A.Pendahuluan
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (omnibuslaw) dibentuk untuk mewujudkan tujuan pembentuan Negara Indonesia yang di dalamnya menghadirkan Pemerintah Negara Indonesia yang dapat mendorong terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur dan dalam hal ini perlu perubahan yang relatif “radikal” dalam melakukan berbagai upaya untuk memenuhi hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan yang adil dan beradab melalui cipta kerja.
Cipta Kerja diharapkan mampu memberikan keterbukaan kesempatan yang dapat menyerap tenaga kerja secara masif, luas, dan signifikan khususnya di tengah tuntutan globalisasi ekonomi yang mempersyaratkan persaingan yang semakin kompetitif, dalam hal ini maka didorong munculnya pengaturan dalam UU Cipta Kerja berkaitan dengan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi dan perlindungan dan kesejahteraan pekerja. Perubahan dari Pengaturan yang merupakan terobosan dari aspek Regulasi ini sedikit banyak mempengaruhi cara pikir dan terdapat semangat Penyederhanaan Birokrasi dan termasuk di dalamnya dengan keterkaitan Peraturan Keuangan Daerah dan Keberadaan Pejabat Pembuat Komitmen yang merupakan Pelaku Pengadaan pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
B.Pemerintahan Daerah, Administrasi, dan Cipta Kerja
Dalam Administrasi Pemerintahan maka dilakukan terobosan Pelaksanaan Administrasi Pemerintahan untuk mendukung Cipta Kerja yang merubah Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan merubah ketentuan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 jo UU 9/2015 tentang Pemerintahan Daerah, perubahan kedua Undang-Undang tersebut sedikit banyak mempengaruhi Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan di Daerah, khususnya terkait dengan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Keuangan Daerah.
Pemerintah Daerah menurut omnibuslaw / UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja : Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Kewenangan dalam hal ini memiliki batasan dan sebagai daerah otonom bukan berarti tidak ada rambu maupun pagar yang membatasi kewenangan, karena itu perlu diatur agar Pemerintahan Daerah dapat berjalan dengan baik, menurut UU Cipta Kerja definisi Pemerintahan Daerah adalah Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan demikian maka semangat UU Cipta Kerja, Pada Pasal 176 UU Cipta Kerja Pemerintah Daerah di selaraskan dengan tujuan agar otonomi Daerah bukan membuat kebebasan mutlak Pemerintah Daerah, melainkan adanya batasan dan kewajiban Pemda untuk mematuhi aturan, hal ini diatur dalam Pasal 16 dalam Pasal 176 UU Cipta Kerja, yaitu :
- (1) Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) berwenang untuk:
- a. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan; dan
- b. melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
- (2) Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengacu atau mengadopsi praktik yang baik (goodpractices).
- (3) Norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf a berbentuk ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagai aturan pelaksanaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah.
Dengan demikian merujuk pada ketentuan tersebut maka Pemerintah Daerah wajib patuh pada Peraturan Perundangan yang ditetapkan Pemerintah Pusat, maupun penetapan lainnya yang bisa saja selain berupa peraturan Perundangan berupa norma, standar, prosedur, dan kriteria.
C. Mengapa Hirarki Peraturan Perundangan Perlu Diperhatikan Pemerintah Daerah?
Peraturan Perundangan dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 yang terakhir kali dirubah dalam Undang-Undang 15 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, pada Pasal 7 ayat (1) :
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a.Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c.Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d.Peraturan Pemerintah;
e.Peraturan Presiden;
f.Peraturan Daerah Provinsi; dan
g.Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Pada Pasal 8 UU 15/2019 jo UU 12/2011:
- (1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
- (2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Dengan demikian bila diperhatikan pada bagian Penjelasan UU 15/2019 jo UU 12/2011 maka :
Bagian Penjelasan dalam Pasal 1 :
- Angka 5 : Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
- Angka 6 : Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
Bagian Penjelasan Pasal 8 ayat (1) : Yang dimaksud dengan “Peraturan Menteri” adalah peraturan yang ditetapkan oleh menteri berdasarkan materi muatan dalam rangka penyelenggaraan urusan tertentu dalam pemerintahan.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa :
- Peraturan Pemerintah memiliki Hirarki yang lebih tinggi dari Peraturan Presiden.
- Peraturan Presiden adalah Peraturan untuk menjalankan Peraturan Perundangan yang lebih tinggi.
- Peraturan Menteri adalah Peraturan yang ditetapkan oleh Menteri untuk penyelenggaraan urusan tertentu dalam Pemerintahan.
Berkaitan dengan hal diatas, maka Kedudukan PP 12/2019 dan PMDN 77/2020 dalam Hirarki Peraturan Perundangan adalah satu kesatuan, hal ini dikarenakan keberadaan Pasal 221 yang memberikan amanat adanya keberadaan Peraturan Teknis yang mengatur tentang Pelaksanaan Keuangan Daerah, Pasal 221 yang memberikan amanat adanya keberadaan Peraturan Teknis yang mengatur tentang Pelaksanaan Keuangan Daerah dalam PP 12/2019 :
- Dalam rangka pelaksanan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Daerah,Menteri menetapkan pedoman teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.
- Pedoman teknis Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setelahberkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Kemudian Detil dari pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana amanat Pasal 221 PP 12/2019. Dengan demikian PP 12/2019 dan PMDN 77/2020 dapat dipandang sebagai sebuah kesatuan yang tingkatannya diatas Perpres 16/2018 dan dalam hal ini penerapan PP12/2019 dan PMDN 77/2020 tidak meniadakan ketentuan dalam Perpres 16/2018 namun membuat Perpres 16/2018 yang mengatur APBN/APBD/PHLN/PHDN dalam hal Pengadaan Barang/Jasa dilakukan mengikuti kerangka pikir PP12/2019 dan PMDN 77/2020 dan tidak menerapkan apa yang seharusnya hanya bisa diterapkan di APBN kepada APBD dalam hal Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah maupun sebaliknya.
D. Tinggi Mana Antara Permendagri dengan Perpres?
Saya sering dibenturkan dengan pertanyaan begini dan untuk menjawab hal ini mau tidak mau saya mempatching pemahaman yang bertanya dan meladeni dengan logis, bukan cuma membantah atau menjelaskan bahwa tidak tepat membandingkan hirarki, karena Peraturan Perundangan ini ada ilmunya jadi bisa dijelaskan, kalau tidak punya ilmunya ya wajar aja menjelaskan dengan pendekatan berbeda, tapi bukan lantas pendekatan saya keliru total.
Hal ini bagi yang awam akan menyatakan ikuti Perpres karena Presiden posisinya lebih tinggi dari Menteri Dalam Negeri, terutama untuk mendorong dan mencari pembenaran, padahal ini bukan masalah tinggi-tinggian siapa yang lebih tinggi, Presiden atau Menteri, tapi perhatikan dalam bagian “Menimbang” yang merupakan konsiderasi dalam penerbitan PMDN 77/2020 :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 221 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah;
Kemudian dalam PMDN 77/2020 apa yang menjadi dasar dari pembentukannya adalah mengingat pada :
- Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
- Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6322);
- Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 12);
Maka dalam hal ini bukan lagi menjadi siapa yang paling tinggi jabatannya (berdasarkan kewenangannya), namun ketiga peraturan ini sebenarnya bisa disinergiskan secara kontekstual dan tekstual, bahwa PMDN 70/2020 sebagai Pedoman dari Pelaksanaan PP12/2019 dapat berjalan beriringan dengan Perpres 16/2018 jo. Peraturan Presiden Nomor 12/2021.
E. Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan PPK di APBD
Keberadaan Pejabat Pembuat Komitmen menjadi isu aktual dalam penerbitan Peraturan sebagai Berikut :
- Peraturan Menteri Dalam Negeri 77 Tahun 2020 yang merupakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019.
- Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Khususnya bila memperhatikan bahwa PMDN 77/2020 memberikan amanat yang lebih spesifik sebagaimana penyempurnaan dari PMDN 21/2011 yang sebelumnya mempertegas kedudukan dari PA/KPA sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, dalam hal ini di PMDN 77/2020 menuliskan ketentuan sebagai berikut :
- Ketentuan Pengguna Anggaran
- Lampiran Halaman 11 huruf g PMDN 77/2020 : Kepala SKPD selaku PA mempunyai tugas mengadakan ikatan/perjanjian kerja sama dengan pihak lain dalam batasanggaran yang telah ditetapkan;
- Lampiran Halaman 13 PMDN 77/2020 angka 8 :Dalam hal mengadakan ikatan untuk pengadaan barang dan jasa, PA bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Lampiran Halaman 13 PMDN 77/2020 angka 9 : PA yang bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen dapat dibantu oleh pegawai yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang tugas pejabat pembuat komitmen atau agen pengadaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Ketentuan Pengguna Anggaran
- Lampiran Halaman 14 huruf d PMDN 77/2020 : Pelimpahan Kewenangan PA kepada kepala unit SKPD selaku Kuasa Pengguna Anggaran mempunyai tugas mengadakan ikatan/perjanjian kerja sama dengan pihak lain dalam batasanggaran yang telah ditetapkan;
- Lampiran Halaman 14 angka 10 PMDN 77/2020 : Dalam hal mengadakan ikatan untuk pengadaan barang dan jasa, KPA bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan..
- Lampiran Halaman 14 angka 11 PMDN 77/2020 : KPA yang merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dapat dibantu oleh pegawai yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang tugas pejabat pembuat komitmen atau agen pengadaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
Dengan demikian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan amanat dari Pasal 293 dan Pasal 330 UU Pemerintahan Daerah dan memiliki kedudukan diatas Peraturan Presiden TIDAK DIATUR ADANYA PPK. Maka dengan demikian Perpres 16/2018 jo. Perpres 12/2021 menyebutkan definisi PPK berkaitan dengan pengeluaran anggaran belanja daerah merujuk kepada diberikan atau tidaknya kewenangan oleh PA di Pemda untuk menjadi PPK. Dalam auran Pengelolaan Keuangan Daerah tidak diatur adanya PPK sebagai entitas tersendiri, melainkan tergabung / bertindak rangkap dalam hal ini PA/KPA.
F. Optimalisasi Pengaturan yang telah ditetapkan
Bahwa kehadiran Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan amanat dari Pasal 293 dan Pasal 330 UU Pemerintahan Daerah dan memiliki kedudukan diatas Peraturan Presiden, dengan demikian Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan amanat dari Pasal 221 PP 12/2019 dengan demikian menjadi Peraturan terintegrasi dan tercakup dengan PP 12/2019 yang kedudukannya diatas Peraturan Presiden sebagai satu kesatuan yang menjalankan Undang-Undang sebagaimana Bagan sebagai berikut :
Bahwa dalam Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan terdapat perbedaan pola antara APBN dengan APBD, dimana :
- Pada APBN terdapat Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2013 tentang tata Cara Pelaksanaan APBN;
- Pada APBD terdapat Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
- Teknis Pelaksanaan Peraturan sebagaimana dimaksud pada poin f.1 dilaksanakan dengan menggunakan Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan terkait lainnya;
- Teknis Pelaksanaan Peraturan sebagaimana dimaksud pada poin f.2 dilaksanakan dengan menggunakan Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Peraturan terkait lainnya.
Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah diatur menggunakan Peraturan Presiden yang berada pada tingkatan di bawah dari kedua Peraturan Pemerintah baik pada APBN maupun APBD, oleh karena itu dalam Peraturan Presiden Nomor 16/2018 jo. Perpres 12/2021 pada Pasal 2 diatur ketentuan yang berbunyi sebagai berikut :
Ruang lingkup pemberlakuan Peraturan Presiden ini meliputi:
- a. Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD;
- b. Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaranbelanja dari APBN/APBD sebagaimana dimaksud pada huruf a, termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari pinjaman dalam negeri dan/atau hibah dalam negeri yang diterima oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah; dan/atau
- c. Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD sebagaimana dimaksud pada huruf a termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri.
