Misi Pendidikan Nasional dan Tujuan Dari Ilmu Sosial Budaya Dasar

PENDAHULUAN

Misi pendidikan Indonesia secara umum adalah meratakan pendidikan yang bermutu tinggi kepada seluruh masyarakat pada segala lapisan di Indonesia sebagaimana merupakan cerminan Pasal 31 UUD 1945 yang menyerukan :Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem Pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Atas seruan UUD tersebut maka terdapat undang-undang Sistem Pendidikan nasional.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang berlaku saat ini adalah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 15 disebutkan salah satu pendidikan adalah pendidikan umum. Yang dimaksud dengan Pendidikan umum adalah merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-tingkat akhir masa pendidikan tinggi.

Bahwa terdapat fenomena krisis karakter dan terkikisnya pengamalan pelaksanaan pengajaran Trikon sebagai rujukan pendidikan karakter yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantaran yaitu kontinuitas atau keberlanjutan/kontinuitas, Konsentris, dan Konvergensi atau kesatuan umat sedunia, berkaitan dengan hal itu maka perlu dilaksanakan penelaahan capaian Pendidikan umum di Indonesia terhadap misi yang akan dicapai serta membahas apa yang perlu dilakukan Bangsa Indonesia afar misi tersebut dapat dicapai dalam tajuk diskusi : apakah menurut Pendidikan Umum di Indonesia sudah dapat mencapai misinya tersebut? Apa contoh kasusnya? Kemudianapa yang harus dilakukan bangsa Indonesia agar misi tersebut dapat dicapai?

LATAR BELAKANG : Pendidikan Umum

Bahwa pendidikan umum yang diwadahi oleh Mata Kuliah Umum bertujuan untuk merespon semakin banyak dosen dan mahasiswa yang memiliki kebanggaan luar biasa terhadap kekhususan ilmunya. Ketidakpedulian beberapa oknum dosen dan mahasiswa ini sering kali membawa dampak yang buruk bagi kehidupan bermasyarakat dan berbagnsa di negara kita. Manakala bila memperhatikan konteks kekinian Indonesia, kita menyaksikan banyak ilmuwan yang berperilaku asosial dan tidak bermoral, menjadi kriminal terdidik, bahkan ada yang masuk penjara. Pakar pendidikan memaknai pendidikan umum sebagai pendidikan nilai (value education), sebagian lain menunjuk pendidikan umum sebagai pendidikan kepribadian (personality education), pendidikan karakter (characer building), pendidikan kewarganegaraan, dan sebagainya.

Pendidikan umum adalah pondasi dari segala sesuatu yang berkenaan dengan pendidikan dasar dan pengalaman di perguruan tinggi, meliputi : pengetahuan, keterampilan, perilaku, dan nilai-nilai yang didapatkan dari pelajaran-pelajaran. Pendidikan umum tidak dibatasi oleh disiplin ilmu dan pendidikan umum menghormati pertalian antarilmu pengetahuan. Pendidikan umum mengembangkan proses kognitif dalam cara berpikir yang sangat diperlukan dalam proses belajar efektif dan mandiri. Pendidikan umum menyediakan kesempatan bagi mahasiswa untuk dapat berpikir logis kritis dan kreatif, berkomunikasi secara efektif baik oral maupun menulis, membaca secara ekstensif dan berprerspektif,  menelusuri nilai moral dan estetik relasi sosial dan berpikir kritis dalam hak kemanusiaan, mengerti pentingnya institusi sosial etika dan norma/nilai serta bagaimana individu-individu mempengaruhi kejadian dan fungsi dalam institusi-institusi tersebut di dunia, menghargai ekspresi kreatif dan estetik dan juga pengaruhnya/implikasi pada individual dan budaya,  mengekspresikan mendefinisikan dan menelusuri secara logis pertanyaan-pertanyaan tentang segala sesuatu dalam/melalui matematika, menggunakan teknologi komputer untuk berkomunikasi dan menyelesaikan masalah, mendapatkan fakta konsep dan prinsip prinsip ilmu pengetahuan alam dan sosial dalam menerapkan proses ilmiah dalam fenomena alam, mengartikan pentinggnya kesehatan dan nilai nilai kehidupan manusia, dan memanifestasikan komitmen untuk belajar di sepanjang kehidupannya.

tujuan dari pendidikan umum adalah pentingnya keberadaan pendidikan nilai sebagai acuan dan demi tercapainya kehidupan dan interaksi sosial antar manusia yang baik, harmonis, disiplin, berkasih sayang, berdemokrasi, bertanggungjawab, memiliki loyalitas dan pengabdian, dan serasi atau harmonis.

