Optimalisasi Pemerintahan demi Memajukan Bangsa

Seri Hukum Internasional #4 : Paham dalam Primat Hukum Internasional

hukum internasional

hukum internasional

Pendahuluan

Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, hukum internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antarnegara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional semakin kompleks pengertiannya.

Pengantar Pembahasan

Pembahasan akan berkutat pada perbedaan antara paham dualisme, paham monisme dengan primat hukum nasional dan paham monisme dengan primat hukum internasional! Serta Analisa Indonesia menganut teori apa.

Pembahasan

  1. Sumber hukum, paham ini (dualisme) beranggapan bahwa hukum nasional dan hukum internasional mempunyai sumber hukum yang berbeda, hukum naisonal bersumber pada kemauan kehendak negara, sedangkan hukum internasional bersumber pada kemauan bersama dari negara-negara sebagai masyaraat hukum internasional
  2. Sumber hukum internasional, subjek hukum nasional adalah orang (warga negara dari sebuah negara) sedangkan dalam hukum internasional subjeknya adalah negara.
  3. Struktur hukum, lembaga yang diperlukan untuk melaksanakan hukum pada realitasnya ada mahkamah dan badan eksekutif yang hanya terdapat dalam hukum nasional. Hal yang sama tidak terdapat dalam hukum internasional.
  4. Kenyataannya, pada dasarnya keabsahan dan berlakunya hukum nasional tidak dipengaruhi oleh kenyataan seperti hukum nasional bertentangan dengan hukum internaional. Dengan demikian hukum nasional tetap berlaku secara efektif walaupun bertentangan dengan hukum internasional.

Sebagai akibat dari teori dualisme ini adalah kaidah-kaidah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumber atau berdasar pada perangkat hukum yang lain. Dalam teori dualisme tidak ada hierarki antara hukum nasional dan hukum internasional karena dua perangkat hukum ini tidak saja berbeda dan tidak bergantung satu dengan yang lain tetapi juga terlepas antara satu dengan yang lainnya. Akibat lain adalah tidak mungkin adanya pertentangan antara kedua pernagkat hukum tersebut, yang mungkin adalah renvoi (Kamus Besar Bahasa Indonesia : renvoi adalah pembetulan (perbaikan) tambahan dalam suatu akta autentik dengan memberikan tanda di pinggir dan harus diparaf). Oleh karena itu, dalam menerapkan hukum internasional dalam hukum nasional memerlukan pengubahan menjadi hukum nasional. Demikian sebagaimana dikutip dari buku Mengenal Hukum Internasional2 oleh Heliarta

 

 

 

Konvensi Yang Diratifikasi Oleh Pemerintah Belanda, Yang Diterima Oleh Pemerintah RI

 

  1. Konvensi No. 19 tentang perlakuan yang sama bagi Pekerja Nasionl dan Asing Dalam hal Tunjangan Kecelakaan Kerja (Equality of Treatment). Diratifikasi oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 13 September 1927 (Nederlandsch Staatblad 1927) dan dinyatakan berlaku bagi Indonesia dengan Indonesia Staatblad 1929 No. 53.
  2. Konvensi No. 27 tentang “Pemberian Tanda Berat Pada Barang-Barang Besar yang diangkut dengan kapal”. (Marking of Weight, Packages Transported by Veesls). Diratifikasi oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 4 Januari 1993 (Nederlandsch Staatblad 1933 No. 34) dan dinyatakan berlaku bagi Indonesia dengan Indonesia Staatblad 1933 No. 117.
  3. Konvensi No. 29 tentang “Kerja Paksa atau Wajib Kerja” (Forced Labour). Diratifikasikan oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 31 Maret 1933 (Nederlandsch Staatblad 1933 No. 26) dan dinyatakan berlaku bagi Indonesia dengan Indonesia Staatblad 1933 No. 2261.
  4. Konvensi No. 45 tentang “Kerja Wanita Dalam Semua Macam Tambang di Bawah Tanah” (Underground work for women) Diratifikasi oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1937 (Nederlandsch Staatblad 1937 No. 15) dan dinyatakan berlaku bagi Indonesia dengan Indonesia Staatblad 1937 No. 219.

Konvensi Yang Diratifikasikan Oleh Pemerintah RI

  1. Konvensi No. 98 tentang “Berlakunya Dasar-dasar daripada Hak untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama” (Right to organise and Collective Bargaining). Diratifikasi oleh Pemerintah RI dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 1956.
  2. Konvensi No. 100 tentang “Pengupahan yang sama Bagi Buruh Laki-laki dan Wanita untuk Pekerjaan yang sama Nilainya” (Equal Remuneration). Diratifikasi oleh Pemerintah RI dengan Undang-Undang No. 80 Tahun 1957.
  3. Konvensi No. 106 tentang “Istirahat Mingguan Dalam Perdagangan dan Kantor-Kantor” (Weekly Rest, In Commerce and Offices). Diratifikasi oleh Pemerintah RI dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 1961.
  4. Konvensi No. 120 tentang “Hygiene Dalam Perniagaan dan Kantor-kantor” (Hygience, In Commerce and Offices). Diratifikasi oleh Pemerintah RI dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 1969.
  5. Konvensi No. 144 tentang “Konsultasi Tripartit” untuk meningkatkan pelaksanaan standar perbutuhan internasional (Tripartite Consultation to Promote the Implementation of International Labour of International Labour Standards). Diratifikasi oleh Pemerintah RI melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 tahun 1990.
  6. Konvensi ILO No. 87/1948 yang mengatur Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Atas Hak Berorganisasi. Diratifikasi oleh Pemerintah RI dengan Undang-Undang No. 21 tahun 2000.

 

Berdasarkan apa yang telah dihimpun sejauh ini terkait penerapan prinsip dualisme yang telah dihimpun oleh penulis adalah sebagai berikut :

No Karakteristik Paham Dualisme
1 Sumber Hukum Kedudukan keduanya terpisah bersumber pada kemauan bersama dari negara-negara sebagai masyarakat hukum internasional dan hukum nasional bersumber dari kehendak negara/kemauan negara
2 Doktrin Kesatuan Sistem Pemberlakuan Memandang hukum internasional dan hukum nasional sebagai dua sistem yang secara keseluruhannya berbeda, tidak ada hubungan superioritas atau subordinasi
3 Subjek/Apa yang diatur Hukum Internasional mengatur hubungan antar negara dengan negara, sedangkan hukum nasional mengatur hak-hak dan kewajiban orang perorangan dalam suatu wilayah negara
4 Pengesahan Berlakunya hukum internasional dalam lingkungan hukum nasional membutuhkan transformasi menjadi hukum nasional dalam peraturan perundang-undangan nasional
5 Hirarki Tidak terhubung dan beroperasi pada tingkatan yang berbeda, sehingga bila terdapat pertentangan maka yang diutamakan dan berlaku secara efektif adalah hukum nasional (mengabaikan hukum internasional)
6 Kelembagaan Hukum Nasional memiliki kelembagaan berupa mahkamah dan badan eksekutif yang beroperasional secara sempurna di lingkungan nasional

 

Hukum Internasional berupa mahkamah dan badan eksekutif juga demikian dengan nasional namun tidak sempurna seperti nasional

7 Contoh 1.       Pengaturan dalam hal kejahatan penerbangan (hijacking) dan kejahatan terhadap sarana penerbangan

2.       Undang-Undang Nomor 4 tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup

3.       Konvensi No. 19 tentang perlakuan yang sama bagi Pekerja Nasionl dan Asing Dalam hal Tunjangan Kecelakaan Kerja (Equality of Treatment). Diratifikasi oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 13 September 1927 (Nederlandsch Staatblad 1927) dan dinyatakan berlaku bagi Indonesia dengan Indonesia Staatblad 1929 No. 53.