Dengan demikian berdasarkan Pengaturan Ruang Lingkup Pada Perpres 16/2018 jo. Perpres 12/2021 pada Pasal 2 diatas, maka telah diinstruksikan bahwa para Pembaca Perpres Pengadaan wajib mematuhi masing-masing Pengaturan keuangannya masing-masing dan memilah dan mencerna Perpres Pengadaan sesuai ketentuan yang lebih tinggi, dalam hal memilah ini bagannya bisa kita ilustrasikan sebagai berikut :
G. Keberadaan Pejabat Pembuat Komitmen
Pada pengelolaan APBN terdapat Pelaku Pengadaan yang disebut Pejabat Pembuat Komitmen selain dari PA/KPA untuk melaksanakan kegiatan yang melaksanakan perikatan/perjanjian dan berakibat pada pengeluaran negara, sedangkan Pada pengelolaan APBD PPK sebagaimana dimaksud pada bagian kanan (Pemerintah Daerah) pada bagan “pengaturan pengelolaan keuangan secara umum” adalah dilaksanakan oleh PA/KPA yang bertindak sebagai PPK;
H. Optimalisasi Konfigurasi Penandatanganan dan Pelaksanaan Kontrak di Pemerintah Daerah
Dalam pelaksanaan tugas PA/KPA yang bertindak sebagai PPK pada Perangkat Daerah maka PA/KPA dapat dibantu oleh PPTK yang memiliki Kompetensi PPK. Dalam hal Berat beban kerja sehingga perlu PPK diluar PA/KPA, apakah beratnya beban kerja ini karena Pengadaan yang tidak terencana dan menjadi masalah yang tidak pernah dimitigasi karena pengadaan berbasis keinginan dan bukan kebutuhan. PA maupun KPA yang bertindak sebagai PPK memiliki tugas dan kewenangan PA/KPA dan sekaligus PPK, sehingga berdasarkan Perpres Pengadaan dapat menetapkan :
- Pengguna Anggaran :
- Menetapkan tim teknis;
- Menetapkan tim pendukung;
- Menetapkan tim ahli atau tenaga ahli.
- Kuasa Pengguna Anggaran :
- Menetapkan tim pendukung;
- Menetapkan tim ahli atau tenaga ahli.
Untuk pelaksanaan tugas dan kewenangannya, sehingga tugas dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa dapat terkelola dengan baik (managed).
I. Peluang PPK diluar dari PA/KPA Pada Pemerintah Daerah
Menelaah PP 12/2019 disebutkan pada bagian Penjelasan PP 12/2019 Pasal 12 ayat (2) pada penjelasan huruf d PPTK melaksanakan kegiatan pengadaan barang/jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur pengadaan barang/jasa. Kemudian dalam Lampiran halaman 15 huruf G poin 3 huruf a Permendagri 77/2020 disebutkan PPTK Menyiapkan dokumen pengadaan barang/jasa pada Kegiatan/Sub kegiatan SKPD/Unit SKPD sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengadaan barang/jasa.
Dengan demikian menurut PMDN 77/2020 pihak yang Dapat membantu tugas PA/KPA dalam Perikatan dalam bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, maka dapat dimaknai bahwa PA/KPA yang merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dapat dibantu oleh pegawai yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang tugas pejabat pembuat komitmen atau agen pengadaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal ini pada ketentuan Peraturan Perundangan maka perlu diperhatikan kembali bahwa dalam Peraturan Presiden Nomor 33 tahun 2020 tentang Standar Harga Regional yang tidak menghadirkan PPK, kemudian pada Pasal 11 ayat (3) dan Pasal 11 ayat (4) Perpres 16/2018 jo. Perpres 12/2021 diatur sebagai berikut :
- Dalam hal tidak ada penetapan PPK pada PengadaanBarang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBD, PA/KPA menugaskan PPTK untuk melaksanakan tugas PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf m.
- PPTK yang melaksanakan tugas PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memenuhi persyaratan kompetensi PPK.
Dengan demikian saat ini Peraturan yang berlaku sebenarnya sudah mengarahkan kepada Pemerintah Daerah untuk tidak menetapkan PPK diluar PA/KPA, melainkan hanya menugaskan, kata “menugaskan” dalam Perpres 12/2021 ini sebenarnya selaras dengan kata “dapat dibantu” dalam PMDN 77/2020. Dengan mengkombinasikan kedua ketentuan diatas seharusnya tidak lagi berfokus pada boleh atau tidaknya lagi menetapkan PPK sebagaimana Pasal 9 ayat (1) huruf g, melainkan menggunakan pihak yang dapat membantu PA/KPA dalam bertindak sebagai PPK, yaitu :
- Pengguna Anggaran :
- Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan;
- tim teknis;
- tim pendukung;
- tim ahli atau tenaga ahli.
