Pada ayat (1) Pasal 20 Perpres PBJP (Perpres 16/2018 jo. Perpres 12/2021) menjelaskan bahwa orientasi dari Pemaketan PBJP adalah :
- keluaran atau hasil;
- volume barang/jasa;
- ketersediaan barang/jasa;
- kemampuan Pelaku Usaha;dan/atau
- ketersediaan anggaran belanja
barulah kemudian menjelaskan tentang larangan pemaketan di ayat (2)
hal ini merupakan “upgrade” besar dimana pada Perpres PBJP sebelumnya (Perpres 54/2010 dan berbagai perubahannya) pada Pasal 24 ayat (2) dijelaskan orientasi pemaketannya dengan uraian :
Pemaketan dilakukan dengan menetapkan sebanyak-banyaknya paket usaha untuk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil tanpa mengabaikan prinsip efisiensi, persaingan sehat, kesatuan sistem dan kualitas kemampuan teknis.
keduanya bisa dimaknai setara, namun kelebihan dari Perpres 16/2018 jo. Perpre 12/2021 adalah pada :
- Proses PBJP pada era Perpres 16/2018 maupun Perpres 12/2021 sudah tidak sempit berfokus pada wujud produk dan keluarannya, frase “keluaran atau hasil” sudah lebih luas dari sekedar frase “kesatuan sistem dan kualitas kemampuan teknis”
- Proses PBJP pada era saat ini sudah memperhatikan adanya “proses” untuk menghadirkan produk dengan berorientasi pada “ketersediaan barang/jasa: dan “kemampuan pelaku usaha”
- Proses PBJP pada era saat ini merupakan proses yang berorientasi pada keluaran atau hasil dan volume barang/jasa, kembali hal ini merupakan “proses” terukur.
- Diperhitungkannya kemampuan pelaku usaha secara luas, bukan hanya pada UMK-Koperasi Kecil semata namun pelaku usaha nasional secara umum serta memperhatikan adanya persepsi pemasok (berdasarkan supplier perception model) atas ketersediaan anggaran belanja.
Kelebihan-kelebihan tersebut diatas menunjukkan bahwa Peraturan saat ini sudah relevan dan sesuai dengan best practices Internasional dan semakin berkembang.