25 April. Hari ini diperingati sebagai Hari Otonomi Daerah.
Banyak yang memahami otonomi hanya sebagai urusan pembagian kewenangan, fiskal, dan administrasi. Padahal, otonomi juga bicara soal ruang untuk berpijak pada akar budaya masing-masing daerah.
Bila di Jawa Timur, daerah gunung Kawi, ada budaya meteri (mohon maaf bila salah tulis) yang bila diterapkan dalam pembangunan memiliki kesamaan dengan musrenbang. Kemudian di Kutai Barat, misalnya, kita punya sistem adat Dayak Benuaq yang selama ini mengajarkan musyawarah, gotong royong, dan kepemimpinan kolektif—hal-hal yang justru sering kita cari-cari di modul pelatihan manajemen modern.
Otonomi adalah saat ketika daerah diberi kepercayaan untuk mengembangkan potensi dan jati dirinya sendiri.
Bukan sekadar menduplikasi kebijakan dari pusat, tapi menerjemahkannya dalam bahasa lokal, dalam logika kearifan, dan dalam semangat kebersamaan.
Jadi kalau kita bicara otonomi, jangan hanya lihat grafik APBD atau laporan keuangan.
Lihat juga bagaimana masyarakat adat diajak bicara, dilibatkan, dan dihormati dalam proses pembangunan.
Karena sejatinya, otonomi bukan hanya soal siapa yang memutuskan, tapi bagaimana keputusan itu mewakili akar kita sebagai sebuah komunitas.
#HariOtonomiDaerah2025
#IdentitasLokalKita
#KutaiBaratBerdaulat
#AdatAdalahJatiDiri
#EdukasiBudaya