- Kuasa Pengguna Anggaran :
- Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan;
- tim pendukung;
- tim ahli atau tenaga ahli.
Dengan pihak-pihak tersebut diatas, maka PA/KPA dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya termasuk sebagai PPK tidaklah bekerja sendirian, sehingga tugas dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa dapat terkelola dengan baik (managed).
Ketika akan ditetapkan PPK sebagaimana dimaksud diluar dari pihak-pihak yang disebutkan diatas, maka dengan memperhatikan seluruh regulasi yang ada diatasnya, tentunya perlu dilakukan pelaksanaan Pasal 86 ayat (2) Perpres Pengadaan oleh Kepala Daerah, sebagaimana bunyi Pasal tersebut sebagai berikut :
Kepala Daerah dapat menindaklanjuti pelaksanaan Peraturan Presiden ini untuk pengadaan yang dibiayai APBD dengan peraturan daerah/peraturan kepala daerah.
Tentunya dengan esensi bahwa dalam Peraturan Keuangan Daerah adalah telah teroptimalisasinya semua Pejabat Struktural sebagai PA/KPA yang bertindak sebagai PPK dan terdapat peran PPTK yang telah optimal namun masih dipandang terdapat beban kerja yang berat atas anggaran maka diperlukan kriteria yang menjustifikasi kebenaran bahwa PPK hadir berdasarkan Peraturan Presiden Pengadaan dengan penyelarasan pada Keuangan Daerah yang memang mendasari bahwa pelaksanaan keuangan daerah memang sedemikian luar biasa beratnya dan pihak yang ditunjuk sebagai PPK merupakan orang yang memang memiliki kompetensi. Kriteria ini menurut saya dituangkan dengan Peraturan Daerah untuk semakin memperkuat dasar hukumnya dengan kajian yang matang, mengingat pembayaran honor atas beban kerja tambahan sebagai PPK berdampak pada beban anggaran Pemerintah Daerah, dalam hal ini DPRD sebagai mitra dari Pemerintah Daerah wajib mengetahui dan menyetujui untuk mengundangkan pengaturan tersebut.
Poinnya adalah mengapa harus Peraturan Daerah karena pada pembentukan Peraturan Daerah menjadi dasar kuat untuk menghadirkan sebuah Peran yang penting dengan kedudukan yang jelas dan memiliki kepastian hukum yang lebih kuat mengingat ada peran DPRD sebagai penyeimbang disitu, tidak terbayang bila terjadi permasalahan dan PPK yang sudah terlanjur bekerja sekian tahun harus mengembalikan apa yang telah diterima karena memang dianggap tidak sah walau telah melaksanakan tugasnya, hal ini dikarenakan tidak ada kajian yang matang dan kinerja dari pelaksana tugas PPK yang tidak memiliki dasar hukum berupa Peraturan Daerah ini dianggap telah cukup hanya menerima TPP saja, terlepas dari fakta bahwa TPP di Daerahnya tidak memperhitungkan tambahan tugas sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, selain itu keberadaan Perda juga harusnya sudah jelas untuk memberikan kepastian hukum dan kedudukannya mengapa diberikan tugas dan kewenangan tersebut, jangan sampai “Peran-nya” tidak sah secara hukum untuk hadir.
J. Bagaimana bila sudah terlanjur menetapkan PPK?
Bagaimana Bila Sudah Terlanjur Menetapkan PPK sebelum awal tahun dan sudah bekerja? Sebaiknya Keputusan tersebut direvisi, dalam Surat Keputusan Pejabat sebagaimana Keputusan-Keputusan lainnya yang dikeluarkan dengan dasar aturan Administrasi Pemerintahan, umumnya selalu ditutup dengan kalimat yang kurang lebihnya berbunyi :
“keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila dikemudian hari diperlukan perubahan akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya”
Saya memaknai perbaikan sebagaimana mestinya tidak terbatas hanya memperbaiki Surat Keputusan, termasuk produk lanjutan yang diperlukan perlu dilakukan perbaikan juga. Mengingat publikasi kedua peraturan ini berada pada tengah-tengah pelaksanaan, bisa saja terdapat perikatan yang memang sudah terjadi, maka dilakukan perbaikan mulai dari Keputusan hingga Kontrak yang menjadi dampak ikutan dari perbaikan keputusan tersebut. Jangan dibiarkan salah karena kecakapan berkontrak itu pada Penyedia saja kita memperhatikan AD-ART dari Pelaku Usaha untuk memperhatikan siapa yang memiliki Kecakapan dalam berkontrak, maka Keputusan yang terbit dan kesesuaiannya dengan aturan adalah ekuivalen dengan AD-ART pada sisi Penandatangan Kontrak dari Pemerintah, hal ini penting dalam kaitannya dengan aspek kecakapan dalam berkontrak, ketidakcakapan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat mengakibatkan keabsahan berkontrak tidak berlaku.
K. Kesimpulan
- Bahwa dalam Pengelolaan Keuangan APBD terdapat Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (PP 12/2019) dengan satu kesatuan cakupan yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri, salah satunya adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri 77 tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah yang melaksanakan amanat PP 12/2019;
- Kedudukan PP 12/2019 sebagai Peraturan Pengelolaan Keuangan Daerah sejajar dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan APBN (PP 50/2018) yang dengan satu kesatuan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan, dalam hal ini baik PP 50/2018 maupun PP 12/2019 memiliki kedudukan lebih tinggi dari Peraturan Presiden, termasuk di dalamnya dalam pelaksanaan kedua Peraturan Pemerintah tersebut terdapat Peraturan Menteri yang menjalankan amanat dari masing-masing Peraturan Pemerintah wajib dipatuhi terlebih dahulu sebelum melaksanakan Peraturan yang lebih rendah hirarkinya secara tidak bertentangan;
- Bahwa dalam PP 50/2018 beserta Peraturan Menteri Keuangan terkait dalam tata kelola APBN menghadirkan keberadaan Pejabat Pembuat Komitmen sebagaimana Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, hal ini dalam PP 12/2019 jo. Permendagri 77/2020 diatur sedikit berbeda dalam hal melakukan Perikatan PA/KPA pada APBD bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen.
- Dalam Pasal 11 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah disebutkan “Dalam hal tidak ada penetapan PPK pada Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBD, PA/KPA menugaskan PPTK untuk melaksanakan tugas PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf m.”, pernyataan tersebut dimaknai sebagai hal yang telah ditetapkan dalam Peraturan yang memiliki hirarki lebih tinggi, dan bukan dikarenakan “Dalam hal tidak ada penetapan PPK oleh PA/KPA pada Pengadaan barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBD”, sehingga tidak disarankan bagi PA APBD di Lingkungan Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Kutai Barat untuk menetapkan Pejabat Pembuat Komitmen;
- Penetapan Pejabat Pembuat Komitmen yang dilakukan oleh PA selama tidak ada Peraturan Daerah yang menguatkannya akan mengakibatkan ketidakcakapan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan dapat mengakibatkan keabsahan berkontrak tidak berlaku bila Kontrak dilakukan selain PA/KPA. Dalam hal ini bila sudah terlanjur maka perlu dilakukan perbaikan dan serah terima dari Penandatangan Kontrak sisi Pemerintah sebelumnya dengan yang memiliki kewenangan.
- Peraturan yang diundangkan sebenarnya sudah jelas, berbeda konten antara Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan APBN dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah PP Hirarkinya lebih tinggi dari Perpres, ketika PP belum dirubah maka Pasal 11 ayat (3) Perpres 12/2021 mau tidak mau berlaku “Dalam hal tidak ada penetapan PPK oleh PA/KPA pada Pengadaan barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBD” lebih dikarenakan Aturan, bukan keputusan/pilihan PA APBD.
