preferensi harga
preferensi harga

Menghitung Preferensi harga pada Pekerjaan Konstruksi yang MUDAH

Sebenarnya tidak susah, hanya saja kita yang mungkin membuat susah…. Mungkin lho ya…. Mungkin…. 🤭🤣

Nah sekarang terkait Preferensi Harga, hanya diberlakukan terhadap Pengadaan Barang, aturannya berbunyi demikian di Perpres 12/2021, beda dengan Perpres 16/2018 yang memberlakukan pada pengadaan barang/jasa, namun kesamaannya masih diberlakukan pada Pengadaan Barang/Jasa yang terdiri atas Barang, Pekerjaan Konstruksi, Jasa Lainnya, dan Jasa Konsultansi.

Dalam Pengadaan Barang/Jasa berjenis Pekerjaan Konstruksi, maka pengadaan Barang di dalamnya bila paket Pengadaan Barang/Jasa ini diatas Rp1 Milyar HPS nya maka berlakulah preferensi harga.

Preferensi Harga berlaku di proses pemilihan……. kita tahu bersama dalam Model Dokumen Pemilihan (MDP) ada dua formulir, formulir daftar kuantitas dan harga dan formulir penawaran barang yang akan diberikan preferensi harga.

Keduanya adalah formulir terpisah.

 

Misal dalam AHSP PPK berujung pada daftar kuantitas pekerjaan pada paket dengan HPS senilai Rp1,1Milyar ini terdapat “Pekerjaan Fondasi”

Pekerjaan Fondasi menurut AHSP memerlukan nilai Rp300juta dengan kebutuhan semen misal 210 sak dengan satuan senilai Rp60.000 dalam AHSP PPK pekerjaan fondasi senilai Rp300juta ini memerlukan semen sebanyak 210 sak dengan nilai Rp12juta.

Penyedia selanjutnya berstrategi dengan Preferensi Harga dengan “kemungkinan” :

  • penyedia A menawar pekerjaan dengan nilai penawaran sebesar Rp990juta, nilai pekerjaan fondasi dengan nilai Rp285juta dan mungkin akan menggunakan semen sebanyak 210 sak dengan harga satuan Rp51.000 (nilai komponen barang Rp10.710.000)
  • penyedia B menawar pekerjaan fondasi dengan nilai penawaran Rp991juta, dengan nilai pekerjaan fondasi senilai Rp284juta dan mungkin akan menggunakan semen sebanyak 210 sak dengan harga satuan Rp50.000 (nilai komponen barang Rp10.500.000)
  • kemungkinan jumlah kebutuhan semennya antara Penyedia A dan Penyedia B berbeda ada nggak? bisa saja pendekatan Analisis Pekerjaannya tiap penyedia beda-beda, makanya tiap penyedia ada selisih dikit-dikit, tapi setidaknya tidak njomplang jauh satu sama lain, pada prinsipnya dalam menawarkan Barang pada komponen pekerjaan konstruksi, si Penyedia nya lah yang menghitung sendiri berapa kuantitas Barang yang akan digunakan dan memiliki sertifikat TKDN. Tapi seharusnya jumlah kebutuhan semen akan sama bila spesifikasi yang dirujuk sama.
  • Case contoh disini dapat dinilai oversimplified, belum tentu applicable di pelaksanaan, hanya saja tujuan penulisannya untuk menghadirkan dan menggeser fokusnya bukan lagi “Preferensi Harga yang diperhitungkan atas barang/jasa” tapi “Preferensi Harga yang diperhitungkan atas Barang” sesuai dengan aturannya, prinsipnya dalam melakukan penawaran, si pelaku usaha sudah dapat mengestimasi Barang yang akan digunakan.
  • Estimasi Barang yang akan digunakan itu yang kemudian di cantumkan dalam Formulir Penyampaian untuk Preferensi Harga
  • yang menghitung dan menyampaikan adalah Pelaku Usaha, Pokmil cukup menghitung kebenaran perhitungan rumus HEA Komponen untuk mendapatkan selisih pengurangan, total selisih pengurangan ini yang kemudian dikurangi dari Harga Penawaran dan menjadi Harga Evaluasi Akhir Paket.
  • Dalam satu paket terdiri dari banyak segmen pekerjaan, bisa saja dalam tiap segmen pekerjaan itu ada puluhan bahkan ribuan jenis Barang, pelaku usaha belum tentu mau menawarkan semua barang dengan Preferensi Harga, bisa saja mau mengambil satu barang saja, bisa saja dua, tiga, dan seterusnya,…… istilah kerennya ala carte alias prasmanan…… karena demikian sifatnya, terdapat tugas lagi dari Pokmil ketika mengevaluasi untuk memastikan kebenaran dan kegunaan barang tersebut masih nyambung atau tidak? jangan sampai barang yang ditawarkan ternyata sebenarnya tidak digunakan atau digunakan sekalipun namun ternyata kuantitasnya tidak sebanyak yang ditawarkan pelaku usaha.
  • Pokmil harus cermat dan menyikapi bila penawaran preferensi harga seperti yang saya sampaikan di contoh ini dengan paradigma (terima kasih masukan dari Bpk Habibi Lubis dari UKPBJ Sumatera Utara) :
    • konsep form TKDN ini msh ada celah utk diakali oleh penawar.. Misal jumlah/volume kebutuhan komponen barang dan harga satuan.. Tanpa melampirkan analisa pokja bisa kecolongan terutama pokja yg awam.
    • Dengan pembengkakan volume atau harga satuan / yg lebih besar Preferensi Harganya bisa jadi overestimate sehingga memberikan preferensi terlampau besar