4.       Konvensi No. 27 tentang “Pemberian Tanda Berat Pada Barang-Barang Besar yang diangkut dengan kapal”. (Marking of Weight, Packages Transported by Veesls). Diratifikasi oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 4 Januari 1993 (Nederlandsch Staatblad 1933 No. 34) dan dinyatakan berlaku bagi Indonesia dengan Indonesia Staatblad 1933 No. 117.

5.       Konvensi No. 29 tentang “Kerja Paksa atau Wajib Kerja” (Forced Labour). Diratifikasikan oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 31 Maret 1933  (Nederlandsch Staatblad 1933 No. 26) dan dinyatakan berlaku bagi Indonesia dengan Indonesia Staatblad 1933 No. 2261.

6.       Konvensi No. 45 tentang “Kerja Wanita Dalam Semua Macam Tambang di Bawah Tanah” (Underground work for women) Diratifikasi oleh  Pemerintah Belanda pada tahun 1937 (Nederlandsch Staatblad 1937 No. 15) dan dinyatakan berlaku bagi Indonesia dengan Indonesia Staatblad 1937 No. 219.

7.       Konvensi No. 98 tentang “Berlakunya Dasar-dasar daripada Hak untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama” (Right to organise and Collective Bargaining). Diratifikasi oleh Pemerintah RI dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 1956.

8.       Konvensi No. 100 tentang “Pengupahan yang sama Bagi Buruh Laki-laki dan Wanita untuk Pekerjaan yang sama Nilainya” (Equal Remuneration). Diratifikasi oleh Pemerintah RI dengan Undang-Undang No. 80 Tahun 1957.

9.       Konvensi No. 106 tentang “Istirahat Mingguan Dalam Perdagangan dan Kantor-Kantor” (Weekly Rest, In Commerce and Offices). Diratifikasi oleh Pemerintah RI dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 1961.

10.   Konvensi No. 120 tentang “Hygiene Dalam Perniagaan dan Kantor-kantor” (Hygience, In Commerce and Offices). Diratifikasi oleh Pemerintah RI dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 1969.

11.   Konvensi No. 144 tentang “Konsultasi Tripartit” untuk meningkatkan pelaksanaan standar perbutuhan internasional (Tripartite Consultation to Promote the Implementation of International Labour of International Labour Standards). Diratifikasi oleh Pemerintah RI melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 tahun 1990.

12.   Konvensi ILO No. 87/1948 yang mengatur Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Atas Hak Berorganisasi. Diratifikasi oleh Pemerintah RI dengan Undang-Undang No. 21 tahun 2000.

13.   Dan lain-lain

 

 

 

 

 

Berdasarkan apa yang telah dihimpun sejauh ini terkait penerapan prinsip monisme yang telah dihimpun oleh penulis adalah sebagai berikut :

No Karakteristik Paham Monisme Primat Hukum Nasional Paham Monisme Primat Hukum Interasional
1 Sumber Hukum Kedudukan Hukum Nasional lebih rendah sehingga Hukum Internasional yang kedudukannya lebih tinggi dan memiliki kekuatan mengikat, Hukum Internasional merupakan tindak lanjut dari hukum nasional atau merupakan hukum nasional untuk luar negeri Kedudukan Hukum Nasional lebih rendah sehingga Hukum Internasional yang kedudukannya lebih tinggi dan memiliki kekuatan mengikat. Hukum Internasional menjadi sumber hukum internaasional yang secara hirarki lebih tinggi.
2 Doktrin Kesatuan Sistem Pemberlakuan Memandang hukum internasional dan hukum nasional sebagai satu sistem hukum yang sama yang berdasarkan kewenangan negara tersebut untuk mengadakan perjanjian internasional Memandang hukum internasional dan hukum nasional sebagai satu sistem hukum yang sama
3 Subjek/Apa yang diatur Mengatur kehidupan manusia, berlaku pada lingkungan yang sama dan mengenai hal yang sama, dengan hukum internasional dan hukum nasional sebagai bagian yang berkaitan satu sama lain dari satu sistem hukum pada umumnya Mengatur kehidupan manusia, berlaku pada lingkungan yang sama dan mengenai hal yang sama, dengan hukum internasional dan hukum nasional sebagai bagian yang berkaitan satu sama lain dari satu sistem hukum pada umumnya
4 Pengesahan Berlakunya Hukum Internasional dapat segera efektif berlaku dengan sendirinya, atau membutuhkan persetujuan legislatif Berlakunya Hukum Internasional dapat segera efektif berlaku dengan sendirinya, atau membutuhkan persetujuan legislatif
5 Hirarki Walau berada dalam satu sistem hukum yang sama dengan kedudukan hukum Nasional yang lebih rendah sebagai konsekuensi bahwa hukum Internasional adalah lanjutan dari hukum nasional untuk hukum nasional pada urusan luar negeri sehingga Hukum Nasional harus tunduk dan sesuai dengan hukum Internasional Walau berada dalam satu sistem hukum yang sama dengan kedudukan hukum Nasional yang lebih rendah sebagai konsekuensi bahwa hukum Internasional adalah lanjutan dari hukum nasional untuk hukum nasional pada urusan luar negeri sehingga Hukum Nasional harus tunduk dan sesuai dengan hukum Internasional
6 Kelembagaan Diakui oleh Kelembagaan Konstitusional dari negara yang menganut Monisme Diakui oleh Kelembagaan Konstitusional dari negara yang menganut Monisme
7 Contoh Pemberlakuan Hukum Internasional yang sesuai dengan tingkat kepentingan pada negara Amerika Serikat Perancis yang merupakan negara menganut Monist, Dewan Negara Perancis mengakui bahwa Peraturan Uni-Eropa, berdasarkan Pasal 189, diakui terintegrasi, sejak dari waktu pengundangannya, dalam hukum dari Negara Anggota.

 

 

 

 

No Karakteristik Paham Monisme Primat Hukum Nasional Paham Monisme Primat Hukum Interasional Paham Dualisme
1 Sumber Hukum Kedudukan Hukum Nasional lebih rendah sehingga Hukum Internasional yang kedudukannya lebih tinggi dan memiliki kekuatan mengikat, Hukum Internasional merupakan tindak lanjut dari hukum nasional atau merupakan hukum nasional untuk luar negeri Kedudukan Hukum Nasional lebih rendah sehingga Hukum Internasional yang qkedudukannya lebih tinggi dan memiliki kekuatan mengikat. Hukum Internasional menjadi sumber hukum internaasional yang secara hirarki lebih tinggi. Kedudukan keduanya terpisah bersumber pada kemauan bersama dari negara-negara sebagai masyarakat hukum internasional dan hukum nasional bersumber dari kehendak negara/kemauan negara
2 Doktrin Kesatuan Sistem Pemberlakuan Memandang hukum internasional dan hukum nasional sebagai satu sistem hukum yang sama yang berdasarkan kewenangan negara tersebut untuk mengadakan perjanjian internasional Memandang hukum internasional dan hukum nasional sebagai satu sistem hukum yang sama Memandang hukum internasional dan hukum nasional sebagai dua sistem yang secara keseluruhannya berbeda, tidak ada hubungan superioritas atau subordinasi
3 Subjek/Apa yang diatur Mengatur kehidupan manusia, berlaku pada lingkungan yang sama dan mengenai hal yang sama, dengan hukum internasional dan hukum nasional sebagai bagian yang berkaitan satu sama lain dari satu sistem hukum pada umumnya Mengatur kehidupan manusia, berlaku pada lingkungan yang sama dan mengenai hal yang sama, dengan hukum internasional dan hukum nasional sebagai bagian yang berkaitan satu sama lain dari satu sistem hukum pada umumnya Hukum Internasional mengatur hubungan antar negara dengan negara, sedangkan hukum nasional mengatur hak-hak dan kewajiban orang perorangan dalam suatu wilayah negara
4 Pengesahan Berlakunya Hukum Internasional dapat segera efektif berlaku dengan sendirinya, atau membutuhkan persetujuan legislatif Berlakunya Hukum Internasional dapat segera efektif berlaku dengan sendirinya, atau membutuhkan persetujuan legislatif Berlakunya hukum internasional dalam lingkungan hukum nasional membutuhkan transformasi menjadi hukum nasional dalam peraturan perundang-undangan nasional
5 Hirarki Walau berada dalam satu sistem hukum yang sama dengan kedudukan hukum Nasional yang lebih rendah sebagai konsekuensi bahwa hukum Internasional adalah lanjutan dari hukum nasional untuk hukum nasional pada urusan luar negeri sehingga Hukum Nasional harus tunduk dan sesuai dengan hukum Internasional Walau berada dalam satu sistem hukum yang sama dengan kedudukan hukum Nasional yang lebih rendah sebagai konsekuensi bahwa hukum Internasional adalah lanjutan dari hukum nasional untuk hukum nasional pada urusan luar negeri sehingga Hukum Nasional harus tunduk dan sesuai dengan hukum Internasional Tidak terhubung dan beroperasi pada tingkatan yang berbeda, sehingga bila terdapat pertentangan maka yang diutamakan dan berlaku secara efektif adalah hukum nasional (mengabaikan hukum internasional)
6 Kelembagaan Diakui oleh Kelembagaan Konstitusional dari negara yang menganut Monisme Diakui oleh Kelembagaan Konstitusional dari negara yang menganut Monisme Hukum Nasional memiliki kelembagaan berupa mahkamah dan badan eksekutif yang beroperasional secara sempurna di lingkungan nasional

 

Hukum Internasional berupa mahkamah dan badan eksekutif juga demikian dengan nasional namun tidak sempurna seperti nasional

7 Contoh Pemberlakuan Hukum Internasional yang sesuai dengan tingkat kepentingan pada negara Amerika Serikat Perancis yang merupakan negara menganut Monist, Dewan Negara Perancis mengakui bahwa Peraturan Uni-Eropa, berdasarkan Pasal 189, diakui terintegrasi, sejak dari waktu pengundangannya, dalam hukum dari Negara Anggota. 1.       Pengaturan dalam hal kejahatan penerbangan (hijacking) dan kejahatan terhadap sarana penerbangan

2.       Undang-Undang Nomor 4 tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup

3.       Konvensi No. 19 tentang perlakuan yang sama bagi Pekerja Nasionl dan Asing Dalam hal Tunjangan Kecelakaan Kerja (Equality of Treatment). Diratifikasi oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 13 September 1927 (Nederlandsch Staatblad 1927) dan dinyatakan berlaku bagi Indonesia dengan Indonesia Staatblad 1929 No. 53.

4.       Konvensi No. 27 tentang “Pemberian Tanda Berat Pada Barang-Barang Besar yang diangkut dengan kapal”. (Marking of Weight, Packages Transported by Veesls). Diratifikasi oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 4 Januari 1993 (Nederlandsch Staatblad 1933 No. 34) dan dinyatakan berlaku bagi Indonesia dengan Indonesia Staatblad 1933 No. 117.

5.       Konvensi No. 29 tentang “Kerja Paksa atau Wajib Kerja” (Forced Labour). Diratifikasikan oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 31 Maret 1933  (Nederlandsch Staatblad 1933 No. 26) dan dinyatakan berlaku bagi Indonesia dengan Indonesia Staatblad 1933 No. 2261.

6.       Konvensi No. 45 tentang “Kerja Wanita Dalam Semua Macam Tambang di Bawah Tanah” (Underground work for women) Diratifikasi oleh  Pemerintah Belanda pada tahun 1937 (Nederlandsch Staatblad 1937 No. 15) dan dinyatakan berlaku bagi Indonesia dengan Indonesia Staatblad 1937 No. 219.

7.       Konvensi No. 98 tentang “Berlakunya Dasar-dasar daripada Hak untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama” (Right to organise and Collective Bargaining). Diratifikasi oleh Pemerintah RI dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 1956.

8.       Konvensi No. 100 tentang “Pengupahan yang sama Bagi Buruh Laki-laki dan Wanita untuk Pekerjaan yang sama Nilainya” (Equal Remuneration). Diratifikasi oleh Pemerintah RI dengan Undang-Undang No. 80 Tahun 1957.

9.       Konvensi No. 106 tentang “Istirahat Mingguan Dalam Perdagangan dan Kantor-Kantor” (Weekly Rest, In Commerce and Offices). Diratifikasi oleh Pemerintah RI dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 1961.

10.   Konvensi No. 120 tentang “Hygiene Dalam Perniagaan dan Kantor-kantor” (Hygience, In Commerce and Offices). Diratifikasi oleh Pemerintah RI dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 1969.

11.   Konvensi No. 144 tentang “Konsultasi Tripartit” untuk meningkatkan pelaksanaan standar perbutuhan internasional (Tripartite Consultation to Promote the Implementation of International Labour of International Labour Standards). Diratifikasi oleh Pemerintah RI melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 tahun 1990.

12.   Konvensi ILO No. 87/1948 yang mengatur Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Atas Hak Berorganisasi. Diratifikasi oleh Pemerintah RI dengan Undang-Undang No. 21 tahun 2000.

Dan lain-lain

 

Republik Indonesia menerapkan Sistem Dualisme dilihat dari ciri-ciri berdasarkan table perbedaan antara monism dan dualism diatas, hal ini dapat terlihat dari analisis yang kami coba lakukan dengan memperhatikan table diatas dan UU 12/2011 sebagai berikut :

  1. Sumber Hukum

Indonesia mengesahkan Hukum Internasional dengan memandang kedudukan keduanya terpisah, ratifikasi Hukum Internasional bersumber pada kemauan bersama dari negara-negara sebagai masyarakat hukum internasional dan hukum nasional bersumber dari kehendak negara/kemauan negara yang secara konkrit dibentuk sebagai Undang-Undang.

  1. Doktrin Kesatuan Sistem Pemberlakuan

Memerlukan Persetujuan DPR sebagaimana disebutkan dalam Bagian Penjelasan UU 12/2011 dan UU 15/2019.

  1. Subjek Apa yang diatur

pembuatan undang-Undang yang berlaku dalam sistem Hukum Nasional yang tidak mencantumkan Hukum Internasional dalam Hirarki pada Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang terakhir kali dirubah pada Undang-Undang Nomor 15 tahun 2019 tepatnya pada Pasal 7 yang mengatur hirarki Perundang-Undangan sebagai berikut :

Pasal 7

(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

  1. Pengesahan

Pengesahan dilakukan dalam bentuk UU sebagaimana diatur dalam Pasal 10 dan Pasal 23 UU 15/2019 sehingga memerlukan persetujuan DPR apabila Pemerintah ingin mengesahkan sebuah perjanjian Internasional.

  1. Hirarki

Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 tidak mencantumkan Hukum Internasional dalam Hirarki Peraturan Perundangan sebagaimana hirarki kekuatan Hukum diatur dalam Pasal 7 ayat (2) UU 12/2011 dengan demikian apabila bertentangan maka

  1. Kelembagaan

Terpisah sesuai sistem, dalam hal ini instrument kelembagaan terkait Hukum di Indonesia tidak memiliki kaitan dan sumber hukum dari Hukum Internasional.

Referensi :

1  Sri Setianingsih, Wahyuningsih. 2019. Hukum Internasional. Tangerang Selatan: Universitas  Terbuka.

2  Heliarta. 2019. Mengenal Hukum Internasional. Tanggerang : Loka Aksara.

3 David J Bederman. 2002. The Spirit of International Law. United States of America, Athens,  Georgia : The University of Georgia Press.

4 Rispalman. 2017. Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional. Aceh: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry.

5 Wagiman, Anasthasya Saartje Mandagi. 2016. Terminologi Hukum Internasional: Panduan Lengkap bagi Mahasiswa, Praktisi, dan Penegak Hukum dalam Memahami Peristilahan hukum Internasional. Jakarta Timur:  Sinar Grafika.

6 Jonathan Turley. 1993. Dualistic Values in the Age of International Legisprudence. Hastings Law Journal.

7 Adji Samekto. 2019. Hukum Lingkungan. Tanggerang Selatan : Universitas Terbuka.

8 Purbadi Hardjoprajitno, Drs. Saefulloh, Purwaningdyah, Tiesnawati Wahyuningsih. 2018. Hukum Ketenagakerjaan. Tanggerang Selatan: Universitas Terbuka

9 Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes.2010. Pengantar Hukum Internasional. Bandung:Pusat Studi Wawasan Nusantara Hukum dan Pembangunan.

10 Firdaus. Kedudukan Hukum Internasional Dalam Sistem Perundang-Undangan Nasional Indonesia. Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum, Volume 8, No. 2, 2014.

11 Ciongaru, Emilian. The Monistic and the dualistic Theory in European Law. Institute of Legal Research „Acad. Andrei Radulescu”of Romanian Academy.

  1. Jelaskan dan sebutkan contohnya sumber hukum internasional menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional!

demikian dikutip dari buku Hukum Internasional oleh1 Sri Setianingsih dan Wahyunigsih.

Referensi :

 

  1. Jelaskan menurut pandangan saudara peran organisasi internasional dalam perkembangan hukum internasional!
  1. Munculnya organisasi internasional yang permanen, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), WHO (World Health Organization), ICAO (International Civil Organitation) dan sebagainya.
  2. Adanya gerakan yang disponsori oleh PBB dan Council of Europe untuk melindungi hak-hak asasi dan kebebasan individu yang menciptakan aturan untuk menghukum seseorang dalam kaitannya dengan kejahatan internasional dan genocide, adanya keputusan pengadilan Neurenberg tahun 1946 yang menghukum individu yang melakukan tindakan kejahatan yang melawan perdamaian (crime against peace), kejahatan yang melawan kemanusiaan (crime against humanity), penjahat perang (war crime). Pembentukan pengadilan Tokyo tahun 1947 yang mengadili Penjahat Perang (Perang Dunia II) di Jepang, Pembentukan international Criminat Tribunal for the Former Yugoslavia (ICTY), dan Pembentukan International Tribunal for Rwanda (ICTR).

Lebih lanjut juga disebutkan dbahwa timbulnya organisasi internasional itu membantu pembentukan hukum internasional karena keputusan-keputusan alat perlengkapan organisasi internasional itu memuat ketentuan-ketentuan hukum internasional, sebagai contoh keputusan MajelisUmum PBB yang berupa Declaration of Human Rights yang ditentukan tanggal 10 Desember 1948.

demikian dikutip dari buku Hukum Internasional oleh1 Sri Setianingsih dan Wahyunigsih.

Dengan demikian dalam kaitannya terhadap pesatnya perkembangan hukum Internasional salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan organisasi-organisasi internasional.

 

Referensi :

  1. Sri Setianingsih, Wahyuningsih. 2019. Hukum Internasional. Tangerang Selatan: Universitas
  2. Wagiman, Anasthasya Saartje Mandagi. 2016. Terminologi Hukum Internasional: Panduan Lengkap bagi Mahasiswa, Praktisi, dan Penegak Hukum dalam Memahami Peristilahan hukum Internasional. Jakarta Timur: Sinar Grafika.
Exit mobile version