Seri Pemahaman Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Seri 1)

Prolog

Seri ini bertujuan untuk mengupas satu persatu halaman perhalaman dan baris perbaris dari Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Tujuannya adalah untuk memahami filosofi dan esensi dari Peraturan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan bagaimana penerapannya. Seri ini ditulis berdasarkan catatan penulis selama proses belajar untuk menempuh ujian calon Fasilitator Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Seri 1 ini akan membahas halaman 1 hingga sebagian Halaman 2 Peraturan Presiden Nomor 16 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres 16/2018)

Referensi Peraturan Perundang-Undangan : Tautan

Pembahasan

Peraturan Presiden berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang terakhir kali dirubah berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2019 sebagaimana disebutkan di Pasal 1 angka 6 : Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.

Muatan dalam Perpres16/2018 ini adalah menjalankan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dimana pada Halaman 2 bagian Perpres disebutkan pada Bagian Mengingat di Halaman 2 Perpres 16/2018 sebagai berikut :

  1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

  3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601);

Pada Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 berbunyi (1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang Undang Dasar.
Dengan demikian Peraturan Presiden ini dibentuk berdasarkan kekuasaan Pemerintahan menurut UUD dengan berlandaskan pada salah satu kekuasaan Presiden yang diatur dalam UU 15/2019 Pasal 1 angka 6.

Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UUPN) adalah Undang-Undang yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan negara, dibentuk untuk mewujudkan tujuan bernegara yang menimbulkan hak dan kewajiban negara yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara, Pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilaksanakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Undang-undang tentang Perbendaharaan Negara sebagaimana disebutkan dalam Bagian Penjelasan UUPN dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum di bidang administrasi keuangan negara. Dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara (UUPN) ditetapkan bahwa Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.
Sesuai dengan pengertian tersebut, dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini diatur ruang lingkup dan asas umum perbendaharaan negara, kewenangan pejabat perbendaharaan negara, pelaksanaan pendapatan dan belanja negara/daerah, pengelolaan uang negara/daerah, pengelolaan piutang dan utang negara/daerah, pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah, penatausahaan dan pertanggungjawaban APBN/APBD, pengendalian intern pemerintah, penyelesaian kerugian negara/daerah, serta pengelolaan keuangan badan layanan umum.
Sesuai dengan kaidah-kaidah yang baik dalam pengelolaan keuangan negara, Undang-undang Perbendaharaan Negara ini menganut asas kesatuan, asas universalitas, asas tahunan, dan asas spesialitas. Asas kesatuan menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja
Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran. Asas universalitas mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran. Asas tahunan membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu. Asas spesialitas mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya. Demikian pula Undang-undang Perbendaharaan Negara ini memuat ketentuan yang mendorong profesionalitas, serta menjamin keterbukaan dan akuntabilitas dalam pelaksanaan anggaran.
Ketentuan yang diatur dalam UUPN dimaksudkan pula untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, kepada daerah telah diberikan kewenangan yang luas, demikian pula dana yang diperlukan untuk menyelenggarakan kewenangan itu. Agar kewenangan dan dana tersebut dapat digunakan dengan sebaik-baiknya untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah, diperlukan kaidah-kaidah sebagai rambu-rambu dalam pengelolaan keuangan daerah. Oleh karena itu UUPN selain menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan reformasi pengelolaan Keuangan Negara pada tingkat pemerintahan pusat, berfungsi pula untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan demikian Perpres16/2018 merupakan Peraturan untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan, dalam kaitannya dengan Perpres16/2018, UUPN mengatur ketentuan di Pasal 18 terkait dengan Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran yang secara normatif disebutkan dalam Pasal 18 UUPN.
Pasal 18 UUPN berbunyi sebagai berikut :

(1) Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berhak untuk menguji, membebankan pada mata  anggaran yang telah disediakan, dan memerintahkan pembayaran tagihan-tagihan atas beban APBN/APBD.
(2) Untuk melaksanakan ketentuan tersebut pada ayat (1), Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang:
a. menguji kebenaran material surat-surat bukti mengenai hak pihak penagih;
b. meneliti kebenaran dokumen yang menjadi persyaratan/kelengkapan sehubungan dengan ikatan/
perjanjian pengadaan barang/jasa;
c. meneliti tersedianya dana yang bersangkutan;
d. membebankan pengeluaran sesuai dengan mata anggaran pengeluaran yang bersangkutan;
e. memerintahkan pembayaran atas beban APBN/APBD.
(3) Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN/APBD bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud.

Selaras dengan Pasal 18 UUPN, Perpres 16/2018 menjelaskan bahwa Pengguna Anggaran/PA didefinisikan dalam Pasal 1 angka 7 sebagai berikut :

Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga/Perangkat Daerah.

Selaras dengan Pasal 18 UUPN, Perpres 16/2018 menjelaskan bahwa Kuasa Pengguna Anggaran/KPA didefinisikan dalam Pasal 1 angka 8 sebagai berikut :

Kuasa Pengguna Anggaran pada Pelaksanaan APBN yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.

Dengan demikian melaksanakan Perpres16/2018 sebagai sebuah Peraturan untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan terdapat kewajiban untuk tetap mematuhi tidak hanya Perpres16/2018 namun juga UUPN.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) atau disingkat UUAP berdasarkan bagian Penjelasan negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini berarti bahwa sistem penyelenggaraan pemerintahan negara Republik Indonesia harus berdasarkan atas prinsip kedaulatan rakyat dan prinsip negara hukum. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, segala bentuk Keputusan dan/atau Tindakan Administrasi Pemerintahan harus berdasarkan atas kedaulatan rakyat dan hukum yang merupakan refleksi dari Pancasila sebagai ideologi negara. Dengan demikian tidak berdasarkan kekuasaan yang melekat pada kedudukan penyelenggara pemerintahan itu sendiri.

Penggunaan kekuasaan negara terhadap Warga Masyarakat bukanlah tanpa persyaratan. Warga Masyarakat tidak dapat diperlakukan secara sewenang-wenang sebagai objek. Keputusan dan/atau Tindakan terhadap Warga Masyarakat harus sesuai denganketentuanperaturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Pengawasan terhadap Keputusan dan/atau Tindakan merupakan pengujian terhadap perlakuan kepada Warga Masyarakat yang terlibat telah diperlakukan sesuai dengan hukum dan memperhatikan prinsip-prinsip perlindungan hukum yang secara efektif dapat dilakukan oleh lembaga negara dan Peradilan Tata Usaha Negara yang bebas dan mandiri. Karena itu, sistem dan prosedur penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan harus diatur dalam undang-undang.

Pengaturan terhadap Administrasi Pemerintahan pada dasarnya adalah upaya untuk membangun prinsip-prinsip pokok, pola pikir, sikap, perilaku, budaya dan pola tindak administrasi yang demokratis, objektif, dan profesional dalam rangka menciptakan keadilan dan kepastian hukum. Undang-Undang ini merupakan keseluruhan upaya untuk mengatur kembali Keputusan dan/atau Tindakan Badandan/atau Pejabat Pemerintahan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).

Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik yang selanjutnya disingkat AUPB adalah prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan Wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Pasal 4 UUAP mengatur ruang lingkup dari pengaturan Administrasi Pemerintahan dalam Undang-Undang ini meliputi semua aktivitas:

a. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menyelenggarakan Fungsi Pemerintahan dalam lingkup lembaga eksekutif;

b. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menyelenggarakan Fungsi Pemerintahan dalam lingkup lembaga yudikatif;

c. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menyelenggarakan Fungsi Pemerintahan dalam lingkup lembaga legislatif; dand. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya yang menyelenggarakan Fungsi Pemerintahan yang disebutkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau undang-undang.

Pengaturan Administrasi Pemerintahan sebagaimana dimaksud diatas mencakup tentang hak dan kewajiban pejabat pemerintahan, kewenangan pemerintahan, diskresi, penyelenggaraan administrasi pemerintahan, prosedur administrasi pemerintahan, keputusan pemerintahan, upaya administratif, pembinaan dan pengembangan administrasi pemerintahan, dan sanksi administratif.