- Bagaimana bila ada PPK yang diperlukan untuk keseluruhan tugas berdasarkan penetapan PA dalam APBD? Kembali menurut saya perlu dibuat dasar hukum yang menguatkan peran tersebut, mengingat dari sisi keuangan dan perbendaharaan daerah peran tersebut tidaklah ada. Saran saya agar lebih kuat di gunakan saja Peraturan Daerah (bukan Peraturan Kepala Daerah), tentunya dengan analisis dan kriteria yang berdasar mengapa hal yang tidak ada di peraturan pengelolaan keuangan daerah dan perpres Standar Harga Regional tidak ada dijadikan ada. Bila hal ini tidak menjadi perhatian, maka sangat tidak diharapkan hadir PPK yang menyelenggarakan tugas PA/KPA tapi tidak menerima apapun sebagai kompensasi prestasi, apa itu tidak menjadikan orang untuk tersudut dan melakukan hal yang melanggar etika ketika tugas diberikan tapi tidak menerima apa-apa? Malah jadi seperti menerima hukuman, memiliki sertifikat kompetensi PPK dibayar sama dengan yang biasa-biasa saja.
- Pelaksanaan Pembentukan Peraturan Daerah untuk pembentukan PPK selain PA/KPA dalam hal Bertanda-tangan Kontrak boleh dilakukan dengan salah satu prinsip dalam Diskresi, dalam hal ini memang di dukung data yang dapat dipertangung-jawabkan bahwa terjadi stagnansi Pemerintahan dalam hal Pemerintah Daerah melaksanakan Peraturan Perundangan eksisting.
- Sebelum lanjut kepada Pembentukan Peraturan Daerah, mungkin perlu dikaji dulu, bahwa beratnya beban kerja ini karena Pengadaan yang tidak terencana dan menjadi maslaah yang tidak pernah dimitigasi karena pengadaan berbasis keinginan dan bukan kebutuhan?
- beban kerja suatu pengadaan besar / banyak ini kalau tidak akan pernah dikendalikan oleh PA/KPA akan menjadi masalah besar kedepannya, jangan-jangan masalahnya selama ini karena pengadaan berdasarkan keinginan, bukan kebutuhan? Saya pribadi berpendapat momentum ini baik untuk perbaikan, kalau tidak di dorong mengikuti koridor yang telah ditetapkan Pemerintah Pusat, Pada Pemerintahan Daerah kemungkinan tidak akan terjadi :
- Pemetaan Pengadaan berdasarkan prioritas dan kemampuan yang memang benar-benar kebutuhan;
- Perlu kaderisasi dan ada pengembangan kompetensi yang menjadi perhatian PA/KPA.
- Ada tugas kolektif yang lebih besar dan lebih prioritas saat ini yaitu mendukung tercapainya tujuan dari Undang-Undang Cipta Kerja demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur alih-alih dengan berpolemik soal boleh atau tidaknya menghadirkan peran PPK di Daerah, saya tidak berpendapat tidak boeh/dilarang dalam membenntuk PPK di Pemerintah Daerah selama memang mekanismenya sudah dilalui, hanya saja perlu diingat bahwa kewenangan untuk mengarahkan dan menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang mengacu atau mengadopsi praktik yang baik (goodpractices) berbentuk ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagai aturan pelaksanaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah haruslah dipahami sebagai sebuah hal yang memang mendorong kesamaan gerak dan arah Pembangunan yang seiring dan seirama, cukup dipatuhi saja apa yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
- Mencermati bunyi Pasal 221 PP 12/2019 bahwa pelaksanan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan oleh Menteri dengan menetapkan pedoman teknis Pengelolaan Keuangan Daerah. Pedoman teknis Pengelolaan Keuangan Daerah dalam hal ini adalah Menteri Dalam Negeri, maka PMDN 77/2020 ditetapkan tentunya setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, cukup diikuti saja dan tidak perlu melakukan tindakan diluar dari apa yang telah diatur, yang penting saat ini adalah segera melaksanakan kemudahan dan penyederhanaan birokrasi agar aspek Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang terdapat dalam UU Cipta Kerja segera bergerak dan mewujudkan hal yang lebih besar lagi.
- PP Keuangan APBN tidak ada PPTK tapi ada PPK dan PPSPM, PP Keuangan APBD tidak ada PPK dan PPSPM tapi ada PPTK, tidak perlu manuver yang aneh-aneh, karena ada hal yang lebih besar yang perlu dipikirkan, alurnya sudah diberlakukan ya ikuti saja sesuai jalur.
Demikian yang dapat disampaikan, tetap semangat, tetap sehat, tetap berintegritas, dan salam pengadaan!