Optimalisasi Pemerintahan demi Memajukan Bangsa

Seri Hukum Internasional #7 : Serba-Serbi Perwakilan Hubungan Internasional

hukum internasional

hukum internasional

Pendahuluan

Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, hukum internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antarnegara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional semakin kompleks pengertiannya.

3 hal yang dimiliki perwakilan diplomatik yang tidak dimiliki oleh perwakilan lainnya

Negara yang sudah diakui kedaulatannya mempunyai personalitas hukum sehingga dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan internasionalnya, negara-negara ini diberi beberapa hak sebagai suatu anggota aktif masyarakat internasional yang salah satu hak nya adalah ‘Hak Legasi’ yang mencakup dua aspek yaitu hak legasi aktif yang merupakan hak bagi suatu negara untuk mengirim wakil-wakilnya ke negara lain dan hak legasi pasif yaitu hak bagi negara untuk menerima utusan-utusan dari negara asing.

Dalam buku Hukum Internasional, Sri Setianingsih menyebutkan bahwa Pada Abad 16 dan 17 dalam pergaulan masyarakat, negara sudah dikenal semacam misi-misi konsuler dan diplomatik dalam arti yang sangat umum seperti yang sekarang dikenal. Praktik dan kebiasaan itu kemudian oleh para pakar hukum, seperti Gentilis, Grotius sampai kepada Bynkershoek dan Vattel telah dirumuskan dalam sejumlah peraturan yang lambat laun menjadi norma-norma dalam hukum diplomatik dan konsuler. Bahkan beberapa peraturan di antaranya sudah mulai diundangkan sebagai hukum nasional seperti yang terjadi di Inggris di mana telah ditetapkan undang-undang tentang kekebalan dan keistimewaan melalui Queen Ann tahun 1708.

Telah terdapat sumber-sumber hukum Internasional sesudahnya yang berhasil diterima dan disepakati, dokumen tersebut merupakan sumber hukum internasional dalam Hukum Diplomatik yang tidak hanya diratifikasi dan diakui oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan negara-negara berdaulat dan beradab lainnya, sumber hukum Internasional dalam hukum Diplomatik adalah sebagai berikut :

Pada tanggal 2 Maret sampai 14 April 1961 diadakan Konferensi PBB di Wina dan berhasil mengesahkan Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik yang terdiri dari 53 pasal, yang memuat aturan-aturan penting sebagai sumber hukum dalam penyelenggaraan hubungan diplomatik permanen antar negara. Selain Konvensi ini, pada saat yang sama diadopsi dua Protokol Pilihan (Optional Protocol), pertama Protokol Pilihan mengenai Perolehan Kewarganegaraan (Optional Protocol concerning Acquisition of Nationality) dan kedua, Protokol Pilihan mengenai Keharusan untuk Menyelesaikan Sengketa (Optional Protocol Concerning the Compulsory Settlement of Disputes). Konvensi Wina 1961 dan kedua protokolnya dinyatakan sudah berlaku sejak tanggal 24 April 1964. Dengan berlakunya Konvensi Wina 1961, maka Konvensi ini akan menjadi sumber hukum untuk pengiriman, penerimaan misi diplomatik; prinsip-prinsip yang berlaku seperti prinsip mutual consent', prinsipnormal and reasonable’ dalam pembentukan perwakilan diplomatik; kekebalan dan keistimewaan misi diplomatik; kekebalan dan keistimewaan yang dijamin Konvensi kepada para diplomat dan staf lainnya, serta kepada anggota keluarga para diplomat dan staf pelayanan yang bekerja pada mereka; apa kewajiban pada diplomat saat menjalankan tugas di negara penerima, bagaimana pengaturan tentang konsep `inviolability (tidak diganggu-gugatnya perwakilan asing), kapan ketentuan tentang persona grata dan persona non grata dapat diberlakukan serta apa saja fungsi misi diplomatik.

Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler terdiri dari 73 pasal yang memuat acuan tentang cara pembukaan hubungan konsuler termasuk tugas konsul; ketentuan pemberian kekebalan dan keistimewaan yang diberikan kepada perwakilan konsuler; ketentuan-ketentuan tentang konsul kehormatan dan hak kekebalan dan keistimewaannya; ketentuan-ketentuan umum tentang pelaksanaan tugas-tugas konsuler oleh perwakilan diplomatik dan ketentuan penutup.

Konvensi ini juga disebut Konvensi New York 1963 mengenai Misi Khusus. Sesuai dengan mukadimahnya, Konvensi mengenai Misi Khusus merupakan pelengkap Konvensi Wina 1961 dan 1963 dan dimaksudkan untuk memberi sumbangan bagi pengembangan hubungan baik semua negara, apapun sistem perundang-undangan maupun sistem sosialnya. Konvensi New York 1969 dan Protokol Pilihannya mengenai Kewajiban untuk Menyelesaikan Sengketa sudah berlaku sejak 21 Juni 1985.

 

Lebih lanjut Sri Setianingsih menyebutkan Sumber Hukum dalam hubungan terkait hak legasi selain ketiga konvensi diatas adalah :

 

Berkaitan dengan tugas Perwakilan Diplomatik sebagai perwakilan negara berdaulat maka mengutip Sri Setianingsih dalam bukunya tugas perwakilan diplomatik adalah menjadi bentuk konkrit personifikasi dari Negara, rakyat, bangsa dan kepala negaranya. Fungsi para diplomat adalah untuk mewakili negaranya dan sebagai saluran komunikasi resmi antara negara-negara pengirim dengan negara-negara penerima. Tugas suatu perwakilan diplomatik menurut Konvensi Wina 1961 mencakup:

Dalam kaitannya pada tugas pertama ini bertolak dari Konvensi Wina 1961 yang mengatur  bahwa perwakilan diplomatik berfungsi mewakili negara pengirim di negara penerima dan bertindak sebagai saluran untuk melakukan hubungan resmi antara kedua negara. Para wakil negara tersebut adalah wakil resmi dari pemerintahnya. Dengan surat kepercayaan (credential) yang telah diserahkan kepada kepala negara dari negara penerima pada saat kedatangannya di negara penerima, menunjukkan secara jelas posisinya atas nama kepala negaranya (negara pengirim) kepada kepala negara dari negara penerima.

Secara fundamental Dr. Umar Suryadi Bakry dalam bukunya Dasar-Dasar Hubungan Internasional menyebutkan hakikat diplomasi adalah kegiatan berkomunikasi di antara para diplomat profesional yang mewakili negaranya masing-masing, di mana pada umumnya kegiatan itu dilakukan untuk memperjuangkan kepen-tingan nasional negaranya masing-masing. Diplomasi dapat pula mem-bahas isu-isu penciptaan perdamaian (peace-making), perdagangan, perang, ekonomi, budaya, lingkungan, dan HAM. Perjanjian-perjanjian internasional biasanya juga dinegosiasikan oleh para diplomat sebelum disahkan dalam forum lebih tinggi (misalnya KTT atau pertemuan tingkat menteri). Dalam arti informal dan sosial, diplomasi adalah pekerjaan yang penuh kebijaksanaan untuk mendapatkan keuntungan strategis atau menemukan solusi yang dapat diterima secara timbal balik atas suatu tantangan bersama, dengan menggunakan seperangkat ungkapan pernyataan yang sopan dan tidak konfrontatif.

Tugas untuk perlindungan kepentingan-kepentingan negara pengirim, baik kepentingan politik, kepentingan yang terkait perdagangan, di negara penerima, dipercayakan kepada misi diplomatik. Kepentingan suatu negara dalam hubungan dengan negara-negara lain sangat bervariasi, dapat mengenai masalah teritorial, penerbangan, bea masuk, pertahanan, investasi dan fasilitas-fasilitas untuk warga negaranya. Untuk itu, wakil diplomatik harus melakukan langkah-langkah yang mungkin untuk melihat adanya manfaat-manfaat di negara penerima yang dapat diperoleh oleh negaranya. Selain itu juga bagaimana negaranya dapat memperoleh kepercayaan dari negara penerima, atau produk-produk dari negaranya diperbolehkan masuk ke negara penerima, atau warga negaranya mendapat izin bertempat tinggal,menjalankan perdagangan, menanam uangnya di negara penerima.

Secara fundamental Dr. Umar Suryadi Bakry dalam bukunya Dasar-Dasar Hubungan Internasional menyebutkan dalam kegiatan rutin hukum internasional dalam saling ketergantungan ekonomi, sosial, dan teknis, serta berbagai institusi internasional fungsional yang mengatur itu semua. Semua itu mensyaratkan adanya kesadaran sosial internasional, sebiah sentimen komunitas di seluruh dunia, persepektif dari Martin Wight dalam hal ini menekankan pentingnya peranan hukum internasional dalam ‘masyarakat internasional’ tak ubahnya seperti masyarakat lain yang memiliki sistem aturan yang menetapkan hak dan kewajiban bagi anggota-anggotanya, sehingga pengaturan hukum internasional dalam hubungan antar negara tidak lepas dari pengaturan atas aktifitas yang dimaksud untuk perlindungan kepentingan negara pengirim di negara penerima dan kepentingan warga negaranya, dalam batas-batas yang diperbolehkan oleh hukum internasional

Mr. Lansing Sekretaris Negara dari Pemerintah Amerika Serikat menyatakan bahwa kepentingan antar negara dewasa ini melalui perwakilan diplomatik lebih banyak berkaitan dengan perdagangan, finansial, dan masalah industrial. B. Sen menyatakan bahwa fungsi misi diplomatik adalah untuk mewakili negara pengirim, melindungi kepentingan-kepentingan negaranya dan warga negaranya, melakukan negosiasi dengan pemerintah negara penerima, melaporkan semua masalah yang penting kepada negaranya dan meningkatkan hubungan bersahabat di antara kedua negara. Misi diplomatik juga harus berusaha mengembangkan kerja sama yang bermanfaat bagi negaranya (negara pengirim) di bidang perdagangan, keuangan, ekonomi, perburuhan, penelitian ilmiah dan pertahanan, sesuai perintah yang diterima dari negaranya (negara pengirim). Dalam melaksanakan semua fungsi diplomatik tersebut, Kepala Perwakilan diplomatik akan dibantu oleh anggota staf diplomatik dan para atase, misalnya atase perdagangan, perburuhan, pertahanan.

Dalam melaksanakan fungsi negosiasi, misalnya saat pemerintah negaranya berkehendak untuk membuat perjanjian dengan pemerintah negara penerima, apakah perjanjian persahabatan, perdagangan, mutual assistance, ekstradisi, sering kali diawali dengan negosiasi-negosiasi, yaitu mengadakan preliminary sounding dan exploratory talks, yang dilakukan oleh para diplomat. Sementara negosiasi yang nyata mengenai materi perjanjiannya akan dipercayakan kepada suatu misi khusus, terutama apabila menyangkut masalah-masalah bersifat teknis, misalnya perjanjian di bidang standarisasi makanan dan minuman, maka tim kerjanya adalah dari departemen teknis. Dalam kasus di mana pemerintah suatu negara tidak menghormati kekebalan dan keistimewaan warga negaranya di negara penerima, juga jika warga negaranya di negara penerima diperlakukan semena-mena, semua adalah tugas perwakilan diplomatik untuk melakukan negosiasi dengan pemerintah negara penerima.

Dr. Umar Suryadi Bakry dalam bukunya Dasar-Dasar Hubungan Internasional menyebutkan negosiasi berkaitan dengan komunikasi dengan pihak lain. Dalam konteks hubungan internasional, Oxford Dictionary memberi arti diplomasi sebagai manajemen hubungan internasional dengan cara negosiasi. Diplomasi dapat pula diartikan sebagai profesi, aktivitas, atau keterampilan mengelola hubungan inter-nasional, biasanya melalui perwakilan suatu negara di luar negeri. Ernest Satow mendefinisikan diplomasi sebagai penerapan dari kecerdas-an dan kebijaksanaan untuk melaksanakan hubungan-hubungan resmi antarpemerintah dari negara-negara berdaulat.