Dengan demikian merujuk pada Pasal 5 UUAP maka Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan berdasarkan:

a. asas legalitas;

b. asas pelindungan terhadap hak asasi manusia; dan

c. AUPB.

Yang dimaksud dengan “asas legalitas” adalah bahwa penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan mengedepankan dasar hukum dari sebuah Keputusan dan/atau Tindakan yang dibuat oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.

Yang dimaksud dengan “asas perlindungan terhadap hak asasi manusia” adalah bahwa penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak boleh melanggar hak-hak dasar Warga Masyarakat sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Yang dimaksud dengan AUPB adalah meliputi asas:

a. kepastian hukum;

b. kemanfaatan;

c. ketidakberpihakan;

d. kecermatan;

e. tidak menyalahgunakan kewenangan;

f. keterbukaan;

g. kepentingan umum; dan

h. pelayanan yang baik.

Berdasarkan muatan-muatan yang diatur untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan melalui UUD, UUPB, dan UUAP diatas maka Perpres16/2018 adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan di bidang Administrasi Perbendaharaan guna melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Pertimbangan pengaturan ini berdasarkan pada :

a. bahwa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional untuk peningkatan pelayanan publik dan pengembangan perekonomian nasional dan daerah;

b. bahwa untuk mewujudkan Pengadaan Barang/JasaPemerintah sebagaimana dimaksud Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional untuk peningkatan pelayanan publik dan pengembangan perekonomian nasional dan daerah, maka perlu pengaturan Pengadaan Barang/Jasa yang memberikan pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya (value for money) dan kontribusi dalam peningkatan penggunaan produk dalam negeri, peningkatan peran Usaha Mikro,Usaha Kecil, dan Usaha Menengah serta pembangunan berkelanjutan;

c. bahwa Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah masih terdapat kekurangan dan belum menampung perkembangan kebutuhan Pemerintah mengenai pengaturan atas Pengadaan Barang/Jasa yang baik;

Ketiga hal pertimbangan diatas dimaknai dengan prinsip yang terdapat dalam UUPB dan UUPA tentu menjadi sangat erat kaitannya sehingga melandasi penetapan Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dengan demikian Peraturan ini dibentuk karena menyadari bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, peningkatan pelayanan publik , dan pengembangan perekonominan nasional dan daerah sehingga dibentuklah Peraturan Presiden ini.

Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah yang memberikan pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya (value for money) dan kontribusi dalam peningkatan penggunaan produk dalam negeri, peningkatan peran Usaha Mikro,Usaha Kecil, dan Usaha Menengah serta pembangunan berkelanjutan menjadi salah satu semangat dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah karena berperan penting pada pelaksanaan pembangunan nasional untuk peningkatan pelayanan publik dan pengembangan perekonomian nasional dan daerah sehingga diatur dalam Perpres 16/2018 tujuan, kebijakan, prinsip, dan etika pengadaan barang/jasa.

Disadari bahwa Peratun Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebelumnya masih terdapat kekurangan dan belum menampung perkembangan kebutuhan Pemerintah mengenai pengaturan atas Pengadaan Barang/Jasa yang baik sebagaimana dinamika pada proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang semakin hari semakin kompleks maka dibentuklah Perpres16/2018.

Dengan demikian maka diputuskan untuk Menetapkan Peraturan Presiden Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Maret 2018 oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, diundangkan di Jakarta pada tanggal 22 Maret 2018 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2018 Nomor 33.

 

Peraturan
Sebelumnya Pengadaan Unit Ambulance baru dalam keadaan wabah? optimasi atau regulasi?
Selanjutnya Informasi Webinar 1 Juni 2020

Cek Juga

img 6830

Mengubah Bobot Pengakuan Prestasi Termin, bolehkah?

Misal kontrak pekerjaan pengembangan aplikasi yang dapat dibayarkan berdasarkan kemajuan tahapan pekerjaan, misal telah dibobot ...

Open chat
1
Hubungi saya
Halo, apa yang bisa saya bantu?
%d blogger menyukai ini: