Optimalisasi Pemerintahan demi Memajukan Bangsa

Bila ternyata Pagu tersedia tidak mencukupi HPS, apa yang harus dilakukan PPK?

Pengantar

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah hakikatnya berbentuk Peraturan Presiden yang dengan demikian menjalankan amanat Peraturan Perundangan yang lebih tinggi dan/atau menjalankan kekuasaan Pemerintah, dengan memperhatikan yang dilaksanakan adalah salah satunya UU Administrasi Pemerintahan, maka Perpres 16 tahun 2018 sangat kental dengan prosedural berbasis Azas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam penerapannya terbagi atas tiga tahapan besar, yaitu :

Dalam tiga tahapan besar tersebut, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) selalu berperan aktif di dalamnya, artikel ini akan membahas bagaimana seorang PPK yang mengusulkan Perencanaan Pengadaan yang disusun berdasarkan tugasnya yang diatur dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a Perpres 16 tahun 2018 namun kemudian saat PA/KPA melaksanakan tugasnya yang diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c yaitu menetapkan Perencanaan Pengadaan dan ternyata saat eksekusi Perencanaan Pengadaan itu tidak sesuai dengan apa yang ditetapkan PA/KPA.

Tugas dan Kewenangan

Perhatikan, dalam Pasal 11 yang merupakan Tugas PPK, hanya disebutkan Tugas saja, Kewenangan pun hanya dapat dilimpahkan bila PA/KPA menghendaki PPK memiliki sebuah kewenangan, dalam hal ini bila memperhatikan Pasal 9 ayat (1) huruf g, PA/KPA menjadi pihak yang melakukan Penetapan PPK. Saat PPK menjalankan tugas untuk menyusun Perencanaan Pengadaan, fakta dilapangan lebih banyak menunjukan dengan berbagai macam hal sebab-musabab sebuah Perencanaan itu belum tentu sesuai dengan apa yang dapat dilaksanakan.

Ketika Anggaran tidak memadai sebagaimana direncanakan oleh PPK, maka dalam pelaksanaan tugas Persiapan Pemilihan yang diatur dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, seorang PPK memang memiliki tugas untuk menetapkan :

Penetapan ketiga nya dalam rangka konteksnya pada Persiapan Pemilihan tentunya harus “disesuaikan” dengan kondisi Pagu Anggaran eksisting.

Penyesuaian

Kemampuan manusia untuk beradaptasi terhadap perubahan merupakan keunggulan akal dan budi yang dimiliki manusia, dalam hal sebuah Pengadaan ternyata tidak sesuai dengan perencanaan, terdapat beberapa skenario seperti :

Pilihan pertama tentu tidak haram hukumnya dilakukan, terutama bila kebutuhan tersebut memang memerlukan fungsi kritikal yang tidak terpenuhi dengan kondisi pagu anggaran tersedia, adapun yang dapat dilakukan dengan pilihan kedua yaitu optimalisasi dapat dilaksanakan dengan cara :

Tentunya, apapun yang dipilih dari opsi-opsi optimized diatas menjadi hal yang harus dipertimbangkan oleh PPK, mari kita ingat kembali bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 10 PPK adalah Pejabat yang dapat merumuskan keputusan dan pengambilan tindakan, namun tentunya PPK juga harus mengingat kedudukannya sebagai Pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf g, maka apapun kajian dari PPK perlu dilaporkan oleh PPK kepada PA/KPA sebagaimana dibunyikan dalam huruf l Pasal 11 ayat (1) dimana Pelaporan Pelaksanaan kegiatan perlu dilaporkan pada PA/KPA.

Jadi dalam pengambilan Keputusan, Keputusan yang diambil dalam taraf tertentu terkait dengan pelaksanaan kegiatan hendaknya tetap perlu dilaporkan, jangan sampai PPK mengambil beban terlalu berlebihan tanpa persetujuan dari PA/KPA, mengapa hal ini perlu dilakukan?

Misalkan anggaran ternyata diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan walaupun PA/KPA telah menetapkan, tapi pengalokasian anggaran ini kan dilakukan oleh Unit Kerja yang berbeda, ketika anggaran diberikan nilai yang berbeda dari masa penganggaran dengan pengesahan, walaupun PA/KPA sudah mengetahui dan merevisi pengumuman Rencana Umum Pengadaan, tidak ada salahnya PPK melakukan perhitungan ulang dan melaporkan kembali bahwa dengan anggaran tersedia ini, maka perlu dilakukan penyesuaian.

Kalau menyodorkan perubahan spesifikasi karena HPS menyesuaikan dengan Pagu Anggaran, pasti akan ada trade-off yang berbeda dengan Perencanaan awal, maka hal ini menjadi terdokumentasi secara administratif, yang penting kronologi nya tercatat dan diketahui oleh PA/KPA, sehingga PPK tidak terjebak dalam situasi bahwa PPK bergerak sendiri tanpa sepengetahuan PA/KPA, bila anggapan ini sampai terjadi, tentu situasi nya menjadi kurang nyaman, ingat PPK sebenarnya adalah Line Manager yang ditetapkan oleh PA/KPA.

Pelaporan secara tertulis administratif ini diperlukan! ingat Perpres 16/2018 masih berada dalam lingkup regulasi Administrasi Pemerintahan, jangan cuma dilaporkan lisan, munculkan dokumen perumusan keputusan dan ajukan dan buat dokumen dengan kolom “mengetahui dan menyetujui”, jangan sampaik keputusan yang diambil PPK untuk tidak melaksanakan, untuk melakukan penyesuaian spesifikasi teknis/kerangka acuan kerja, dan/atau untuk melakukan konsolidasi ternyata dipandang sebagai keputusan individu oleh PPK dan sebagai tindakan tanpa persetujuan!

Kesimpulan

PPK merupakan Pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA, dengan demikian hirarki nya berada di bawah PA/KPA dan berperan secara strategis untuk melaksanakan proses Pengadaan yang terdapat pada 3 tahapan besar yaitu Perencanaan, Persiapan, dan Pelaksanaan. Dalam tahapan tersebut akan terdapat kemungkinan deviasi dengan kemungkinan yang tidak terduga, dalam perannya sebagai Pejabat strategis yang mengambil keputusan dan melakukan tindakan, hendaknya PPK tidak melupakan kedudukannya yang berasal dari pejabat yang menetapkan yaitu PA/KPA, lakukan koordinasi dengan kelengkapan dokumen fisik secara administrasi agar tanggung-jawab PPK tidak melebihi kewenangan dari PA/KPA yang mengangkatnya.

Demikian yang dapat disampaikan, semoga bermanfaat, tetap semangat, tetap sehat, dan salam pengadaan!

Baca Juga, artikel lainnya terkait PPK :

Exit mobile version