Harmonisasi Tujuan dan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa

Tujuan Pengadaan Barang/Jasa

Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres 16/2018) menyebutkan tujuan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sbb :

  • menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah,waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia;
  • meningkatkan penggunaan produk dalam negeri, peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, danUsaha Menengah, peran pelaku usaha nasional;
  • mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan barang/jasa hasil penelitian;
  • meningkatkan keikutsertaan industri kreatif;
  • mendorong pemerataan ekonomi; dan Pengadaan Berkelanjutan.

Kebijakan

Pasal 5 Perpres 16/2018 menerangkan kebijakan Pengadaan meliputi :

  • meningkatkan kualitas perencanaan Pengadaan Barang/Jasa;
  • melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang lebih transparan, terbuka, dan kompetitif;
  • memperkuat kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia Pengadaan Barang/Jasa;
  • mengembangkan E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa;
  • menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, serta transaksi elektronik;
  • mendorong penggunaan barang/jasa dalam negeri dan Standar Nasional Indonesia (SNI);
  • memberikan kesempatan kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah;
  • mendorong pelaksanaan penelitian dan industri kreatif;dan
  • melaksanakan Pengadaan Berkelanjutan

Permasalahan

Antara tujuan dan kebijakan dalam hal tidak dipahami dengan baik oleh para pelaku pengadaan terkadang membuat proses Pengadaan tidak dapat terlaksana dengan optimal, sebagai contoh terdapat kebijakan untuk memberikan kesempatan kepada usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah dapat tidak berjalan bila pelaku usaha berfokus pada tujuan menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah,waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia dengan memfokuskan seluruh paket terkonsolidasi secara total, maka tujuan Pengadaan lainnya yaitu penggunaan produk dalam negeri, peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah (UMKM), peran pelaku usaha nasional tidak terlaksana, karena kebijakannya tidak dibentuk terlebih dahulu.

Cara untuk mengatasi hal ini dan mengapa antara kebijakan dan tujuan harus di balancing dengan sedemikian rupa adalah memandang dan menguasai Perpres 16/2018 secara komprehensif, memahami pasar sejak perencanaan yang mana merupakan pelaksanaan dari kebijakan meningkatkan kualitas perencanaan Pengadaan Barang/Jasa juga tidak boleh dilupakan. Para Pelaku Pengadaan perlu memahami pasarnya, berkaitan dengan pembahasan paragraf sebelumnya, pelaku pengadaan perlu memahami dimana saja paket yang secara pasar perlu diberdayakan untuk UMKM dan mana paket yang lebih sesuai dilaksanakan untuk non-kecil, dengan demikian pencadangan untuk tiap segmentasi pasar dilakukan seoptimal mungkin sehingga seluruh tujuan dan kebijakan menjadi selaras dan tidak kontradiktif dalam pelaksanaannya.

Dengan demikian memahami pasar sejak perencanaan, alih-alih baru memikirkan sejak proses pemilihan maupun persiapan secara keseluruhan menjadi wajib dilakukan, namun hal ini masih jauh panggang daripada api dikarenakan pelaku pengadaan saat ini masih terjebak dengan Peraturan Perundangan dan/atau Proses Pemilihan.

Kebijakan Pengadaan

Bagaimana dengan kebijakan pengadaan lainnya seperti mendorong penggunaan barang/jasa dalam negeri / Produk Dalam Negeri (PDN) dan Standar Nasional Indonesia (SNI), masalah disini lebih pelik lagi, tagging pencantuman dalam e-Katalog masih bersifat self declare yang berarti pelaku usaha yang menjadi penyedia katalog lah yang mencantumkan tagging tersebut berkaitan dengan PDN miliknya, selain itu berkaitan dengan kesibukan pelaku pengadaan yang masih berkutat pada repetisi rutinitas alih-alih optimasi dalam proses pemilihan dengan tender/seleksi berulang tiap tahun juga menjadi tantangan sendiri. Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa diatur dalam PerLKPP 19/2018 tentang Pengembangan Sistem dan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa.

Pasal 1 PerLKPP 19/2018 menjelaskan bahwa untuk mengantisipasi perkembangan dan kebutuhan PBJP LKPP memiliki kewenangan untuk membentuk inovasi-inovasi yang berguna untuk mengembangkan sistem dan kebijakan PBJP, pelaksanaannya pun tidak sepenuhnya ada di LKPP dimana sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 pihak yang memerlukan seperti Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah/BUMN/BUMD dapat mengusulkan pengembangan sistem dan kebijakan.

Kesimpulan

Optimasi Pengadaan dapat dilakukan dengan melakukan Kebijakan yang selaras dengan Tujuan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pada dasarnya optimasi yang dilaksanakan dengan inovasi sangat dimungkinkan terjadi selama proses PBJP didasarkan pada Pemahaman yang mendalam terhadap Perpres 16/2018 dan khususnya tujuan dan kebijakan tersebut. Inovasi dimungkinkan bahkan dalam PerLKPP 19 tahun 2018 tentang Pengembangan Sistem dan Kebijakan sehingga proses PBJP senantiasa berkembang secara kolaboratif dan dapat lebih adaptif.

Demikian yang dapat disampaikan, tetap semangat, tetap sehat, dan salam pengadaan!

Peraturan
Sebelumnya Aspek Strategis dalam Pinjaman/Hibah dalam dan/atau Luar Negeri
Selanjutnya Filosofis Ruang Lingkup Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Cek Juga

Menyusun Rencana Penanganan Risiko yang telah teridentifikasi dalam konteks Supply Positioning model

sebagaimana sudah dibahas dalam artikel : https://christiangamas.net/melakukan-identifikasi-risiko-berdasarkan-model-posisi-pemasok-dan-risiko-pengadaan/ Dalam menyusun Rencana/Strategi Penanganan Risiko yang dapat dipertimbangkan ...

Punya pendapat terkait artikel ini? mohon berkenan berdiskusi, terima kasih

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Open chat
1
Hubungi saya
Halo, apa yang bisa saya bantu?
%d blogger menyukai ini: