Pendahuluan
Pada Pasal 38 ayat (1), metode Pemilihan Penyedia untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya/Pekerjaan Konstruksi terdiri atas :
- E-Purchasing;
- Pengadaan Langsung;
- Penunjukan Langsung;
- Tender Cepat; dan
- Tender
Khusus Pengadaan Langsung untuk Jasa Konsultansi, tidak dibahas di artikel kali ini karena tidak ada batasan UMKM dan Koperasi berkaitan dengan Jasa Konsultansi yang diatur dalam Perpres 16 tahun 2018.
Pengadaan Langsung
Dibatasi dengan nilai paling banyak Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya/Pekerjaan Konstruksi, Pengadaan Langsung dilaksanakan Pemilihan Penyedianya oleh Pejabat Pengadaan, berdasarkan Dokumen Persiapan Pengadaan dari Pejabat Pembuat Komitmen.
- Proses Pemilihan Penyedia dengan Pengadaan Langsung dilakukan tanpa kompetisi;
- Dilaksanakan dengan Pengadaan Langsung Secara Elektronik melalui SPSE dari LPSE masing-masing;
- Pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa Lainnya/Pekerjaan Konstruksi relatif sederhana;dan
- Dilaksanakan dengan bentuk Kontrak yang sesuai dengan range nilai yang berlaku dalam Bentuk Kontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Perpres 16 tahun 2018.
Perlu diperhatikan nilai / volume Pengadaan Langsung masih yang terbanyak di K/L/PD bila mencermati data RUP saat ini, bila disandingkan dengan Tujuan dan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa mendorong tercapainya Tujuan Pengadaan maupun Kebijakan Pengadaan.
Tujuan Pengadaan
Diatur dalam Pasal 4 Perpres 16 tahun 2018, Tujuan Pengadaan yang bisa digunakan sebagai dasar Pemaketan Pengadaan yang mendukung Pengadaan Langsung adalah sebagai berikut :
- meningkatkan penggunaan produk dalam negeri;
- meningkatkan peran serta Usaha Mikro,Usaha Kecil, dan UsahaMenengah;
- mendorong pemerataan ekonomi;
- mendorongPengadaanBerkelanjutan. (khususnya aspek sosial)
Kebijakan Pengadaan
Diatur dalam Pasal 5 Perpres 16 tahun 2018, kebijakan berkaitan dengan Pengadaan Langsung sebagai instrumen Metode Pemilihan yang dapat diambil adalah dalam hal :
- memberikan kesempatan kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah;
- melaksanakan Pengadaan Berkelanjutan(khususnya aspek sosial)
Orientasi Pemaketan
Walaupun terdapat kemungkinan pertentangan bila memfokuskan pada Tujuan Pengadaan dan Kebijakan Pengadaan berkaitan dengan metode pemilihan, kita tidak boleh melupakan Pasal 20 berkaitan dengan Orientasi Pemaketan khususnya pada Pasal 20 ayat (1), dimana Pemaketan Pengadaan barang/Jasa dilakukan dengan berorientasi pada :
- Keluaran atau hasil;
- volume barang/jasa;
- ketersediaan barang/jasa;
- kemampuan Pelaku Usaha;dan/atau
- ketersediaan anggaran belanja
Membuat sebanyak-banyak nya Paket Pengadaan bagi UMKM seolah terlihat benar, namun perlu diperhatikan lagi bahwa terdapat larangan-larangan yang perlu diperhatikan dalam Pemaketan.
Larangan dalam Pemaketan
Pasal 20 ayat (2) menyebutkan larangan pemaketan Barang/Jasa adalah :
- menyatukan atau memusatkan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasayang tersebardi beberapa lokasi/daerah yang menurut sifat pekerjaan dan tingkat efisiensinya seharusnya dilakukan di beberapa lokasi/daerah masing-masing;
- menyatukan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifat dan jenis pekerjaannya harus dipisahkan;
- menyatukan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang besaran nilainya seharusnya dilakukan oleh usaha kecil; dan/atau
- memecah Pengadaan Barang/Jasa menjadi beberapa paket dengan maksud menghindari Tender/Seleksi.
Jangan sampai menggunakan Metode Pemilihan Penyedia Pengadaan Langsung dengan tujuan memecah Pengadaan Barang/Jasa menjadi beberapa paket dengan maksud menghindari Tender/Seleksi!
Adapun larangan dalam Pemaketan dan penyatuan Pemaketan khususnya lebih banyak, hal ini memungkinkan kita melakukan Pengadaan teroptimalisasi untuk menghasilkan Optimasi terbaik bagi organisasi, kita tidak ingin sibuk dalam proses Pemilihan Penyedia yang berulang kali dan sebenarnya sama saja keluarannya, seharusnya dalam membangun negeri ini kita lebih sibuk untuk menghasilkan proses Pengadaan yang mendukung tugas utamanya, bukan malah sibuk urusan siapa dan metode apa yang dilaksanakan untuk Pengadaan Barang/Jasa.
Undang-Undang Cipta Kerja
Bila semangatnya untuk mendayagunakan UMKM, tentunya kita perlu memperhatikan juga Undang-Undang Cipta Kerja, dalam Pasal 87 yaitu Pasal yang merubah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, dalam Pasal 97 Perubahan Undang-Undang 20 tahun 2008 dalam Undang-Undang Cipta Kerja memang dibunyikan sebagai berikut :
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan paling sedikit 4o% (empat puluh persen)produk/jasa Usaha Mikro dan Kecil serta Koperasi dari hasil produksi dalam negeri dalam pengadaan barang/jasa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perhatikan diatas, ketentuannya adalah bagi UMK dan Koperasi adalah 40% dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, jadi kalau APBD 2 Triliyun, maka Pengadaan Barang/Jasa yang dicadangkan buat UMK dan Koperasi adalah minimal 40% atau minimal 800 Milyar.
Ketentuan ini tentunya harus inline dengan Pasal 65 ayat (4) Perpes 16 tahun 2018, dengan bunyi :
Nilai paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah), dicadangkan dan peruntukannya bagi usaha kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kemampuan teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh usaha kecil.
Bila komposisi paket sebanyak 400 Paket yang menggunakan proses tender cepat/tender, sebut saja masing-masing dua milyar, maka paket yang tender cepat/tender sudah memenuhi alokasi 800 Milyar tersebut, menjadi tidak susah untuk memenuhi amanat UU Cipta Kerja bukan?
Dengan demikian sebenarnya tidak ada alasan bagi Pelaku Pengadaan di K/L/PD untuk masih melakukan sebanyak mungkin Pengadaan dengan metode Pemilihan Penyedia Pengadaan Langsung, lakukan optimalisasi dan strategi Pengadaan dengan melakukan pemaketan atau konsolidasi yang memang mereduksi Pengadaan Langsung.
Kesimpulan
Pengadaan Langsung bukan sebuah cara yang efektif untuk dilakukan dengan kuantitas banyak, alih-alih sibuk dengan seabrek berkas, konsolidasikan Paket Pengadaan Langsung dengan menggunakan metode yang lebih optimal. Pola yang ada adalah saat ini proses Pengadaan Langsung cenderung dilakukan secara offline dan tidak lewat PLSE. Padahal dari SiRUP dapat dilihat jumlah Paket Pengadaan dengan Pengadaan Langsung bisa 10 kali lipat atau bahkan ratusan kali lipat lebih banyak dari Paket Tender/Seleksi. Apakah kondisi ini sehat? Jawabannya tentu tidak, dengan alasan apapun Pengadaan Langsung sebenarnya bisa di optimalisasi hingga berkurang jumlahnya dengan tidak mengabaikan Tujuan, Kebijakan, Prinsip, Etika, dan Orientasi Pemaketan serta tetap berkesinambungan dengan Aspek Pengadaan Berkelanjutan.
Siapa yang bisa melakukan hal ini? para ahli pengadaan tentunya dapat merekomendasikan dan memformulasi kebijakan strategi terbaik yang teroptimalisasi pada K/L/PD masing-masing agar tercapai Optimalisasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah untuk menunjang kinerja agar K/L/PD dapat mencapai sasaran dan tujuan organisasinya, namun juga dapat menunjang ekonomi nasional dan daerah dengan segala potensinya untuk menumbuhkan UMKM dan Koperasi untuk meningkat berjenjang dari masing-masing tingkatan hingga bisa menjadi Pelaku Usaha Non Kecil yang semakin profesional, intinya Keberpihakan Pada UMKM tidak sama dengan Memanjakan UMKM.
Demikian disampaikan, tetap semangat, tetap sehat, dan salam pengadaan!
apabila ada perusahaan yang sudah di kategorikan non ukm ditinjau dari indikator modal usaha lebih dari 50miliar dan pendapatan tahunan pernah mencapai 50miliar. apakah ada ketentuan dapat memperoleh kontrak atau pekerjaan dengan nilai tertentu ? semisal mengerjakan kontrak dibawah 5miliar ?