Optimalisasi Pemerintahan demi Memajukan Bangsa

Unsur-Unsur dalam Konsumen selaku Konsumen Akhir yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

dalam Ketentuan Umum yang berada pada Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dimana Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Pada Bagian Penjelasan Pasal 1 angka 2 tersebut dituliskan Di dalam kepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam Undang-undang ini adalah konsumen akhir.
,
Bila dikaitkan antara Bunyi dalam batang tubuh dan penjelasan, maka dapat diketahui bahwa penjabaran konsumen dalam undang-undang ini merujuk pada “Konsumen akhir”, dan konsumen akhir tersebut dipandang dalam berbagai aspek yang mendasari kepentingan pembentukan Undang-Undang ini adalah unsur dalam masyarakat yang memakai barang dan/atau jasa yang tersedia di masyarakat itu sendiri, yaitu bila ditinjau dari sisi kepentingannya adalah digunakan bagi kepentingan diri sendiri dan tidak untuk dijual / diperdagangkan kembali, prinsip yang sama juga berlaku dan termasuk dalam kategori yang dirujuk sebagai “pengguna akhir” atau “konsumen akhir” meliputi pihak yang berkepentingan selaku keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dimana pemanfaatan atas barang dan/atau jasa tersebut sudah berada pada posisi sebagai “konsumen akhir”.
,
Penetapan rujukan “konsumen akhir” pada UU ini bukanlah tanpa dasar dan hanya berlaku semata di Indonesia saja karena sebatas penerapan sempit bahwa UU ini hanya berlaku di Indonesia, Hondius seorang ahli / pakar masalah konsumen telah mengemukakan bahwa para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dan benda dan jasa.
,
Adam Smith menjelaskan hubungan antara produsen, konsumen, dan konsumsi mengemukakan bahwa Konsumsi adalah satu-satunya akhir dan tujuan dari semua produksi; dan kepentingan produsen harus diperhatikan, sejauh mungkin yang dapat diperlukan untuk mempromosikan kepentingan konsumen.
,
Prinsipnya pelaku usaha mengupayakan untuk menghadirkan produk ke pengguna akhir atau konsumen, dan dalam pelaksanan aktifitas tersebut konsumen perlu dilindungi hal ini sebagaimana dikemukakan kepentingan konsumen mungkin merupakan “mungkin dapat diperlukan” bagi kepentingan produsen untuk mencapai tujuan akhir dari aktifitas produksi sebagaimana disebutkan oleh Adam Smith, saya pribadi menganggap “mungkin dapat diperlukan” yang berasal dari pernyataan asli Adam Smith yang aslinya berbunyi “Consumption is the sole end and purpose of all production; and the interest of the producer ought to be attended to only so far as it may be necessary for promoting that of the consumer.” lebih condong untuk mendorong produsen memperhatikan kebutuhan konsumen “secukupnya” selama konsumsi terjadi, hal ini memungkinkan adanya potensi bahwa ada kemungkinan konsumen tidak terpenuhi hak dan kewajibannya, khususnya bila menilik adanya kemungkinan produsen hanya bertindak secukupnya atau bahkan kurang dalam memenuhi kebutuhan konsumen sehingga konsumen perlu dilindungi.
,
Pendapat para ahli-ahli diatas memiliki kesamaan yaitu ada urgensi untuk mengatur kepentingan konsumen, bahwa pengaturan kepentingan konsumen tersebut dikarenakan adanya hubungan, masalah, dan penggunaan dalam kehidupan bermasyarakat yang diakibatkan praktik-praktik bisnis yang tidak jujur yang mungkin saja dapat menimpa tidak sekedar sebatas diri sendiri, namun dapat juga terjadi pada keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain yang berkedudukan sebagai “konsumen akhir”.
Kalimat yang terdapat pada Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
,
Konsumen berbeda dengan Pelaku Usaha yang disebutkan pada pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, berbunyi “Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.”
