Definisi Kontrak Payung
Berdasarkan Perpres 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pasal 27 ayat (7) menyebutkan bahwa Kontrak Payung dapat berupa kontrak harga satuan dalam periode waktu tertentu untuk barang/jasa yang belum dapat ditentukan volume dan/atau waktu pengirimannya pada saat Kontrak ditandatangani. Dengan demikian karena volume dan/atau waktu pengirimannya belum diketahui, maka jumlah akhir transaksinya tidak diketahui, maka sejak semula yang “diikat” adalah Harga Satuan selama periode tertentu dan Pemesanan atas Harga Satuan tersebut maka perlu dituangkan lagi dalam Kontrak “turunannya”.
Proses Tender Kontrak Payung
Belum terdapat panduan pasti untuk mengatur teknis pelaksanaan pemilihan penyedia dengan Kontrak Payung, namun berdasarkan definisi Kontrak Payung ini hadir untuk memberikan optimalisasi dimana harga satuan yang ada telah teroptimasi (optimized) berdasarkan kompetisi yang memang memperhitungkan jangka waktu pekerjaan yang relatif panjang, hanya saja volumenya masih bersifat perkiraan dan waktu pengiriman / delivery masih bersifat perkiraan. Dengan demikian maka Pagu Anggaran yang disusun sebagai Harga Perkiraan Sendiri yang dikompetisikan perlu ditentukan terlebih dahulu dalam kebutuhan yang minimal.
Calon Pengguna Pekerjaan tidak bisa memperkirakan akurasi penggunaan yang sebenarnya, namun paling tidak sudah dapat diketahui kapasitas transaksi yang mungkin terjadi selama katakanlah untuk kontrak payung yang berlaku selama 2 tahun, maka kapasitas yang ada dan menjadi dasar kompetisi paling tidak dapat dicontohkan sebagai berikut :
- Pada Kontrak Payung Alat Tulis Kantor paling tidak kapasitas kemampuan belanja 50% selama masa berlaku Kontrak Payung;
- Pada Kontrak Payung Obat-Obatan paling tidak kapasitas kemampuan belanja 70% selama masa berlaku Kontrak Payung;
- Pada Kontrak Payung Jasa Kebersihan untuk seluruh Bangunan Aset Pemda paling tidak 20% selama masa berlaku Kontrak Payung;
- Pada Kontrak Payung Konsultan Advokasi Hukum paling tidak 30% dari Estimasi Historis Jumlah Kasus Hukum selama masa berlaku Kontrak Payung;
- Pada Kontrak Payung Sewa Kendaraan paling tidak 45% dari Jumlah Pejabat Struktural Eselon II di sebuah Pemda selama masa berlaku Kontrak Payung;
Jumlah minimal belanja ini penting untuk menjadi dasar penyusunan HPS dalam proses Pemilihan Penyedia Tender/Seleksi Kontrak Payung, tujuannya adalah untuk mengakomodir pelaksanaan dan penumpukan persediaan dari Penyedia selama Kontrak Payung berlaku dengan harga yang teroptimasi, dalam melakukan Kontrak Payung kita tentunya mengharapkan Harga yang dikeluarkan lebih efisien, atau minimal harga sama dengan transaksi biasa namun tingkat pelayanannya meningkat.
Pentingnya Business Intelligence
Pentingnya keberadaan Business Intelligence untuk memperkirakan kebutuhan pengguna Barang/Jasa menjadi semakin diperkuat dalam proses Pemilihan Penyedia Kontrak Payung, hjangan sampai pada proses tender / seleksi Kontrak Payung terjadi sebagai berikut :
- Diperkirakan kebutuhan ATK adalah 5 Milyar dengan jumlah kuantitas transaksi kertas A4/F4 Eco Green Label seharusnya pesanan minimal 150.000 rim untuk mendapatkan harga satu rim sebesar Rp35.000, namun ternyata pemesanan kita selama masa berlaku kontrak payung ternyata hanya 125.000 rim secara riil, hal ini akan menghasilkan kerugian kepada Penyedia yang memasok dalam jumlah besar.
- Diperkirakan kebutuhan Obat-Obatan dengan transaksi 50 Milyar selama 2 tahun ternyata yang terwujud hanyalah sebesar 14 Milyar.
- Diperkirakan Jasa Kebersihan yang terwujud selama 2 tahun hanya 6 milyar namun ternyata yang terwujud adalah 1 Milyar sehingga perusahaan Jasa Kebersihan akan mengalami kerugian dari sisi pasokan bahan kimia, bahan habis pakai, peralatan, dan biaya tenaga kerja yang dipersiapkan.
- Diperkirakan jasa advokasi terlaksana paling tidak 5000 jam selama 3 tahun, namun ternyata yang terwujud hanya 250 jam.
- Dst
Oleh karena itu identifikasi kebutuhan dan Business Intelegence menjadi penting disini, memformulasikan sebuah rumusan untuk melakukan penawaran dengan kapasitas dan kapabilitas minimum menjadi penting, bila transaksi yang dapat terjadi memiliki potensi Rp 15Milyar dalam tiga tahun untuk sebuah Barang/Jasa maka perkirakan terlebih dahulu berapa yang dapat memiliki kapasitas permintaan minimum dari pengguna Kontrak Payung, semisal rasio nya hanya 20% maka yang dikompetisikan dalam Tender/Seleksi Kontrak Payung hanya 3Milyar. Dengan demikian bila transaksi Riil nya selama tiga tahun itu mencapai 4 Milyar, maka Penyedia tidak mengalami kerugian akibat kekurangan permintaan.
Nilai Akhir Kontrak Payung?
Dalam Kontrak Payung, yang di tuliskan hanya Harga Satuan Saja. Dengan demikian Nilai Akhir Kontrak Payung tidaklah dapat dituliskan, karena volume dan/atau waktu pengirimannya belum diketahui, maka jumlah akhir transaksinya tidak diketahui, maka sejak semula yang “diikat” adalah Harga Satuan selama periode tertentu dan Pemesanan atas Harga Satuan tersebut maka perlu dituangkan lagi dalam Kontrak “turunannya”, dalam kondisi tertentu Pejabat Pembuat Komitmen Konsolidator dapat melaksanakan Negosiasi dalam hal Harga Satuan tertentu telah mengalami kelebihan permintaan, dengan kata lain Kontrak Payung dan Harga Satuannya menjadi Batasan tertinggi untuk mendapat nilai akhir Kontrak Turunan yang lebih efisien. Adapun secara global jumlah dari transaksi tidak perlu dituliskan dalam Kontrak Payung.
Demikian Disampaikan, tetap sehat, tetap semangat, tetap berintegritas, dan salam Pengadaan!