Pelaksanaan tugas ini berkaitan dengan tugas perlindungan terhadap warga negaranya masing-masing secara meluas, pada umumnya menyangkut masalah imigrasi, perdagangan, tempat tinggal, pariwisata, perlindungan terhadap warga negaranya yang menderita kekerasan atas badan, jiwa dan hartanya di negara penerima. Dalam upaya memberi perlindungan terhadap warga negaranya dan menjamin warga negaranya dapat masuk di negara lain diperlukan langkah-langkah untuk menjamin kepastian dengan cara yang sah, kadang kala negara-negara membuat suatu perjanjian persahabatan atau perjanjian lain yang dapat menjamin hak warga negaranya untuk masuk di negara penerima. Sebagai contoh, banyak warga Negara Indonesia yang bekerja sebagai TKI di Malaysia, maka jika para TKI tersebut menghadapi masalah maka adalah tugas perwakilan diplomatik RI di Malaysia untuk memberikan bantuan. Contoh lain, warga negara warga negara dari negara-negara yang tergabung dalam Persemakmuran Inggris, sampai sekarang, diperbolehkan masuk dan bertempat tinggal di Inggris untuk waktu yang tidak dibatasi. Selain itu, perwakilan diplomatik juga dapat menjalankan fungsi-fungsi konsuler, misalnya dalam pembuatan akta-akta notaris. Tugas notariatan ini mencakup pencatatan kelahiran, kematian dan perkawinan, menyelenggarakan pencatatan kewarganegaraan, otentikasi surat-surat penting, legalisasi dokumen-dokumen penting yang akan dipergunakan untuk urusan litigasi di negara lain harus disahkan oleh kantor perwakilan negaranya, mengeluarkan paspor dan visa.

Berkaitan dengan pelaporan perkembangan negara penerima untuk dilaporkan kepada pemerintahnya, tugas ini harus dilakukan dengan cara yang tidak melanggar hukum dan sah yang bila dilanggar dan dilakukan dengan cara bertentangan dengan hukum maka bisa dikenakan deklarasi persona non grata.

Persona Non Grata berkaitan dengan diterima atau tidaknya perwakilan dari negara pengirim oleh negara penerima. Negara penerima mempunyai hak untuk menolak menerima seorang wakil diplomatik dari negara pengirim dan menyatakan persona non grata, bahkan setelah kedatangannya di Negara penerima. Di lain pihak, seperti diatur dalam Pasal 4 (1) Konvensi Wina 1961, bahwa negara pengirim harus memperoleh kepastian bahwa calon duta besar yang diusulkan negara pengirim harus telah memperoleh agrement atau agreation dari negara penerima. Jika calon duta besar dari negara pengirim tersebut telah memperoleh agrbnent dari negara penerima, hal itu dinyatakan sebagai persona grata.

Lebih lanjut Syahmin AK menyebutkan bahwa prakteknya setiap diplomat harus mengikuti situasi dan kondisi dalam negeri negara penerima, dengan memperhatikan berbagai berita, dan meneliti kebenaran berita itu melalui pembicaraan dengan para pejabat pemerintah. Laporan hasil penemuannya itu dikirimkan kepada pemerintah negara pengirim melalui fasilitas yang diizinkan oleh negara penerima. Lazimnya melalui diplomatic bag atau kantong diplomatik. Boleh juga menggunakan jasa kurir diplomatik dan pemberitaan dalam sandi (kode). Hanya pemasangan dari penggunaan alat komunikasi radio atau wireless transmitter saja memerlukan izin khusus dari negara penerima. Dengan kata lain, yang dimaksud dengan cara yang sah di sini dalam rangka melaporkan hasil pengamatan dan pembicaraan dengan para pejabat mengenai situasi dan kondisi yang penting melalui fasilitas yang diizinkan oleh negara penerima.

Pada tingkat universal, kerja sama antarnegara di bidang politik, sosial, ekonomi, kebudayaan, keamanan serta bidang-bidang lainnya sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan kemajuan bagi masing-masing Negara. Hubungan kerja sama antar negara tersebut juga dilakukan seiring dengan prinsip-prinsip dan tujuan dari Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa baik mengenai persamaan kedaulatan negara-negara, pemeliharaan perdamaian dan keamanan nasional (Pasal 1 dan 2 Piagam PBB). Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa Pasal 1 ayat (3) menyatakan antara lain bahwa motivasi untuk melakukan hubungan antar negara dapat dilakukan dengan membina kerja sama antarnegara, yang meliputi berbagai aspek seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, dan keamanan.

Tugas untuk meningkatkan hubungan persahabatan ini merupakkan hal prinsipal dalam melaksanakan tugas-tugas yang telah disebutkan diatas dan menjadi prinsip-prinsip dasar yang perlu di sublimasi dalam motivasi negara-negara yang melakukan hubungan berkaitan dengan hak legasi berkaitan politik, ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, dan keamanan, motivasi itu juga harus sesuai dengan tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB, untuk membina kerja sama internasional dalam memecahkan masalah-masalah internasional di bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, atau yang bersifat kemanusiaan dan dalam usaha-usaha memajukan dan mendorong penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan yang mendasar bagi umat manusia tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa, atau agama.

Lebih lanjut Syahmin AK menyebutkan berkaitan dengan fungsi ke-5 ini, yaitu sebagai hal yang  penting juga diperhatikan terutama dipandang dari segi politik internasional, karena menyangkut cita-cita pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Dalam hubungan ini, kegiatan Spionase, Pencurian dokumen negara, dan mencampuri urusan dalam negeri negara lain adalah melanggar hukum internasional. Di samping itu, jelas merupakan tindak pidana dalam suasana hukum nasional. Kembali kepada pengertian kekebalan diplomatik, masih terdapat satu pengertian klasik dalam teori hukum international Publik yang berasal dari satu putusan pengadilan Inggeris, yaitu perkara Dickinson vs Del Solar 1931. Dalam perkara ini Robert Edmud Dickinson, yang bertindak sebagai penggugat untuk meminta ganti kerugian kepada tergugat Emilio Del Solar –Sekretaris I Kedutaan Besar Peru untuk London–, sehubungan dengan luka yang dideritanya disebabkan oleh kelalaian mengendarai mobil yang harus dipertanggung-jawabkan Del Solar. Alasannya ialah Del Solar dianggap tunduk pada yurisdiksi pengadilan Inggris, karena ada nota resmi dari Duta Besar Peru di London. bahwa dalam kasus ini Del Solar melepaskan (waiver) kekebalan dari keistimewaan diplomatiknya. Meskipun perkara ini bersifat perdata, namun terdapat satu pernyataan dalam keputusan pengadilan London yang dalam penafsirannya tentang kekebalan diplomatik, ternyata berpengaruh pada doktrin internasional. Pernyataan pengadilan itu berbunyi: “kelonggaran diplamatik tidak memberikan kekebalan terhadap tanggungjawab hukum, melainkan hanya memberikan pembebasan dari yurisdiksi pengadilan setempat’ . Dalam hubungan ini, diketahui ada salah seorang pakar hukum internasional Inggeris yang mendukung pernyataan pengadilan Inggeris di atas, yaitu Max Sorenson, dengan mengatakan: „… diplomats are not above the law in force in the receiving State ” (” para diplomat tidaklah berdiri di atas hukum yang berlaku di negara penerima …. “).

Dengan demikian berdasarkan pendapat yang berdasarkan sumber hukum Internasional diatas kami simpulkan bahwa diplomat tetap memiliki kewajiban untuk menghormati hukum setempat (negara penerima), terlepas dari adanya kekebalan dan keistimewaan dari tugas perwakilan diplomat yang tidak dimiliki perwakilan lainnya. Dengan strategisnya tugas dari perwakilan diplomatik sebagaimana disebutkan diatas yang bahkan dapat melaksanakan tugas dari perwakilan lainnya dalam kondisi tertentu, maka terdapat keistimewaan dari tugas Perwakilan Diplomatik yang tidak dimiliki perwakilan lainnya, adapun mengutip pernyataan dalam usaha memahami dan menelaah tentang status diplomatik sebagaimana dikemukakan oleh Syahmin AK, yang berbunyi sebagai berikut :

Menelaah tentang status diplomatik, pertama-tama yang segera muncul adalah persoalan kekebalan diplomatik. Akan tetapi, hendaknya jangan dulu pengertian ini dianggap sebagai privileges yang bersifat absolut dalam arti melekat mutlak pada pribadi sang diplomat, hanya karena ia mempunyai status diplomatik yang diakui oleh pemerintah Indonesia. Yang tepat adalah kekebalan diplomatik itu mempunyai sifat fungsional. Artinya, setiap diplomat menikmati kekebalan demi kelancaran pelaksanaan fungsi perwakilan diplomatik negaranya secara efisien di negara penerima. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa maksud dan tujuan pemberian -kekebalan dan keistimewaan diplomatik itu bukan untuk keuntungan pribadi, melainkan untuk menjamin pelaksanaan fungsi perwakilan diplomatik secara efisien.