Terkait unsur “Setiap Orang” pada ketentuan umum tentang Konsumen juga turut disebutkan secara jelas pada Pelaku Usaha mempertajam bahwa pemberlakuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini sebagai Formell Gesetz yang dibentuk oleh kekuasaan legislatif dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat dan dibahas bersama Presiden, dalam hal ini formell gesetz untuk pengaturan perlindungan konsumen ini dibentuk oleh negara dan merupakan hukum dalam kaidahnya sebagai keputusan penguasa, yaitu keputusan ketentuan hukum yang dibuat, ditetapkan, atau diputuskan oleh pihak penguasa yang berwenang untuk melaksanakan kaidah nya ini sebagai hykum yang bersifat memaksa atau imperatif  yang memerintahkan lebih tegas kepada para “pelaku usaha” karena yang berpotensi untuk merugikan orang lain dengan praktik bisnis yang tidak sehat adalah pelaku usaha, sifat perintah imperatif dalam “setiap orang” pada pelaku usaha semakin memperjelas bahwa yang dilindungi disini adalah “Konsumen” dan yang menerima perintah adalah Pelaku Usaha. Bila ditilik kembali pada Pasal 1 angka 2 dari konsumen perlakuan terhadap “setiap orang” sebagai konsumen yang dilindungi ini tidak diberlakukan sebagai perintah yang apriori melainkan bersifat dispositif, perbedaan “unsur “setiap orang” ini memberikan kedudukan hukum yang adil bagi konsumen maupun pelaku usaha karena tidak ada yang dikecualikan dalam kedudukannya dalam undangundang ini dan dalam kaidahnya terlihat jelas bahwa konsumen adalah setiap orang yang dilindungi dari pelaku usaha yang terikat secara imperatif dalam Undang-Undang 8/1999 ini.
,
Unsur berikutnya adalah “pemakai” dalam hal ini pemakai yang dimaksud dalam konsumen adalah pemakaian yang spesifik pada pengguna akhir / pemakai akhir, bukan sebagai pengguna awal yang melakukan aktifitas pemrosesan atau produksi atau upaya usaha lainnya untuk melakukan penyampaian produk barang dan/atau jasa kepada pihak lainnya, dalam kedudukannya sebagai pemakai yang tidak melakukan aktifitas / kegiatan yang terkait dalam bidang ekonomi, konsumen merupakan pihak yang menjadi lawan / kebalikan dari pihak produsen yang dalam hal ini disebut sebagai pelaku usaha. Sebagai pengguna akhir praktis tidak terdapat aktifitas bidang ekonomi oleh pengguna akhir / pemakai akhir, sehingga manfaat yang diperoleh dari barang dan/atau jasa dalam kedudukannya sebagai konsumen adalah dari barang dan/atau jasa tersebut, atas interaksi konsumen dengan penyedia tersebut lah maka posisi konsumen dilindungi sebab konsumen merupakan pihak yang menerima “hasil” dari aktifitas ekonomi pelaku usaha, khususnya bila meninjau kembali adanya potensi dari aktifitas ekonomi yang tidak baik praktiknya oleh pelaku usaha inilah yang menjadi fokus dari unsur “pemakai” dilindungi hak nya.
,
Unsur lainnya yang berada dalam Pasal 1 angka 2 adalah barang dan / atau jasa merupakan unsur yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka 4 dan pasal 1 angka 5, kemudian unsur “tersedia dalam masyarakat” tidaklah berarti harus sudah ready atau siap digunakan, beberapa jenis produk ada yang masih berupa purnarupa, maket, atau rancangan dan diproses ketika telah terjadi permintaan dari konsumen, ketersediaan di pasar dapat diasumsikan / dipersepsikan terdapat pelaku usaha yang memiliki kemampuan untuk menyediakan produk tersebut.
,
Kemudian pada kalimat selanjutnya disebutkann unsur adalah “Bagi Kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, mahluk hidup lain” lebih pada unsur yang menggambarkan penggunaan dari sebuah produk yang dibeli konsumen akhir dilihat dari sisi pemanfaatannya, pada dasarnya unsur ini terkait dengan barang dan/atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan adalah ketika penggunaannya dari konsumen selaku konsumen akhir tersebut digunakan manfaatnya bagi memenuhi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, mahluk hidup lain dan bukan bertujuan untuk dijual kembali.
,
Demikian tulisan ini disusun pada tanggal 11 Oktober 2019 untuk menjelaskan secara hirarkis apa itu konsumen, kemungkinan yang menyebabkan perlunya perlindungan konsumen, definisi perlindungan konsumen para ahli, dan penarikan kesimpulan saya pribadi manifestasi dari pendapat para ahli tersebut kemudian termaktub dalam UU yang mendefinisikan Perlindungan konsumen sebagai “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen
.
REFERENSI
Maria Farida Indrati S., dkk, Ilmu Perundang-Undangan, Universitas Terbuka, 2018
Susilowati S Dajaan, dkk, Hukum Perlindungan Konsumen, Universitas Terbuka, 2018
Sutanto, dkk, Pengantar Ilmu Hukum/PTHI, Universitas Terbuka, 2018
Exit mobile version