Selanjutnya……

Rumus HEA Komponen kita tahu bersama (1-KP) * Harga Barang Komponen, dimana KP = Preferensi tertinggi (25%) dikali nilai TKDN barang

 

TKDN Barang di formulir Penawaran Preferensi masing-masing penyedia adalah :

  • Semen Penyedia A 28%
  • Semen Penyedia B 85%

Anggaplah dalam paket ini hanya “Barang” Semen dalam Pekerjaan Fondasi saja yang diperhitungkan, maka dalam perhitungan HEA Kompoenen selanjutnya :

Maka masing-masing Penyedia melalui formulir Preferensi Harga menawarkan DALAM PENAWARANNYA mengisi formulir seperti dalam Dokpil, kemudian Pokmil menghitung dan memperoleh :

semen penyedia a
semen penyedia a
semen b
semen b

Bagaimana dengan HEA Akhir tiap penawaran?

ya sudah….. jumlahkan saja Harga total penawaran penyedia dengan preferensi harga yang diberikan :

  • Penyedia A : Rp990juta + (-749.700) = Rp989.250.300
  • Penyedia B : Rp 991juta + (-2.231.250)= Rp988.768.750

Jadi  ketika penawaran Preferensi Harga berorientasiBarang seperti diatas dari Pelaku Usaha, maka kita fokus saja penawaran dari preferensi harga tanpa harus membongkar analisa harga satuan penyedia, fokusnya hanya memperhitungkan barang yang ditawarkan untuk diberikan preferensi harga saja, setelah dapat selisihnya diatas, jadikan pengurang dari nilai penawaran keseluruhan.

Karena preferensi harga diberlakukan sebagaimana ketentuan dalam Perpres 12/2021 diperhitungkan dalam evaluasi harga penawaran yang telah memenuhi persyaratan administrasi dan teknis maka yang menjadi menang adalah Penyedia B dengan HEA Paket 988.768.750 atas penawaran Rp991.000.000 yang akan digunakan untuk berkontrak.

 

Bisa jadi ada pendapat begini “Pak C, itu di pekerjaan konstruksi kan jasa nya juga berpengaruh pada Estimasi TKDN penawaran! kenapa kok fokusnya hanya pada Barang saja?

Perpres 12/2021 pada Pasal 67 ayat (3) sudah diubah berbunyi begini :

preferensi harga pada perpres 12 tahun 2021
preferensi harga pada perpres 12 tahun 2021

 

berbeda dengan di Perpres 16/2018 yang bunyinya begini :

preferensi harga perpres 16 tahun 2018
preferensi harga perpres 16 tahun 2018

 

Jadi di era Perpres 12/2021 karena ada perubahan diatas, maka sebaiknya kita fokus saja pada “Barang” yang ditawarkan oleh Penyedia, oleh karena itu formulir penyampaian TKDN untuk Preferensi Harga tidak perlu sama persis dengan Daftar Kuantitas dan Harga, di tiap segmen pekerjaan apabila ada Barang yang ditawarkan oleh Penyedia dengan TKDN yang ada di website Kemenperin ya sudah itu saja yang kita perhitungkan, tidak perlu mikirin jasa nya, karena tidak memerlukan perhitungan Preferensi Harga  atas jasa-nya, maka kita tidak perlu repot-repot membongkar AHS Penyedia yang sudah pasti berbeda-beda tiap Penyedia dan rumit menghitungnya…… fokus saja pada perhitungan yang digunakan atas barang yang diusulkan oleh penyedia untuk bekerja pada segmen pekerjaan konstruksi tersebut dengan catatan pelaku usaha juga menyampaikan preferensi harga nya berupa Barang.

Perhatikan, tulisan saya ini terkait Preferensi Harga…… jangan di campur adukan dengan komitmen penggunaan produk dalam negeri , pasal nya aja udah berbeda, pasal 67 berbicara Preferensi Harga, pasal 66 berbicara penggunaan Produk Dalam Negeri,kalau untuk urusan pemenuhan komitmen PDN maka pada paket konstruksi memang diperlukan perhitungan estimasi TKDN Gabungan Barang dan Jasa.

Tapi untuk urusan Preferensi Harga di Perpres 12/2021 kita fokus saja pada “Barang”, pendapat saya ini muncul setelah mempelajari kronologis Peraturan, bila berfokus pada Perubahan Perpres 16/2018 dan Perpres 12/2021 sebenarnya terlihat sekali bahwa penyempitan fokus dari “barang/jasa” menjadi “Barang” ini untuk membuat perhitungan Preferensi Harga ini dapat diterapkan dengan mudah, mudah karena fokusnya Barang saja dalam paket Pengadaan Barang/Jasa (B/PK/JK/JL), nah kalau tujuannya untuk memudahkan, buat apa dipersulit?

Jadi Estimasi Barang yang akan digunakan oleh tiap-tiap pelaku usaha yang mengikuti tender itu yang kemudian di cantumkan dalam Formulir Penyampaian untuk Preferensi Harga oleh masing-masing penyedia.

Tugas Pokmil adalah berperan sebagai pihak yang menghitung apa yang disampaikan oleh Pelaku Usaha, Pokmil cukup menghitung kebenaran perhitungan rumus HEA Komponen untuk mendapatkan selisih pengurangan, total selisih pengurangan ini yang kemudian dikurangi dari Harga Penawaran dan menjadi Harga Evaluasi Akhir Paket, jangan lupa juga pastikan kebenaran bahwa barang yang ada dan ditawarkan tersebut memang relevan dengan jenis pekerjaan yang sedang dipertandingkan.

Jadi “Mudah” disini perlu banyak pemahaman untuk penerapan nya secara cermat juga…… belum tentu juga Penyedia menawar semudah ini, Pokmil tidak bisa mengontrol penawaran yang dilakukan oleh Penyedia, bila Penyedia menawarkan dan mengisi Preferensi Harga dengan melaksanakan perhitungan TKDN secara rinci menggunakan AHSP ya maka perhitungannya tidak menggunakan “bypass” seperti artikel ini.

jadi artikel ini bukan “obat mujarab”

ngga boleh ya karena ada cara ini kemudian kita meniadakan dan tidak memperhitungkan bentuk perhitungan lain yang diserahkan Peserta Pelaku Usaha yang merinci dan merujuk pedoman yang digunakan dalam Permenperin 16/M-IND/PER/2/2011

ingat, tulisan asya ini bukan kemutlakan kebenaran, cuma tulisan orang biasa yang kebetulan aja mendalami proses pengadaan dengan ilmu seadanya.

Semoga bermanfaat. Salam Pengadaan.

 

Catatan : diluar dugaan tulisan ini mendapat banyak masukan, sebagian sudah saya revisi dari tulisan aslinya, dan kembali saya tekankan disclaimer bahwa pendapat saya ini hanya artikel kecil-kecilan, bukan kebenaran mutlak dan masih perlu masukan serta perbaikan dan dalam pelaksanaannya diperlukan kecermatan, dalam pelaksanaan akan ada banyak dinamika yang menjadikan artikel ini tidak dapat digunakan, sekali lagi artikel ini bukan “obat mujarab”

 

Masukan dan respon (redacted/diedit)  dari artikel ini :

  • Bpk. Sukri (Maros) : Karena konsepnya itu sama dengan Preferensi Harga dibarang kalau masih seperti itu. Bagus kalau dibuatkan alur kalau konstruksi bedanya dimana sih. Saran saya kalau mau lebih komprehensif, maka atas sebuah AHSP kemudian jadi acuan penentuan item pembentuk pekerjaan dalam bentuk satuan industry (pasar), kemudian sortir berdasar daftar inventaris sertifikat, dst…
  • Bpk. Nur Aliudin (Kubu Raya) : Yang buat pusing ada lagi breakdown lumsum karena tidak ada analisa, Contoh case deieksi kit sering dibuat lumsum karena harus mengestimasi TKDN maka dibreakdown , ternyata didalam lumsumnya direksi kit tersbut ada barang yg bisa dihitung TKDN nya
  • Bpk Habibi Lubis dari UKPBJ Sumatera Utara) : konsep form TKDN ini msh ada celah utk diakali oleh penawar.. Misal jumlah/volume kebutuhan komponen barang dan harga satuan.. Tanpa melampirkan analisa pokja bisa kecolongan terutama pokja yg awam. Dengan pembengkakan volume atau harga satuan / yg lebih besar Preferensi Harganya bisa jadi overestimate sehingga memberikan preferensi terlampau besar
  • Bpk. Sukri (Maros) : Kita ambil contoh semen. Kalau sama yg 40 kg, maka dgn koefisien AHSP yg sama maka pasti kuantitasnya akan sama. Jadi kembali ke satuan industri. Karena akan berbeda kalau pakai 50 kg (dapat disimpulkan tidak semua aspek produk dapat dengan mudah dicantumkan sebagai Barang dalam proses penyampaian Preferensi Harga)
  • Bpk. Habibi Lubis (UKPBJ Sumur) : Krn jika mensyaratkan AHSP maka akan bertentangan dgn ketentuan lain yg tdk boleh mewajibkan upload AHSP saat penawaran.. Dan akan menjadi tugas berat bagi pokja apalagi yg awam konstruksi..
  • Saya : berkaitan dengan Penawaran “Barang” dalam preferensi harga, oversimplified seperti diatas mungkin lebih cocok untuk barang-barang dalam konstruksi gedung seperti Lift ya –>  Bpk. Sukri : Sepakaaaaat. Karena akan muncul di RAB
  • Saya : walau contohnya di artikel ini “Semen” akan lebih baik bila diterapkan dalam Pekerjaan Konstruksi pada item yang bener bener jadi fokus pada “Barang” saja walau paket nya Konstruksi seperti Lift,  Lampu ruangan, Lampu emergency, alarm kebakaran dsb. –> Hernaning Rangga : Pas dengan aturan yg ada saat ini
  • Saya : Contoh diatas saya gunakan “Semen”, itu contoh terlalu menyederhanakan, walau kuantitasnya oleh Pelaku usaha bisa di tracing, dengan AHSP konstanta yang jelas seperti Semen harusnya bisa dapat angka yang sama, tapi itu membutuhkan waktu dan tidak semua Pokmil bisa –> Bpk. Habibi Lubis :  Betul pak, jika boleh disyaratkan mengupload AHSP.. Dan tdk mudah..  Solusi terbaik mungkin komponen dan volume ditetapkan oleh PPK dan dituangkan dlm form TKDN pada dokpil  Jadi pokja menagih saat rapat persiapan kpd PPK.. Acuan perhitungan adalah AHSP pada perhitungan HPS.. Walaupun ada kemungkinan penyedia memiliki pendekatan/AHSP yg berbeda dgn HPS, Tp setidaknya tdk terlalu jauh..

Demikian.

 

terkait pemahaman tentang Preferensi Harga bisalah di tonton dulu dengan melihat video ini :

Ngerumpi PeBeJe Weekend 3 Maret 2023 – Ada apa sih dengan Preferensi Harga?

 

Sebelumnya Teknis Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Melalui Swakelola secara Umum
Selanjutnya Mengupas Preferensi Harga Dalam MDP Pekerjaan Konstruksi

Cek Juga

Pengadaan Khusus yang termasuk Pengadaan Dikecualikan

Rujukan Pengadaan Khusus ini adalah Peraturan LKPP Nomor 5 tahun 2021, beberapa penyedia jasa yang ...

Punya pendapat terkait artikel ini? mohon berkenan berdiskusi, terima kasih

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Open chat
1
Hubungi saya
Halo, apa yang bisa saya bantu?
%d blogger menyukai ini: