA/PPK sudah menyetujui BAHP pokmil dengan keberadaan SPPBJ.
  • Kalau SPPBJ sudah diterbitkan, secara substansi PA/KPA/PPK dengan keberadaan SPPBJ sudah memulai ranah Perdata Tahap Pelaksanaan Kontrak.
  • PA/KPA/PPK selaku Pejabat Penandatangan Kontrak dapat menetapkan Pemenang Cadangan sebagai Pemenang Berkontrak dalam hal Rapat Persiapan Penandatanganan Kontrak dinyatakan gagal dikarenakan penyebab yang sudah diatur dalam IKP, bukan karena syarat yang tiba-tiba muncul diluar dari Dokumen Pemilihan (Dokpil);
  • Pada Tahap Pelaksanaan Kontrak yang dimulai dari SPPBJ bila mengundurkan diri, dalam hal obyektif dapat diterima maka Pelaku usaha tidak dikenakan sanksi, bila tidak dapat diterima alasannya maka dikenakan sanksi.
  • Tahap Pelaksanaan Kontrak yang gagal berlanjut penandatangan kontrak karena alasannya, maka PA/KPA/PPK sebagai Pejabat Penandatangan Kontrak dapat menunjuk Pemenang Cadangan bila ada.
  • PA/KPA/PPK dapat mengunduh Dokpil dari SPSE.
  • Seluruh Pelaku Pengadaan (PA/KPA/PPK, Pokmil, Pelaku Pengadaan yang ditetapkan sebagai Penyedia) wajib mematuhi Dokumen Pemilihan dan tidak post bidding / melakukan penambahan syarat mendadak yang menjebak pelaku pengadaan lainnya.
  • pelaku pengadaan punya peran masing-masing, jangan menjadi PPK rasa Pokmil, Pokmil jangan jadi pengendali Kontrak, dan seterusnya.

Sekian, semoga bermanfaat.

 

 

 

Kontrak
Sebelumnya Pelaku Pengadaan dalam Penetapan Sanksi
Selanjutnya Akun PPK pada SPSE dan PA/KPA bertindak sebagai PPK

Cek Juga

Memitigasi Risiko ketika terjadi Harga Timpang Sejak Merumuskan Rancangan Kontrak

Dalam proses penyusunan rancangan kontrak, menurut kami risiko harga timpang pada saat penawaran perlu dimitigasi. ...

Punya pendapat terkait artikel ini? mohon berkenan berdiskusi, terima kasih

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Open chat
1
Hubungi saya
Halo, apa yang bisa saya bantu?
%d blogger menyukai ini: