Dulu, waktu saya masih menjabat sebagai PPK, ada vendor yang ingin “berterima kasih” setelah proyek selesai.
Awalnya dia menawarkan uang. Saya tolak.
Lalu dia bilang, “Kalau barang gimana, Pak?”
Saya balik tanya:
“Bisa kasih estimasi harganya nggak?”
“Bisa,” katanya.
Barang itu kemudian saya minta dicatatkan sebagai aset daerah, sesuai arahan dari staf bidang Aset. Barang resmi, masuk inventaris, dan dipakai untuk mendukung kerja kantor.
Refleksi Singkat:
Ada yang nyeletuk, “Kenapa nggak dibawa ke rumah aja?”
Katanya, “Biasanya kan gitu…”
Tapi justru di situ masalahnya:
Karena ‘biasanya gitu’, maka gratifikasi jadi terasa normal.
Padahal, itu uang negara. Maka kalau ada pemberian karena jabatan kita, yang berhak menerima adalah negara, bukan pribadi kita.
Penutup:
Barang itu masih ada di kantor lama saya.
Masih digunakan. Masih tercatat resmi.
Dan tiap kali saya mampir, saya lega—karena saya tidak membawa pulang apa yang bukan hak saya. Orang-orang yang mengetahui hal ini pun sampai sekarang masih banyak, semoga bukan cuma diketahui, tapi diingat dan ditiru.
Integritas itu bukan soal besar kecilnya nilai,
tapi soal menjaga yang kecil agar tak jadi kebiasaan.
#ASNBerintegritas
#PengadaanBersih
#GratifikasiBukanTradisi
#BarangUntukNegara