tujuan dari pendidikan umum adalah pentingnya keberadaan pendidikan nilai sebagai acuan dan demi tercapainya kehidupan dan interaksi sosial antar manusia yang baik, harmonis, disiplin, berkasih sayang, berdemokrasi, bertanggungjawab, memiliki loyalitas dan pengabdian, dan serasi atau harmonis. Dengan demikian Tujuan dari Ilmu Sosial Budaya Dasar sebagai mata kuliah umum yang mewadahi pendidikan umum pada pendidikan tinggi adalah mengembangkan kesadaran mahasiswa menguasai pengetahuan tentang keanekaragaman, kesetaraan, dan kemartabatan manusia sebagai individu, dan mahluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat, menumbuhkan sikap kritis peka dan arif dalam memahami keseragaman kesederajatan dan kemartabatan manusia dengan landasan nilai estetika etika dan moral dalam kehidupan bermasyarakat, dan memberikan landasan pengetahuan dan wawasan yang luas serta keyakinan kepada mahasiswa sebagai bekal hidup bermasyarakat selaku individu dan mahluk sosial yang beadab dalam mempraktikkan pengetahuan akademik dan ekahliannya serta mampu memecahkan masalah sosial budaya secara arif.

Ilmu Sosial Budaya Dasar selaku Mata kuliah umum sebagaimana disebutkan diatas memiliki peran yang penting sebagai wadah dari pendidikan umum pada pendidikan tinggi, mengingat pendidikan tinggi adalah salah satu dari bagian sistem pendidikan nasional negara kita, maka tidak salah bila disebutkan bahwa hal yang sama berlaku pada mata pelajaran umum pada pendidikan menengah dan pendidikan dasar. Bahwa masalah sosial budaya merupakan peristiwa yang timbul akibat interaksi sosial dalam kelompok masyarakat dalam memenuhi suatu kepentingan hidup yang dianggap merugikan salah satu pihak atau masyarakat secara keseluruhan.

Krisis karakter dengan tindakan merusak diri dari sudut pandang kesehatan jiwa adalah perilaku yang berbahaya atau berpotensi bahaya terhadap orang yang terlibat dalam perilaku tersebut. Perilaku merusak diri ini eksis pada tingkatan berkelanjutan, dengan bunuh diri sebagai tindakan paling ekstrim dalam ujung skala pengukurannya. Perilaku merusak diri dapat dilakukan secara sadar, atau merupakan tindakan yang dilakukan dengan impulsif secara tiba-tiba, atau dikembangkan sebagai kebiasaan. Kecenderungan merusak diri berujung pada penerapan tindakan yang berakibat fatal atau berpotensi membentuk kebiasaan kecanduan dan berakibat fatal. Tindakan merusak diri sering diasosiasikan dimiliki oleh orang dengan gangguan kepribadian ambang atau skizofrenia. Tindakan merusak diri secara metafora disebut sebagai “kematian sosial” dan/atau “bunuh diri sosial” yang berpotensi pada titik ekstrim secara literal menuju “bunuh diri”. (Beck, Aaron T.; Kovacs, Maria; Weissman, Arlene. Assessment of suicidal intention: The Scale for Suicide Ideation. Journal of Consulting and Clinical Psychology, Vol 47(2), Apr 1979, 343–352. https://dx.doi.org/10.1037/0022-006X.47.2.343

Krisis karakter dengan tindakan merusak diri sebagai akibat dari kurang mengena nya pendidikan karakter sebagaimana definisinya dapat merusak dan membahayakan orang yang terlibat dalam perilaku tersebut, baik diri yang bersangkutan yang melakukan, maupun kelompok masyarakat yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat, perilaku merusak diri ini berpengaruh pada pengembangan potensi daya saing, konflik masyarakat, memudarnya nilai-nilai kemanusiaan, dan lain-lain. Bahwa dalam rujukan pendidikan karakter, Ki Hajar Dewantara telah mencetuskan teori Trikon sebagai rujukan pendidikan karakter dengan tiga unsur yaitu Kontinuitas, Konsentrisitas, dan Konvergensi.

Pada Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 Pemerintah Republik Indonesia tiga fungsi utama adalah Pembentukan dan Pengembangan Potensi, Perbaikan dan Penguatan, dan Penyaring.

Bahwa karakter yang dibutuhkan bangsa Indonesia terdiri atas :

– Membangun dan menguatkan kesadaran mengenai akan habisnya dan rusaknya sumber daya alam di Indoneia.

– Membangun dan menguatkan kesadaran serta keyakinan bahwa tidak ada keberhasilan sejati di luar kebijakan.

– Membangun kesadaran dan keyakinan bahwa kebhinekaan sebagai hal yang kodrati dan sumber kemajuan.

– Membangun kesadaran dan menguatkan kayakinan bahwa tidak ada martabat yang dapat dibangun dengan menadahkan tangan.

