Jangan salah paham—penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam pengadaan pemerintah memang penting. Tapi kalau berlebihan, justru bisa menabrak logika layanan publik (atau bikin gerah negara lain )
Yang saya maksud “berlebihan” itu begini: setiap transaksi belanja, bahkan hanya satu rupiah, tetap diwajibkan untuk dihitung kontribusi TKDN-nya. Padahal banyak barang yang tidak memiliki sertifikat TKDN—dan tetap diminta estimasi manual oleh instansi.
Masalahnya, estimasi ini kadang ngawur.
Contoh: beli nasi uduk di warung sebelah kantor—oleh sebagian pengajar aplikasi pelaporannya, malah disarankan input 100% TKDN.
Ini apa maksudnya? Nasi uduk nasionalis? Padahal kedelai aja kita masih impor, itu tahu dan tempe belum tentu lho TKDN nya 100%
Bahkan rekening belanja beli meterai saja, perlu dilaporkan TKDN nya! Ada ngga tuh sertifikat TKDN untuk meterai?
Lebih parah lagi, prinsip value for money—yang seharusnya dimulai dari identifikasi kebutuhan—malah jadi nomor dua. Nomor satunya justru angka TKDN.
Contoh ekstremnya ada di sektor medis: alat seperti gunting tali pusat, jarum suntik, hingga sarung tangan—ada yang bilang, “nggak apa-apa sakit, yang penting produk dalam negeri berjaya.”
Lho, ini kebutuhan pasien atau kebanggaan industri?
Kalau keselamatan nyawa jadi taruhannya, ya harusnya logika kebutuhan tetap jadi prioritas.
Kebijakan TKDN ini perlu fleksibilitas yang rasional dan harus berjalan beriringan dengan kebijakan untuk mendukung UMKM.
Secara regulasi untuk mendukung usaha kecil, maka 40% anggaran pemerintah yang memang dicadangkan untuk Usaha Kecil harus difokuskan secara jelas ke sana, tapi kebijakan ini indikator utamanya bukan TKDN lho ya…. Karena tidak semua Usaha Kecil yang bergerak di bidang industri punya resource untuk mengurus sertifikat TKDN dan tidak semua Usaha Kecil itu bergerak di bidang industri dan perlu dipahami bahwa Produk Dalam Negeri itu tidak semuanya bersertifikat TKDN.
Kemudian berkaitan dengan TKDN, kalau tujuannya adalah mendukung industri dalam negeri agar menjadi konglomerasi besar, maka harus jelas juga:
berapa persen dari anggaran belanja pemerintah yang dialokasikan untuk sektor industri strategis dalam negeri? Berapa yang untuk asing? Ini yang menurut saya harus dioptimalkan agar industri dalam begeri bisa maju, bukan menghabiskan resource di pemerintahan kita untuk menjadi kalkulator TKDN.