Untuk menjelaskan secara distintif masing-masing Perwakilan dengan Diplomat, maka perlu dipaparkan secara singkat masing-masing Sumber Hukum Internasional dapat ditarik poin-pon penting sebagaimana telah disusun oleh Prof DR. S.M Noor, S.H.,M.H dkk sebagai berikut :

Berdasarkan Buku Hukum Internasional karangan Sri Setianingsih dan Wahyuningsih berkaitan dengan Hubungan Diplomat, terdapat prinsip-prinsip sebagai berikut :

Dengan mempelajari secara spesifik terkait Perwakilan Diplomatik dan perwakilan-perwakilan lainnya, maka dapat ditemukan perbedaan dari perwakilan diplomatik yang menunjukkan adanya perbedaan berkaitan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh perwakilan lainnya (Konsuler), yaitu :

No Uraian Perbedaan Perwakilan Diplomatik Perwakilan Konsuler
1 Fungsi Melaksanakan fungsi-fungsi yang lebih luas sebagai personifikasi dari Negara Pengirim, lebih luasnya fungsi ini mencakup pada berbagai aspek seperti politik, ekonomi, sosial budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, dan keamanan sebagaimana prinsip-prinsip dalam Piagam PBB. Terbatas pada fungsi dalam bidang perekonomian, perdagangan, dan kebudayaan, yang dalam kondisi tertentu dapat dilaksanakan oleh Diplomat
2 Kelonggaran  dan Kekebalan Kelonggaran lebih luas, meliputi :

–          Seseorang duta besar dapat ditolak dengan persona non-grata tetapi tidak dapat ditangkap atau diadili oleh negara penerima, penangkapan dan pengadilan dilakukan di negara pengirim.

Kekebalan lebih luas, meliputi :

–          Kekebalan diplomatik tidak terbatas pada Kepala Perwakilan semata, namun sebagaimana disepakati dalam sumber hukum internasional berlaku juga pada keluarganya

–          Konvensi Wina 1961 secara umummemberikan kekebalan dan keistimewaan Diplomatik meliputi :

o   Kekebalan diri pribadi (termasuk keluarga diplomat);

o   Kekebalan yurisdiksional, Kekebalan dari kewajiban untuk menjadi saksi;

o    Kekebalan kantor kediaman dan tempat kediaman;

o   Kekebalan korespondensi;

o   Kekebalan dan keistimewaan diplomatik negara ketiga;

o   Pembebasan terhadap pajak dan bea cukai/bea masuk. (asas respirositas)

Kelonggaran dan Kekebalan lebih sempit, yaitu :

–          Seorang Pejabat Konsuler dapat diadili di negara penerima juka yang bersangkutan ikut serta dalam kegiatan subversif atau spionase

–          Kekebalan Pejabat konsuler lebih sempit namun masih kebal terhadap penangkapan atau penahanan menjelang diadili kecuali dalam hal kejahatan berat dan menurut suatu keputusan instansi pengadilan yang berwenang, baik pejabat konsuler dan pegawai konsuler tidak harus tunduk kepada kekuasaan hukum pengadilan atau penmerintahan negara penerima dalam tindakan nya sehubungan tugas tugas konsuler kecuali tindakan perdata yang diatur dalam Pasal 43 Konvensi Wina 1963, jika tuntutan pidana dikenakan terhadap seorang pejabat konsulat kehormatan maka harus menghadap pada instansi negara penerima yang berwenang yang dilaksanakan tuntutannya dengan secara hormat.

–          Asas Respirositas hanya berlaku bagi Pejabat Konsuler dari jalur karier sehingga pejabat konsuler dari jalur konsuler kehormatan hanya dibebaskan dari semua pungutan dan pajak atas upah dan gaji yang diterima dari negara pengirim saja.

–          Pengecualian Pajak bagi Konsulat adalah sebagai berikut (tetap dipungut) :

a. Pajak-pajak tidak langsung dari suatu barang yang biasanya sudah dimasukkan dalam harga barang atau jasa.

b. Pungutan dan pajak-pajak atas harta milik perorangan tidak bergerak yang terletak di wilayah Negara Penerima (ketentuan ini tidak berlaku bagi wisma perwakilan konsuler dan tempat tinggal kepala perwakilan konsuler).

c. Pajak-pajak tanah milik, suksesi atau harta warisan dan pajak pemindah-tanganan yang dikenakan oleh Negara Penerima (ketentuan ini tidak berlaku bagi barang tidak bergerak yang keberadaannya di Negara Penerima semata-mata karena beradanya orang yang meninggal di Negara tersebut sebagai anggota perwakilan konsuler atau anggota keluarganya).

d. Pungutan dan pajak-pajak atas penghasilan pribadi termasuk keuntungan modal yang berasal dari negara penerima dan pajak modal yang diinvestasikan dalam usaha-usaha perniagaan dan keuangan di Negara Penerima.

e. Biaya-biaya yang dikenakan atas jasa-jasa tertentu.

f. Biaya-biaya pendaftaran, pengadilan atau pencatatan, hipotik dan meterai (ketentuan ini tidak berlaku terhadap wisma perwakilan konsul karier atau tempat tinggal kepala perwakilan konsuler).

3 Akreditasi Diakreditasikan secara berjenjang berdasarkan misi nya, meliputi Duta Besar atau nuncio, Duta atau para internuncio, dan Kuasa Usaha, akreditasi berdasarkan misi masing-masing ketiga kategori tersebut secara berurutan adalah sebagai berikut :

 

Duta Besar atau nuncio diakreditasikan kepada para Kepala Negara dan kepala perwakilan lain yang sama pangkatnya, atau Kepala Perwakilan (Head of the Mission) / Duta Besar harus mendapat persetujuan dari negara penerima yang dinyatakan sebagai persona grata dimana setiap negara penerima dalam proses akreditasinya diberikan hak untuk menolak apabila negara penerima tidak dapat menerima calon Kepala Perwakilan tersebut tanpa harus memberikan alasan yang dikenal sebagai persona non grata.

 

Duta (envoys/ministers) atau internancio diakreditasikan kepada para Kepala Negara,

 

Kuasa Usaha (charge d’ affaieres) diakreditasikan kepada para Menteri Luar Negeri.

Klasifikasi Kepala Konsuler dibagi menjadi empat klasifikasi berjenjang sebagai berikut :

 

Konsul Jenderal yang mengepalai beberapa distrik dan konsul, berasal dari konsul karier berlatar belakang karir pegawai negeri

 

Konsul yang ditetapkan untuk Pos Konsul pada pelabuhan dan kota.

 

Wakil Konsul adalah asisten dari konsul jenderal atau konsul yang mempunyai sifat konsuler dan dapat menduduki tempat konsul dari semua tugas-tugasnya.

 

Agen Konsul merupakan bentuk konsul yang jarang/tidak pernah digunakan lagi dewasa ini, agen konsul ditetapkan oleh Jenderal Konsul untuk melaksanakan tugas tertentu dari tugas konsuler di tempat-tempat tertentu dari suatu daerah pos konsul.

 

Keseluruhan Kepala Konsuler diatas adalah yang ditunjuk ditetapkan oleh dari Kepala Negara atau Menteri Luar Negeri negara pengirimnya dan kemudian letter of apoinment tersebut ditindaklnjuti dengan penerbitan exequatur dari negara penerima.

4 Pembentukan Perwakilan Memiliki satu Gedung Kantor Perwakilan di Ibu Kota Negara dan bersifat sebagai Ekstrateritorial yang menjadikan terbebas dari juridiksi negara setempat.

Gedung yang dipakai oleh suatu perwakilan diplomatik, baik gedung itu milik negara pengirim atau kepala perwakilan, maupun disewa dari perorangan biasanya dingggap tidak dapat diganggu gugat oleh para penguasa negara pe-nerima, dibebaskan dari perpajakan, kecuali bagi pajak-pajak. Demikian juga arsip perwakilan dan sejenisnya dianggap tidak dapat diganggu gugat (seperti korespondensi diplomatik, setidak-tidaknya jika dibawa oleh kurir diplomatik) dan ketentuan ini berlaku hingga tempat kediaman para Diplomat.

Dengan demikian maka wilayah Gedung Perwakilan Diplomatik, Tempat Kediaman para pejabat diplomatik, dan properti didalamnya termasuk dokumen dan arsip, merupakan perluasan wilayah dari negara pengirim dan diluar yuridiksi negara penerima sehingga tidak dapat dikuasai oleh hukum dan peraturan di Negara Penerima sehingga diplomat hanya dikuasai oleh hukum dari negara pengirimnya.

Dapat memiliki lebih dari satu kantor yang disebut sebagai Pos Konsuler (Consuler Post), Pos konsuler ditentukan berdasarkan tujuan oleh negara pengirim dan wajib mendapatkan persetujuan dari negara penerima. Berkaitan dengan Gedung, negara penerima tidak boleh memasuki bagian dari gedung konsuler yang khusus dipergunakan untuk keperluan kerja oleh perwakilan konsuler kecuali diizinkan dan kekebalan ini termasuk mencakup tempat tinggal Konsulat Jendral, sedangkan untuk Konsul kehormatan tidak diberikan kekebalan tersebut.

 

Pembukaan gedung pos konsulat/ perwakilan konsuler dibuka di tempat-tempat perdagangan dan tidak harus di Ibukota Negara penerima dan dapat lebih dari satu, perwakilan konsuler dapat dibangun pada beberapa tempat perwakilan konsuler berdasarkan daerah / wilayah nya yang memiliki tujuan dibuka berdasarkan urusan perdagangan sesuai dengan wilayahnya (sehingga antar satu konsuler dan konsuler lainnya dari negara pengirim yang sama otonom satu sama lainnya bila berbeda daerah wilayah) dan dapat ditolak pembukaannya oleh negara penerima.

5 Hubungan Kerja antar Perwakilan dalam satu negara Dengan akreditasi sebagai manifestasi konkrit personifikasi dari Negara, rakyat, bangsa dan kepala negaranya, maka Perwakilan Diplomat memiliki kedudukan lebih tinggi dari Perwakilan Konsuler. Dengan hirarki Konsuler yang lebih rendah,  maka Perwakilan Diplomat memiliki kedudukan lebih tinggi dari Perwakilan Konsuler sehingga Perwakilan Konsuler wajib tunduk pada Perwakilan Diplomat, hal ini juga berpengaruh pada hirarki komunikasi dimana Konsuler memiliki keterbatasan untuk bertindak berkaitan dengan hubungan dengan Pemerintah Negara penerima yang dalam tingkatan tertentu wajib melalui Diplomat negara nya.
6 Dalam hal terjadi krisis Dalam Misi Khusus secara sementara dilaksanakan oleh perwakilan dari misi khusus sebagai misi adhoc dipercayakan kepada perwakilan diplomatik.

Bila terjadi masa krisis geopolitik skala tertentu maka Diplomat akan ditarik kembali ke negara asal khususnya apabila fungsi hubungan antar negara tidak lagi berjalan.

Dalam hal terdapat keadaan pelaksanaan fungsi konsuler yang dilarang dilakukan sebagaimana diatur dalam konvensi Wina 1961, maka tugas dan fungsi konsuler yang termasuk dalam keadaan tertentu ini diplomat dapat melaksanakan fungsi dari konsuler.

Dalam Misi Khusus secara sementara dilaksanakan oleh perwakilan dari misi khusus sebagai misi adhoc dapat dipercayakan kepada perwakilan konsuler.

Kemudian pada hubungan Konsuler, apabila fungsi Diplomatik tidak berjalan, maka tidak serta merta fungsi hubungan konsuler hilang sehingga masih dapat menjalanan tugasnya.

 

7 Berakhirnya Fungsi a) Pemberitahuan negara pengirim kepada penerima bahwa tugas dan fungsi kepala perwakilan telah berakhir.

b) Pemberitahuan negara penerima kepada negara pengirim sesuai dengan ketentuan telah mempersona non gratakan kepala perwakilan.

a. Pemberitahuan dari negara pengirim kepada negara penerima bahwa masa jabatan pejabat konsuler telah berakhir.

 

b. Penarikan kembali tanda pengakuan dari negara penerima kepada pejabat konsuler.

 

c. pemberitahuan dari negara penerima kepada negara pengirim bahwa pejabat konsuler yang bersangkutan telah dipersona nongratakan.

 

 

Referensi

Sri Setianingsih, Wahyuningsih. 2014. Hukum Internasional. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Syahmin AK, Penerapan Prinsip Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik (Analisis Terhadap Kasus Penangkapan dan Penahanan Diplomat Asing di Indonesia), Hukum dan Pembangunan, April 1997.

Dr. Umar Suryadi Bakry, Dasar-Dasar Hubungan Internasional., Penerbit Kencana, Jakarta, 2017.

Prof. DR. S.M Noor S.H.,M.H., Birkah Latif S.H.,M.H.,LL.M., Kadarudin, SH.,M.H. Buku Ajar Hukum Diplomatik dan Hubungan Internasional, Pustaka Pena Press, 2016.

Exit mobile version