Berdasarkan artikel sebelumnya : https://christiangamas.net/perlindungan-hukum-bagi-pelaku-pengadaan-di-pemerintah-daerah/
Saya menuliskan bahwa bagaimana Perlindungan Hukum di tengah masyarakat Indonesia yang senang memidanakan itu diperlukan untuk melindungi orang yang sebenarnya tidak bersalah namun dipaksakan bersalah, terdapat potensi tersebut walaupun ada ucapan kalau tidak salah kenapa harus risih, kita tetap perlu melindungi dan hal tersebut sudah di amanatkan dalam Peraturan Perundangan.
Permasalahannya di Indonesia ini ada banyak ahli yang bukan Sarjana Hukum namun menterjemahkan Pemikiran yang keliru atas Undang-Undang tersebut. Pada Pemerintah Daerah walaupun telah disebutkan di Peraturan Presiden keberadaan Bantuan Hukum, namun seringkali berdalih dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri yang tingkatannya di bawah Peraturan Presiden bahwa dalam hal Pengadaan Barang/Jasa yang dituduhkan dalam ranah TIPIKOR Pemda tidak dapat memberikan Bantuan Hukum.
Alasannya?
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 tahun 2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah yang dibaca secara sembarangan.
Apakah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 tahun 2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah dan Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa bertentangan?
Jawabannya ada di akhir artikel ini dan dinyatakan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, adalah tidak bertentangan.
Pendahuluan Anggapan
- Pasal 84 Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa mengatur bahwa :
- Pemerintah Daerah wajib memberikan pelayanan hukum kepada Pelaku Pengadaan Barang/Jasa terkait Pengadaan Barang/Jasa;
- Pelayanan hukum diberikan sejak proses penyelidikan hingga tahap putusan pengadilan.
- Pengecualian yang diatur dalam Perpres 16/2018 dikecualikan dalam hal Pendampingan Pengadaan bagi Penyedia, Organisasi Kemasyarakatan yang bertindak sebagai penyelenggara swakelola, Kelompok Masyarakat yang bertindak sebagai penyelenggara Swakelola, dan Agen Pengadaan yang berasal dari Pelaku Usaha.
- Pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 tahun 2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, menyebutkan dalam hal permasalahan secara Litigasi yang mendapatkan penanganan Perkara oleh Bagian Hukum Kabupaten adalah termasuk dalam :
- Uji materiil Undang-Undang
- Uji materiil peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang
- Perkara perdata
- Perkara pidana
- Perkara tata usaha negara
- Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan
- perkara di Badan Peradilan Lainnya.
- Keberadaan pengaduan masyarakat kepada Aparat Penegak Hukum secara umum lebih di favoritkan menggunakan istilah Tindak Pidana Korupsi yang merujuk khususnya pada Pasal 2 Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Keliru Pikir
UU Tipikor yaitu UU 20/2001 jo UU 31/1999 adalah UU Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jadi Kurang tepat bila disebut UU TIPIKOR.
Ketidaktepatan ini membuat UU TIPIKOR seolah sebagai rezim Hukum baru terpisah dari Tindak Pidana itu sendiri.
Karena seolah-olah dianggap sebagai UU TIPIKOR maka dianggap sebagai Rezim yang berbeda dengan Pidana, Perdata, dan lain-lain. Padahal TIPIKOR ya termasuk dalam Tindak Pidana. Dengan demikian masih masuk dalam apa yang perlu dilindungi dengan Permendagri 12/2014 dan Perpres 16/2018.
Pengaruh
- Dalam hal Pelaku Pengadaan menghadapi pengaduan dari masyarakat, praktik yang umum terjadi adalah Aparat Penegak Hukum terkait melakukan pemeriksaan dengan langsung memanggil Pelaku Pengadaan yang melaksanakan proses pengadaan.
- Berdasarkan Pasal 84 ayat (2) Pelayanan hukum oleh Pemerintah kepada Pelaku Pengadaan dimulai sejak proses Penyelidikan hingga putusan Pengadilan.
- Penyelidikan berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, disebutkan bahwa Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini;
- Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan Undang-Undang guna pemberantasan pelanggaran Hukum Pidana yang berdasarkan Peristiwa Pidana (Stafbaar Feit) dan bukan merupakan rezim baru Ilmu Hukum sehingga perlu kejelasan dan konfirmasi bahwa UU 20/2001 bukanlah Undang-Undang yang memisahkan Rezim Tindak Pidana Korupsi yang memisahkan dari Hukum Pidana, sehingga penyelidikan oleh Aparat Penegak Hukum berdasarkan laporan masyarakat dugaan Tindak Pidana Korupsi yang diikuti dengan Pemanggilan Pelaku Pengadaan termasuk dalam ranah Bantuan Hukum yang dapat dilaksanakan Pemerintah Daerah.
Analisis
- Dengan demikian dalam pelaksanaan Penyelidikan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) Perpres 16 tahun 2018 bahwa Pelayanan Hukum Wajib dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah
- Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 bahwa Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, maka proses pemanggilan guna pemeriksaan dapat diberikan :
- Termasuk pendampingan Pelaku Pengadaan di Pemerintah Daerah dalam menghadapi pemeriksaan oleh Aparat Penegak Hukum dapat dikategorikan sebagai bagian dari tindakan Penyelidikan yang termasuk dalam sebagai Perkara Pidana yang berdasarkan Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 12 Permendagri 12 tahun 2014 dapat dilaksanakan pendampingan oleh Bagian Hukum Sekretariat Pemerintah Daerah .
- Termasuk pendampingan Pelaku Pengadaan di Pemerintah Daerah yang menghadapi panggilan pemeriksaan dengan laporan masyarakat atas dugaan Tindak Pidana Korupsi dapat dikategorikan Tindak Pidana dan termasuk dalam Cakupan UU Tentang Hukum Acara Pidana.
- Adapun intepretasi tersebut diatas bertentangan dan tidak dapat dilaksanakan menurut beberapa Stakeholders terkait di Pemerintah Kab. Kutai Barat sehignga para Pelaku Pengadaan tidak memperoleh Pendampingan sebagaimana diatur dalam Pasal 84 Perpres 16 tahun 2018, dengan demikian agar dapat memberikan kepastian hukum atas kebenaran intepretasi tersebut maka saya secara kelembagaan mengirimkan surat kepada para pihak terkait agar informasi yang saya simpulkan tidak keliru, salah satunya LKPP yang telah membalas surat tersebut.
Pembahasan
Surat tersebut berupa Konsultasi tertulis yang saya kirimkan tanggal 11 September 2020, kurang lebih berisi sebagai berikut :
Dengan Hormat,
Sehubungan dengan diundangkannya Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, maka terdapat kewajiban dalam hal pelaksanaan Pasal 84 dimana Pemerintah wajib memberikan Pelayanan Hukum kepada Pelaku Pengadaan dalam menghadapi permasalahan hukum terkait Pengadaan Barang/Jasa, maka berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka terdapat beberapa hal yang perlu kami konsultasikan, yaitu :
- Mengkonfirmasi bahwa para Pelaku Pengadaan Barang/Jasa yang dapat menerima Pelayanan Hukum di lingkungan Pemerintah Daerah adalah PA/KPA, PPK, Pejabat Pengadaan, Pokja Pemilihan, dan PjPHP/PPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 Perpres 16 tahun 2018.
- Bahwa dalam hal terdapat Pemanggilan Pelaku Pengadaan dalam menindaklanjuti Laporan dalam Masyarakat dan/atau dugaan tindak pidana yang ditindaklanjuti Aparat Penegak Hukum, apakah :
- Pemanggilan dari Aparat Penegak Hukum tersebut apakah dapat dikategorikan termasuk dari sebagai tindakan Penyelidikan sebagaimana Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, sehingga dapat berlaku Pasal 84 ayat (2) Perpres 16 tahun 2018, kemudian ditindakanjuti Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 12 Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 12 tahun 2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah sehingga menjadi Kewajiban dari Bagian Hukum Kabupaten/Kota untuk mendampingi proses pemanggilan Pelaku Pengadaan tersebut?
- Dalam hal terdapat laporan Dugaan Tindak Pidana Korupsi oleh Masyarakat yang ditindaklanjuti oleh Aparat Penegak Hukum dan berdasarkan keberadaan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi, apakah UU 20/2001 tersebut dapat dipandang sebagai rezim Hukum yang berbeda dengan Hukum Pidana sehingga tidak dapat dianggap sebagai bagian Perkara Hukum Litigasi yang dapat diberikan Pemerintah Daerah sebagaimana “Tindak Pidana Korupsi” tidak tercantum dalam Pasal 4 Permendagri 12 tahun 2014?
- Berkaitan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 tahun 2014, apakah terdapat kemungkinan bahwa Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut membatasi ruang lingkup pendampingan sebagaimana diatur dalam Pasal 84 Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa sehingga tidak dapat dilaksanakan Pendampingan Pelayanan Hukum bagi Pelaku Pengadaan Barang/Jasa di Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota?
- Bahwa apabila terdapat pembatasan sebagaimana pertanyaan nomor 3 diatas, yang berakibat Pelaksanaan Pemberian Pelayanan Hukum bagi Pelaku Pengadaan Barang/Jasa tidak dapat dilakukan oleh Bagian Hukum Pemerintah Daerah karena tidak diatur dalam Permendagri 12 tahun 2004, apakah dimungkinkan pihak lain, seperti Sekretariat KORPRI dan/atau Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa melaksanakan fungsi pendampingan Hukum dengan menyediakan Bantuan Hukum dari Advokat?
Demikian konsultasi tertulis ini kami sampaikan, atas kesediaan untuk memberikan penjelasan berkaitan dengan peraturan perundangan yang berlaku terkait dengan pelayanan Hukum bagi Pelaku Pengadaan barang/Jasa, kami ucapkan terimakasih.
Jawaban Dari LKPP
Secara Resmi LKPP menjawab sebagai berikut :
Kesimpulan
Pada poin 3 c jawaban LKPP diatas maka sudah jelas bahwa ruang lingkup litigasi mulai dari Tata Usaha Negara, Perdata, dan Pidana telah sejaland engan Perpres 16/2018 dan bila kita cermati lagi bahwa UU 20/2001 jo UU 31/1999 adalah UU Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jadi Kurang tepat bila disebut UU TIPIKOR dan lebih tepat bila disebut sebagai UU RANTASTIPIKOR maka sebagaimana bagian sub dari Tindak Pidana maka Tidak ada alasan bagi Pemerintah Daerah untuk tidak mendampingi Pelaku Pengadaan yang masih di duga terlibat Tindak Pidana Korupsi dalam Menjalankan tugas sebagai Pelaku Pengadaan yang bertindak atas nama Negara dan Daerah dalam melaksanakan tugasnya.
Dalam hal “tingkat kemalasan” yang luar biasa atau ada Unit Kerja yang tunjuk sana sini terkait perlindungan hukum, bahwa Perangkat Daerah ini yang harus mengerjakan atau Perangkat Daerah yang itu yang harus kerjakan, saya pribadi berpendapat Bagian dari UKPBJ yang melaksanakan Fungsi Advokasi saja yang menyediakan perangkat dan anggaran untuk melaksanakan pendampingan hukum.
Demikian disampaikan, tetap semangat, tetap berintegritas, dan salam pengadaan!