Secara mendasar bagaimana kondisi wanprestasi sehingga dapat / bisa terjadi dan berlanjut di sengketakan dalam sebuah kontrak/perikatan?
Prolog
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah terjemahan dari Burgerlijk Wetboek dari pemerintahan zaman Belanda, KUHPer berlaku berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa: “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.”, terlepas dari kondisi kekinian saat ini yang berbeda dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang telah diundangkan dan dinyatakan berlaku pada seluruh wilayah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946.
Sehingga berdasarkan muatan KUHPer dapat dilaksanakan pembahasan Wanprestasi menggunakan KUHPer masih dipandang relevan dan dianggap sesuai. Adapun KUHPer mengatur Ketentuan Perikatan secara umum (Bab I KUHPer Pasal 1233 s.d Pasal 1312), Perikatan yang lahir dari Kontrak atau Persetujuan Bab II KUHPer Pasal 1313 s.d Pasal 1351), Perikatan yang lahir karena Undang-Undang (Bab III Pasal 1352 dan 1380), dan seterusnya hingga Bab XVIII tentang Perdamaian. Adapun berdasarkan sumber hukumnya ditilik dari Peraturan Perundang-Undangan sebenarnya KUHPer bukan lah produk Perundang-Undangan Republik Indonesia, namun merupakan Kitab (buku) dengan muatan yang dijadikan konvensi kebiasaan sehingga menjadi Hukum.
Pembahasan
Perikatan sebagaimana disebutkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) Pasal 1233 menyebutkan bahwa “Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang”.
Pasal 1239 KUHPer berbunyi “Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila debitor tidak memenuhi kewajibannya. “
Pasal 1243 KUHPer berbunyi “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitor, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.”
Pasal 1244 KUHPer berbunyi “Debitor harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya. walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya.
Pasal 1304 KUHPer mengatur perikatan dengan perjanjian hukuman jika tidak melaksanakan perikatan.
Pasal 1338 dan Pasal 1339 menyatakan dengan jelas bahwa perikatan yang lahir karena suatu persetujuan memiliki akibat persetujuan, dimana Pasal 1338 berbunyi “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan Harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Dan Pasal 1339 berbunyi “Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan,kebiasaan, atau undang-undang.”
Adapun terdapat hirarki kepastian hukum dalam konteks gugatan pengadilan terhadap suatu perikatan yang didasarkan dalam Undang-Undang, khususnya bila kita memperhatikan Pasal 1365 KUHPer yang berbunyi “Tiap perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menggantikan kerugian tersebut.”
Pembahasan
- Berdasarkan ketentuan Perikatan sebagaimana disebutkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) Pasal 1233 menyebutkan bahwa “Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang” maka Perikatan dibuat dengan persetujuan atau undang-undang.
- Berdasarkan ketentuan Pasal 1239 KUHPer berbunyi “Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila Debitor tidak memenuhi kewajibannya. “ mengemukakan bahwa perikatan dapat dilakukan untuk mengatur kewajiban suatu perbuatan dan/atau tidak melakukan suatu perbuatan, dan kewajiban-kewajiban tersebut harus diselesaikan dan terdapat konsekuensi atas wanprestasi perikatan.
- Ketentuan Pasal 1243 KUHPer berbunyi “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila Debitor, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.” mengemukakan bahwa hal-hal yang membuat terjadinya wanprestasi adalah ada perikatan terlebih dahulu sehingga menimbulkan kewajiban akan suatu perikatan, ada pihak yang melanggar isi perikatan sehingga dapat dinyatakan lalai, dan ada pernyataan kelalaian tapi juga tidak mau melaksanakan isi perikatan.
- Pada Ketentuan Pasal 1244 KUHPer berbunyi “Debitor harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya. walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya. Ketentuan ini dengan demikian mengemukakan bahwa dalam hal tidak disengaja atau tanpa itikad buruk yang diakibatkan pelaksanaan perikatan yang tidak dilaksanakan karena hal tidak terduga, hal ini tidak sepenuhnya dikategorikan wanprestasi dapat terjadi juga dikarenakan melakukan namun hasilnya tidak sebagaimana yang diperjanjikan, baik berupa keluaran yang diharapkan maupun ketidaktepatan waktu (terlambat), dengan demikian maka peristiwa ini dinyatakan sebagai peristiwa kompensasi dan Debitor tidak semestinya dihukum.
- Dengan demikian apa yang dimaksud wanprestasi terjadi bila salah satu pihak yang melakukan perikatan tidak menyanggupi untuk melakukan apa yang disanggupi dalam perikatan, telah melakukan apa yang disanggupi dalam perikatan namun keluarannya/hasilnya tidak sebagaimana diperjanjikan, telah melakukan apa yang disanggupi dalam perikatan namun ketepatan waktunya tidak sebagaimana diperjanjikan (terlambat), melakukan kebalikan dari perikatan yaitu melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan walaupun hasilnya sesuai / tepat waktu dengan yang tidak diperjanjikan.
- Bahwa gugatan/sengketa sebagai sebuah akibat dari perikatan merupakan bentuk konsekuensi dari keberadaan perjanjian yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak dan kewajiban dan dapat dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaaan, atau undang-undang.
- Muatan-muatan tersebut tentang Perikatan sebagaimana berlaku pada KUHPer dan mengikat perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan dan perikatan yang lahir karena UU.
- Dalam perikatan terdapat kebebasan melakukan perikatan selama berdasarkan suatu persetujuan, perikatan yang lahir karena suatu persetujuan sekalipun masih tetap memperhatikan keadilan, kebiasaan, atau undang-undang.
- Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Rancangan Kontrak merupakan sesuatu yang perlu dibentuk dan dikonsepsi sejak awal sebelum proses pelaksanaan Pengadaan barang/jasa melalui penyedia.
Epilog
Wanprestasi dapat diperkarakan / digugat selama sudah ada persetujuan/perjanjian sebagai bentuk konkrit sebuah perikatan. Wanprestasi muncul dikarenakan salah satu pihak yang melakukan perikatan tidak menyanggupi untuk melakukan apa yang disanggupi dalam perikatan, telah melakukan apa yang disanggupi dalam perikatan namun keluarannya/hasilnya tidak sebagaimana diperjanjikan, telah melakukan apa yang disanggupi dalam perikatan namun ketepatan waktunya tidak sebagaimana diperjanjikan (terlambat), melakukan kebalikan dari perikatan yaitu melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan walaupun hasilnya sesuai / tepat waktu dengan yang tidak diperjanjikan, atau dengan kata lain terjadi perselisihan yang berakibat tidak terpenuhi nya hak dan kewajiban.