– Menumbuhkan kebanggaan berkontribusi

FAKTA-FAKTA YANG MEMPENGARUHI

  1. Kebijakan nasional tentang pembangunan karakter bangsa tahun 2010-2025 membuktikan bahwa persoalan karakter bangsa Indonesia sudah sampai pada persoalan yang sangat memprihatinkan. Bahkan gambaran tentang krisis karakter sudah bersifat multidimensional pada semua level masyarakat. (Dr. Siti Irene Astuti) dengan ditandai adanya self destruction, kurang mengembangkan potensi daya saing, tendensi menguatnya konflik horisontal, dan memudarnya nilai kemanusiaan.
  2. Potensi Indonesia sebagai negara dengan Populasi tertinggi ke-4 setelah China, India, dan Amerika Serikat (http://www.worldometers.info/world-population/population-by-country/) tidak sebanding dengan Indeks Daya Saing Kompetitif Global, dimana berdasarkan laporan The Global Competitivenes Report 2018-2018 (Klaus Schwab, World Economic Forum) pada tahun 2017-2018 berada pada urutan ke-36, hanya unggul 4 urutan diatas India yang berada pada urutan 40, namun tertinggal jauh dengan dua negara terpadat lainnya di dunia yaitu Amerika Serikat yang berada pada urutan ke-2 dan China yang berada pada urutan ke-15. Walaupun tidak dipungkiri bahwa terdapat peningkatan signifikan dibandingkan pada tahun sebelumnya Indonesia berada pada urutan ke-41, dibandingkan dengan Negara Asia Tenggara lainnya Indonesia masih tertinggal dibandingkan Malaysia (Peringkat-23) dan Thailan (peringkat 34), hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia masih mengalami krisis karakter, dibuktikan dengan faktor bermasalah yang dinilai WEF (www3.weforum.org/docs/GCR2017…/TheGlobalCompetitivenessReport2017–2018.pdf).

Berdasarkan artikel tersebut Indonesia Investments menganalisis bahwa permasalahan faktor penyebab berusaha di Indonesia (https://www.indonesia-investments.com/id/news/todays-headlines/indonesia-improves-in-wef-s-global-competitiveness-report-2017-2018/item8231?) adalah : Korupsi, Birokrasi Pemerintah yang tidak efisien, Akses Pembiayaan, Ketersediaan infrastruktur yang memadai, Ketidakstabilan kebijakan, ketidakstabilan pemerintahan, tarif pajak, etika kerja tenaga kerja yang buruk, peraturan pajak, inflasi, tenaga kerja yang kurang terdidik, kejahatan dan pencurian, peraturan ketenagakerjaan yang kurang baik, regulasi pengelolaan mata uang asing, ketidakcukupan dalam berinovasi, dan kesehatan publik yang kurang baik.

  1. Menurut Raka, Krisis karakter sebagaimana dipaparkan Dr. Siti Irene Astuti adalah sikap mental yang memandang bahwa kemajuan bisa diperoleh secara mudah, tanpa kerja keras, bisa dicapai dengan menadahkan tangan dan dengan menuntut ke kiri dan ke kanan. Lebih lanjut dijelaskan Gede Raka, bahwa kebiasaan menimpakan kesalahan kepada orang lain, merupakan salah satu karakter yang menghambat kemajuan. Hal ini bukan kekuatan, namun kelemahan.
  2. Berdasarkan fakta yang mempengaruhi nomor 1, 2, dan 3 diatas, dapat kita tarik “benang merah” bahwa krisis karakter Bangsa Indonesia berpengaruh secara multidimensi pada semua level masyarakat, khususnya melalui hal-hal sebagai berikut :
  3. Perilaku merusak diri yang terjadi dan menyebabkan Birokrasi Pemerintah yang tidak efisien

Masih terdapat kesulitan Pegawai Negeri Sipil melaksanakan birokrasi Pemerintah menjadi efisien, Menurut Muhammad Agus Muljanto dalam publikasi Menumbuhkan Pola Pikir Sikap dan Perilaku Positif sebagai Pegawai Negeri Sipil (Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementerian Keuangan, 30 Januari 2015) Sulitnya seorang pegawai negeri sipil merubah pola pikirnya lebih dikarenakan hambatan pada diri sendiri berupa hambatan pola pikir mental block. Sikap pesimis seseorang disebabkan keyakinan negatif terhadap dirinya berdasarkan cara berpikir yang salah. Dengan cara mengubah pola berpikir negatif menjadi positif, maka seorang pegawai negeri sipil yang semula memiliki sikap pesimis akan berubah menjadi sikap optimis. Sikap optimis dan perilaku positif inilah yang diharapkan untuk membawa perubahan dalam reformasi birokrasi sebagaimana yang dicita-citakan dan diharapkan pemerintah dan masyarakat Indonesia.

 

Kurang mengembangkan daya saing dan sandungan korupsi Sebagai Bentuk Konkrit Krisis Karakter

Sebagaimana telah disebutkan pada fakta sebelumnya, bahwa daya saing telah meningkat 5 level, namun Sayangnya kenaikan daya saing Indonesia sulit melompat jauh mengejar negara tetangganya sendiri, seperti Singapura dan Malaysia yang masing-masing berada di posisi 3 dan 23. Faktor utama yang menghambat daya saing Indonesia adalah masih tingginya kasus korupsi. (https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3665616/korupsi-dan-deretan-hal-lain-yang-buat-daya-saing-ri-tertinggal).  Transparency International hingga tulisan ini diketik mempublikasikan Indeks Persepsi Korupsi Negara Indonesia adalah bernilai 37 dengan peringkat Indonesia adalah 96 dari 180 negara (https://www.transparency.org/country/IDN). Transparency international melaporkan bahwa walaupun tidak ada satupun negara di Asia Pasifik, bahkan Selandia Baru dan Singapura sekalipun tidak memiliki nilai sempurna hingga 100, terdapat perlambatan peningkatan khususnya di Indonesia, walaupun terdapat peningkatan dari nila 32 menjadi 37 Transparency International mencatat terdapat perlawanan yang kuat dari Pemerintah dan dari Parlemen dalam upaya pemberantasan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Menilik catatan Transparency International, dengan menelusuri rekam jejak elektronik terkait pemberitaan di media elektronik, kita dapat melihat sendiri bahwa relatif cukup banyak politisi yang menentang aksi KPK secara terang-terangan.

 

Kecenderungan konflik horizontal di masyarakat majemuk

Pada dasarnya, konflik adalah hal yang normal di dalam kehidupan sosial masyarakat. Tidak ada masyarakat yang berdekatan yang tidak memilliki konflik dan tidak ada cara pamungkas untuk menyelesaikan konflik. Semakin bebas masyarakat, maka semakin besar peluang untuk terciptanya suatu konflik (Haris, Syamsuddin,; Indonesia., Asosiasi Ilmu Politik; Indonesia., Partnership for Governance Reform in; Diponegoro., Universitas, 2005). Selain itu, sentimen SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) diyakini dapat membuat suatu konflik horizontal yang skalanya kecil berkembang menjadi konflik horizontal skala besar. Hal ini juga diperkuat oleh faktor masyarakat yang cenderung mempunyai sifat “sumbu pendek” atau mudah terpancing emosinya. Pendeknya sumbu ini mengalangi akal sehat dan kesabaran untuk berpikir menghargai perbedaan. Hal-hal kecil dengan cepat meledak jika pelakunya berbeda dari sisi SARA, sementara hal-hal yang lebih besar akan mudah diterima jika pelakunya dari kelompok yang sama (Riyanta, 2016).

Contoh dari kejadian ini yang telah terjadi, selain kasus Trisakti, Kasus Koja Priok, Kasus Century, Kasus Nurdin PSSI, adalah :

–  Konflik horizontal bentrok massa antar suku di Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur disebabkan pasokan keterbatasan BBM, dan adanya diskriminasi pelayanan dan pemukulan berbau SARA oleh petugas Agen Premium Minyak Solar Pada 23 November 2012

 

– Konflik Horizontal Bentrok massa berbau SARA antara suku yang berkonflik di Luwuk, Banggai Sulawesi Tengah pada 28 Agustus 2017.

Mengapa masyarakat kita seperti ini sekarang?

  1. Memudarnya nilai-nilai kemanusiaan, selain semangat dan kesediaan untuk bertumbuh kembang bersama secara damai dalam kebhinnekaan, juga pudarnya nilai karakter meliputi kejujuran, percaya diri, taat beribadah, kerjasama, semangat belajar/bekerja, dan saling menghargai sehingga menjadikan bangsa kita menjadi mampu berpikir dan tidak berperilaku yang kontraproduktif dan akhirnya menghambat potensi keunggulan kompetitif meningkat.
  2. Fakta dari rilis Bank Dunia terkait sistem pendidikan menyebutkan bahwa tujuh dari 10 sistem sekolah teratas berada di Asia Timur dan Pasifik, namun masih banyak yang perlu dilakukan (https://www.worldbank.org/in/news/press-release/2018/03/15/seven-out-of-10-top-school-systems-are-in-east-asia-pacific-but-more-needs-to-be-done-world-bank-says), menunjukkan bahwa permasalahan pendidikan merupakan hal yang menjadi perhatian seluruh negara dan masih memerlukan perbaikan, bahkan termasuk pada negara yang memiliki sistem sekolah/sistem pendidikan nasional yang sudah dinilai baik sekalipun.
  3. Dalam laporan pengembangan dunia tahun 2018 (World Development Report), disebutkan bahwa hal yang masih dikaji dan dikembangkan adalah pertama, janji-janji pendidikan, kedua kebutuhan untuk memberikan perhatian dan fokus pada pembelajaran, ketiga bagaimana membuat sekolah berfungsi bagi pembelajar, dan bagaimana membuat sistem dapat berkerja untuk belajar.
  4. Bahwa dalam proses pengembangan hard skill, keberhasilan pendidikan Indonesia menjadi sesuatu yang sangat diapresiasi oleh Dunia, fakta sejarah bahwa pada 17 Agustus 1945 saat Indonesia mendeklarasikan Kemerdekaannya, hanya 5% penduduknya yang dapat membaca dan menulis, hal ini berubah drastis 180 derajat dimana pada tahun 2015 hanya 5% penduduknya yang tidak dapat membaca dan menulis, dengan kata lain 95% sudah melek huruf baik dalam membaca maupun menulis. Namun kebalikan dengan perkembangan literasi dalam bidang Matematika Indonesia perkembangan pendidikan walaupun ada, namun terbilang lambat dimana menilik data 10-15 tahun yang lalu, Indonesia belum dapat mencapai rata-rata nilai kemampuan matematika yang sejajar dengan nilai rata-rata negara yang tergabung dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) hingga 48 tahun lagi. Bila meninjau cakupan yang diliputi oleh pendidikan umum yang disebutkan pada pra-anggapan butir ke-3 diatas yang salah satunya berbunyi “mengekspresikan mendefinisikan dan menelusuri secara logis pertanyaan-pertanyaan tentang segala sesuatu dalam/melalui matematika”, maka masih terdapat tantangan besar dalam mencapai misi pendidikan umum di Indonesia.
  5. Fakta lainnya bahwa sistem pendidikan nasional Indonesia belum bebas sepenuhnya dari permasalahan secara umum meliputi beberapa temuan permasalahan pada World Development Report 2018 :

– Program hibah pada Pendidikan di Indonesia (sebagaimana juga terjadi di Gambia dan Tanzania tidak memiliki efek terhadap minat belajar siswa

– Alokasi anggaran Pemerintah di bidang pendidikan masih belum dapat memberikan kesetaraan mutu / kualitas untuk menerjemahkan besaran anggaran yang sudah dialokasikan agar dapat menjadikan hasil pembelajaran lebih baik

– Temuan lainnya adalah jebakan antara buruknya ketimpangan pembelajaran dan akuntabilitas rendah sebagai akibat adanya peraturan tidak tertulis, salah satunya yang menjadi sorotan adalah di Indonesia kolega yang berusia lebih tua diperlakukan lebih, secara informal perombakan susunan kepengurusan sekolah biasanya ditunda hingga kepala sekolah yang menduduki jabatan pensiun. Walaupun hal ini tidak separah zaman sebelumnya yang menganut mono-loyalitas dimana terdapat risiko penurunan jabatan atau pemindahan ke sekolah yang terpencil ketika tidak memiliki loyalitas tersebut.

– Indonesia termasuk negara yang terpapar penyebab pendidikan yang tidak dapat mencapai tujuannya, yaitu diakibatkan pendidik yang tidak memiliki kemampuan dan motivasi, manajemen sekolah yang tidak berpengaruh pada proses belajar dan mengajar, faktor-faktor masukan yang tidak berpengaruh kepada hasil proses belajar-mengajar, dan murid yang tidak siap dalam mengikuti proses belajar, sebagai contoh yang menjadi sorotan dalam hal ini adalah pada pelajaran Matematika 60% waktu yang digunakan adalah untuk penyampaian materi satu arah dari guru, sehingga terdapat waktu yang sangat terbatas untuk latihan praktek dan pemecahan masalah, permasalahan lainnya adalah waktu aktifitas pembelajaran terjadi karena guru yang absen sebagaimana temuan tim survey.

– Peningkatan kesejahteraan pendidik dengan program sertifikasi yang tidak memiliki pengaruh, baik terhadap upaya terukur maupun performa siswa sebagaimana dilaporkan oleh Tim World Development Report 2018, namun tim tersebut menambahkan bahwa peningkatan kesejahteraan pendidik dengan meningkatkan penghasilan guru dapat menarik kandidat guru yang memiliki kemampuan memadai secara jangka panjang dan bahwa peningkatan penghasilan guru ini memang bukanlah solusi cepat untuk meningkatkan hasil.

– Adapun dalam pengembangan sistem pendidikan yang besar dan terdesentralisasi, Indonesia (dan Brazil) telah melakukan perubahan yang cukup signifikan.

Bagaimana manajemen tata kelola pendidikan negara kita?

  • Secara lebih ekstrim terdapat pendapat Helena Asri Sinawang yang menyatakan semakin sempitnya definisi “pendidikan” yang menjadi “persekolahan” dan di derivasi semakin sempit menjadi target sempit ujian nasional, hal ini mengakibatkan pendidikan hanya menghasilkan manusia yang skolastik dan pandai secara intelektual, namun kurang memiliki karakter utuh sebagai pribadi, dan berkelanjutan kehilangan sisi kemanusiaan (humanis) sehingga dalam memperlakukan orang lain cenderung tidak manusiawi.
  • Laporan dari Lowy Institute Sudney Australia yang berjudul “Beyond access: Making Indonesia’s education system work” menyatakan bahwa Negara Indonesia telah sukses besar untuk membuat anak-anak masuk sekolah dan tetap bertahan disana, setidaknya hingga berakhirnya periode wajib belajar anak-anak., namun Indonesia kurang berhasil dalam memastikan anak-anak ini menerima pendidikan. Dampak dari temuan ini berlanjut pada temuan mengejutkan dimana 42% pelajar Indonesia gagal memenuhi standar minimum rata-rata OECD dibandingkan negara tetangganya, sebagaimana telah disebutkan pada fakta nomor 8, Indonesia masih berada dibawah Malaysia, Vietnam, dan Thailand.
  • Tidaklah heran bila kita melihat daya saing Indonesia yang berada pada peringkat kompetitif ke-40 masih tertinggal di bawah Malaysia yang duduk di peringkat 23, dan Thailand pada peringkat 32, bukan tidak mungkin kelak Vietnam yang saat ini duduk di peringkat 55 akan menyusul Indonesia bila tidak terjadi perubahan atas sistem pendidikan nasional Indonesia.
  • Korupsi, Birokrasi Pemerintah yang tidak efisien, Akses Pembiayaan, Ketersediaan infrastruktur yang memadai, Ketidakstabilan kebijakan, ketidakstabilan pemerintahan, tarif pajak, etika kerja tenaga kerja yang buruk, peraturan pajak, inflasi, tenaga kerja yang kurang terdidik, kejahatan dan pencurian, peraturan ketenagakerjaan yang kurang baik, regulasi pengelolaan mata uang asing, ketidakcukupan dalam berinovasi, dan kesehatan publik yang kurang baik merupakan faktor dan merupakan pilar dari daya saing sebuah negara, namun bukan sepenuhnya ranah/domain dari Pemerintah, tindakan korupsi sebagai salah satu permasalahan cacatnya karakter, Korupsi atau rasuah berasal dari bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok, dan dapat dilakukan bukan hanya oleh Pemerintah, namun juga pihak lainnya di masyarakat, baru-baru ini publik kita dikejutkan dengan perilaku rusak pada salah satu usaha startup nasional di Indonesia, dimana pada event promosi flash sale puluhan pegawai perusahaan tersebut mencurangi sistem yang berujung pada pemecatan puluhan karyawan yang melakukan kecurangan tersebut. Kecurangan yang diakibatkan kepemilikan akses informasi yang dilakukan oleh para karyawan tersebut merupakan salah satu bentuk korupsi dikarenakan terdapat penyalahgunaan kewenangan didalamnya.
  • Selain kasus korupsi pada pemerintahan seperti korupsi e-KTP dan lain-lain, pada domain swasta itu sendiri juga tidak luput dari kejadian korupsi, selain kasus yang saya sebutkan pada startup online shop diatas, publik kita juga dikejutkan adanya kasus pembobolan dana nasabah sebuah Bank Multinasional senilai 40 milyar rupiah yang selanjutnya digunakan oleh pelaku untuk mencapai gaya hidup mewah, hal ini menunjukkan bahwa krisis karakter sudah merambah ke semua lini dan bukan lagi domain eksklusif aparatur pemerintahan.

Pengaruh Ilmu Sosial Budaya Masyarakat Dalam Menyikapi Fakta-Fakta Yang Mempengaruhi (Sebuah analisis)

  1. Pendidikan Umum berpengaruh terhadap indikator penilaian Indonesia sebagai bangsa, ditinjau dari misi pendidikan umum dimana Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem Pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa telah terdapat peningkatan dari sisi daya saing kompetitif global dan peningkatan indeks persepsi korupsi.
  2. Adapun tidak menutup mata bahwa atas capaian peningkatan tersebut, masih terdapat krisis karakter bangsa, sehingga perlu dilakukan pengembangan terhadap sistem pendidikan, terutama bila ditilik dari pendidikan umum yang secara khususnya mengarah pada pendidikan karakter sebagaimana dilakukan oleh negara-negara lain dalam proses pengembangan sistem pendidikan negara Indonesia yang relatif memiliki banyak kekurangan dan cenderung stagnan.
  3. Haryanto menyebutkan bahwa Pendidikan Karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil (bahasa Arab, Sempurna), dimana tujuan pendidikan karakter adalah meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah melalui pembentukan karakter peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai standar kompetensi lulusan.
  4. Nilai yang perlu menjadi penekanan untuk dihayati dan diamalkan oleh guru saat mengajarkan mata pelajaran di sekolah adalah religius, jujur, toleran, disiplin, kerja keras, kerja cerdas, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, senang membaca, peduli sosial, peduli lingkungan, dan tanggung jawab.
  5. Walau terdapat perbedaan istilah namun prinsip pendidikan Karakter Ki Hajar Dewantara dengan Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025 sudah selaras, sebagai contoh aspek kontinuitas berada pada Fungsi Perbaikan dan Penguatan, hal ini dipertegas adanya unsur perbaikan berkelanjutan dalam tahap evaluasi hasil. Demikian juga dengan Fungsi Penyaring yang mengandung unsur konsentris yang sama-sama bersifat kritis dan selektif terhadap pengaruh kebudayaan disekitar kita. Unsur Konvergensi yang bermakna membina karakter bangsa bersama-sama budaya bangsa lain sebagai kesatuan umat dunia juga tercantum dalam fungsi pembentukan dan pengembangan potensi yang mana potensi manusia atau warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsalah hidup Pancasila merupakan identitas bangsa Indonesia yang merupakan kekhususan dan tidak dapat ditiadakan demi membangun kebudayaan dunia. Bahwa dalam penyusunan kebijakan pendidikan nasional sudah tepat dalam menganut prinsip pendidikan karakter dari Ki Hajar Dewantara, hanya saja perlu dilakukan intensifikasi atas proses pendidikan yang seimbang dengan ekstensifikasi.
  6. Mengevaluasi temuan dari Lowy Institute Sudney Australia yang berjudul “Beyond access: Making Indonesia’s education system work” menyatakan bahwa Negara Indonesia telah sukses besar untuk membuat anak-anak masuk sekolah dan tetap bertahan disana, setidaknya hingga berakhirnya periode wajib belajar anak-anak, namun Indonesia kurang berhasil dalam memastikan anak-anak ini menerima pendidikan, sekaligus memperkuat pernyataan pendapat Helena Asri Sinawang yang menyatakan semakin sempitnya definisi “pendidikan”, bahwa memastikan proses pendidikan menjadi diterimanya “pendidikan” oleh pembelajar sama pentingnya atau bahkan lebih penting daripada sekedar memastikan anak-anak menyelesaikan program wajib belajar.
  7. Ekstensifikasi pendidikan atau perluasan cakupan pendidikan dengan memastikan keberadaan sekolah pada tingkatan pendidikan wajib bukan berarti tidak penting, keberhasilan dan sukses besar Pemerintah Negara Republik Indonesia dalam memastikan anak-anak masuk sekolah dan tetap bertahan disana, setidaknya hingga berakhirnya periode wajib belajar anak-anak bukan berarti dapat disepelekan, hal ini masih perlu dikembangkan mengingat luas wilayah Indonesia itu sendiri yang sangat luas dan fakta dilapangan bahwa masih terdapat daerah yang memiliki akses kurang baik untuk memperoleh pendidikan.
  8. Terdapat banyak “pekerjaan rumah” bagi Indonesia untuk melakukan intensifikasi atas perangkat pendidikan yang saat ini telah ada, peningkatan ini tidak hanya cukup dengan meningkatkan sumber daya manusia dan melatih guru saja, namun juga mengembangkan upaya strategi tepat guna untuk memastikan tercapainya lingkup sasaran pembangunan karakter dalam kehidupan berbangsa, yaitu mendorong Keluarga sebagai wahana pendidikan yang terus mendorong proses pembelajaran secara berkelanjutan, anggapan bahwa pendidikan adalah tugas sekolah sudah harus dikurangi dan para orang tua memiliki peran dalam pendidikan karakter, khususnya terkait perilaku sehari-hari dan pendidikan karakter bukan lagi domain kelembagaan pada sekolah dan / atau pemerintah.
  9. Dari aspek kebebasan berpendapat yang diatur dalam UUD 1945 pasal 28E ayat (3) berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat” memiliki hubungan yang erat keterkaitannya dengan Kebijakan Nasional Pendidikan Karakter, khususnya pada Lingkup Pemerintahan, Lingkup Masyarakat Sipil, Lingkup Masyarakat Politik, Lingkup Dunia Usaha, dan Industri, dan Lingkup Media Massa, bahwa perlu dilaksanakan kesadaran bersama agar memiliki keteraturan interior, dimana unsur masyarakat dalam keterkaitan dan peran nya sebagai pelaku dalam lingkup-lingkup yang disebutkan pada kebijakan nasional pendidikan karakter sadar bahwa terdapat nilai-nilai karakter yang perlu diamalkan.
  10. Pengamalan kebebasan berpendapat sebagai bentuk konkrit komunikasi antar budaya, secara normatif perlu diterapkan sebagaimana dengan apa yang telah ditetapkan dalam Kebijakan Nasional Pendidikan Karakter, pengamalan pendidikan karakter oleh Ki Hajar Dewantara, dan juga Foester sebagaimana dikemukakan oleh Aceng Kosasih perlu mengintegrasikan nilai-nilai sebagai pedoman normatif setiap tindakan, perlu dibangun rasa percaya satu dengan yang lainnya, upaya normalisasi norma masyarakat ke pribadi individu, dan perlu ditanamkan rasa keteguhan dan kesetiaan dalam melakukan komunikasi antar sesama yang memiliki budaya yang berbeda dalam kehidupan bermasyarakat.
  11. Hambatan Pengamalan nilai-nilai karakter tersebut bukanlah perkara mudah, mengingat terdapat perbedaan harapan pada tiap-tiap budaya, tiap-tiap budaya juga memiliki kejutan budaya walaupun masih berada dalam satu kesatuan negara Indonesia mengingat keragaman budaya kita. Sehingga dalam proses pengamalan nilai-nilai yang baik dalam pembentukan karakter senantiasa kita perlu mengamalkan toleransi dan perbaikan kerangka pikir untuk mewujudkan karakter yang dibutuhkan bangsa Indonesia.

KESIMPULAN

  1. Meningkatkan pendidikan tidak hanya sekedar meningkatkan sumber daya dan melatih guru, namun membutuhkan pergeseran mendasar yang berada pada aspek lapisan pada tatanan politik dan hubungan sosial sehingga dalam mengatasi masalah yang bersifat struktural ini harus dilakukan perubahan secara holistik dan kontekstual.
  2. Untuk menciptakan komunitas masyarakat yang bebas dari krisis karakter, maka dibutuhkan upaya untuk mendorong perilaku berkarakter yang secara keseluruhan memaktubkan karakter yang dibutuhkan bangsa Indonesia, untuk mencapai hal ini maka pelatihan kepada pembelajar yang melatih berpikir kritis sangatlah diperlukan.
  3. Pendekatan penyelesaian masalah harus dilakukan dengan penerapan nilai-nilai berkarakter, nilai-nilai ini karakter meliputi kejujuran, percaya diri, taat beribadah, kerjasama, semangat belajar/bekerja, dan saling menghargai sehingga menjadikan bangsa kita menjadi berpikir dan tidak berperilaku yang kontraproduktif dan berakibat menghambat potensi keunggulan kompetitif
  4. perlu dilakukan peningkatan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi penerapan kebijakan pendidikan nasional yang mana hal ini bukan merupakan domain sepenuhnya pada pemerintah, memang benar terdapat tugas dan fungsi pemerintah sebagai regulator menetapkan “aturan main” dan sebagai pihak yang melaksanakan pembangunan sumber daya dan pendidik pada sistem pendidikan nasional, namun kolaborasi dari masyarakat Indonesia secara keseluruhan tidak kalah pentingnya dalam mendorong tercapainya visi pendidikan umum di Indonesia.
  5. peranan pendidikan umum di Indonesia sangatlah besar dalam mendorong daya saing Bangsa secara keseluruhan, senada dengan kesimpulan nomor 4, tetap saja peranan masyarakat dalam mendukung daya saing secara global tidak kalah penting, maraknya kejadian krisis karakter sebagaimana telah disebutkan diatas dan Kejadian korupsi yang merambah bukan hanya eksklusif pada aparatur pemerintahan namun juga pada masyarakat secara umum. Sehingga perlu disadari bahwa pendidikan umum memiliki peran yang semakin besar dalam melakukan pendidikan karakter, tidak hanya terbatas pada aparat negara saja, melainkan menyeluruh pada seluruh aspek kehidupan bemasyarakat.

PENUTUP

 

Berdasarkan uraian diatas maka pendidikan nasional dan pendidikan umum di Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah maha berat, pendidikan karakter secara strategis perlu di intensifikasi dan ekstensifikasi untuk mengatasi krisis karakter yang sudah merambah ke semua aspek kehidupan bermasyarakat dan berbudaya, melalui pembangunan karakter berbangsa kita dapat berjalan menjadi bangsa yang berkarakter, dan sebagai bangsa yang berkarakter secara bersama-sama kita dapat mengikis, mengurai dan sekaligus menyelesaikan permasalahan bangsa dan negara agar kelak kita menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Demikian telaahan saya atas diskusi ini, mohon pendapat dan masukan atas pihak-pihak terkait, khususnya bila meninjau bentuk diskusi dalam bentuk forum yang dimungkinkan dibaca banyak pihak sehingga tidak menutup kemungkinan dilakukan koreksi atas kekeliruan pemikiran saya pribadi dalam menyusun dan menelaah tulisan ini. Terima Kasih.

 

 

 

 

Sebelumnya Hukum Perdata, Keabsahan perikatan, dan Kaidah Hukum Sebagai Pelindung
Selanjutnya Pengadaan Keadaan Darurat : Akomodasi Bagi Tenaga Medis Yang Bertugas Menangani Covid-19 Menggunakan Hotel/Penginapan

Cek Juga

Perubahan UU Rantaskor pada UU KUHP (UU 1/2023)

Pada ayat (4) Pasal 622 dari UU KUHP / UU 1/2023 adalah : (4) Dalam ...

Open chat
1
Hubungi saya
Halo, apa yang bisa saya bantu?
%d blogger menyukai ini: