Baru-baru ini ada sebuah Daerah yang dipimpin oleh seorang Pj. Bupati yang intinya adalah mengingatkan dan memberikan sanksi hukuman disiplin atas kelalaian Pelaku Pengadaan di Pemda tersebut. Pemda Kabupaten tersebut tidak perlu saya sebutkan, esensi nya dari postingan ini adalah, “Apakah hal ini keliru?”
Kenyataannya tidak demikian, dengan adanya surat sejenis di berbagai Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah, proses serapan dari belanja APBN/APBD pada dasarnya keteteran dan berlangsung lambat karena berbagai kendala teknis. Pj. Bupati Kabupaten tersebut bukan satu-satunya pihak pertama yang mengeluarkan surat edaran dengan ultimatum sanksi.
Perlu diingat bahwa pengumuman RUP itu dilaksanakan sebelum Tahun Anggaran dilaksanakan, dasar hukumnya jelas dalam Pasal 22 Perpres 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang isinya sebagai berikut :
Pasal 22
- (1) Pengumuman RUP Kementerian/Lembaga dilakukan setelah penetapan alokasi anggaran belanja.
- (2) Pengumuman RUP Perangkat Daerah dilakukan setelah rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
- (3) Pengumuman RUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan melalui aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP).
- (4) Pengumuman RUP melalui SIRUP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat ditambahkan dalam situs web Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah, papan pengumuman resmi untuk masyarakat, surat kabar, dan/atau media lainnya.
- (5) Pengumuman RUP dilakukan kembali dalam hal terdapat perubahan/revisi paket pengadaan atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)/Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).
RUP itu sendiri merupakan keluaran dari Proses Perencanaan Pengadaan, sebagaimana dibunyikan dalam Pasal 18 ayat (8) Perprres 16 tahun 2018 yang berbunyi :
(8) Hasil perencanaan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dimuat dalam RUP.
Artinya setelah proses Perencanaan Pengadaan yang cakupannya ada dalam Pasal 18 selesai, maka harus diumumkan sebagaimana Pasal 22 Perpres 16 tahun 2018.
Selanjutnya berkaitan dengan tender/seleksi dini, Pasal 50 ayat (8) Perpres 16 tahun 2018 berbunyi :
(8) Pemilihan dapat segera dilaksanakan setelah RUP diumumkan.
Pemilihan disini ya untuk Pekerjaan Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya diatur dalam Pasal 38, sedangkan untuk Jasa Konsultansi dilaksanakan berdasarkan pengaturan dalam Pasal 41. Setelah dilaksanakan pengumuman RUP maka dapat dilakukan proses pemilihan penyedia yang beragam itu.
Tidak hanya di Kabupaten tersebut, sebenarnya surat edaran serupa juga diterbitkan di Kabupaten saya selama beberapa tahun terakhir, rincian nya adalah sebagai berikut :
- Tahun 2018 : Surat Edaran : Percepatan Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, terbit tanggal 30 Oktober 2017
- Tahun 2019 :
-
Surat Edaran : Percepatan Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Tahun 2018, terbit tanggal 23 Nopember 2017
-
Surat Edaran : Sosialisasi Penetapan dan Kaji Ulang Rencana Umum Pengadaan Guna Percepatan Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Tahun Anggaran 2018, terbit tanggal 13 Desember 2017
-
- Tahun 2020 :
- Instruksi Bupati Kutai Barat : Tentang Percepatan Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Barat Tahun Anggaran 2020 terbit tanggal 2 September 2018
-
Surat Edaran Percepatan Pengadaan Barang/Jasa Tahun Anggaran 2020, terbit tanggal 16 Januari 2020
Upaya tersebut diatas merupakan tugas Kepala Daerah selaku Pejabat Pembina Kepegawaian dan diperbolehkan sebagaimana Pasal 82 Perpres 16 tahun 2018 :
Pasal 82
- (1)Sanksi administratif dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/PjPHP/PPHP yang lalai melakukan suatu perbuatan yang menjadi kewajibannya.
- (2)Pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian/pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- (3)Sanksi hukuman disiplin ringan, sedang, atau berat dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/PjPHP/PPHP yang terbukti melanggar pakta integritas berdasarkan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Peradilan Umum, atau Peradilan Tata Usaha Negara.
Nah, bila segala sesuatu yang saya sebutkan tadi ternyata memang sudah diatur dan memang tujuannya baik, kenapa harus diributkan?
Perlu diketahui bahwa keberadaan Surat Edaran maupun Instruksi tersebut pada pelaksanaannya setelah diedarkan, Pemerintah masih keteteran dan mengalami kendala, tidak semuanya mulus berjalan sesuai apa yang diinginkan lho. Tujuan dari Surat-surat seperti ini adalah upaya untuk perbaikan berkelanjutan.
Pemerintah berupaya responsif, dalam urusan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, jangan selalu Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dianggap salah melulu. Semoga tulisan ini bisa memberikan perspektif berbeda dan mengedukasi masyarakat dan media sosial, termasuk netizen maha benar bahwa upaya perbaikan jangan selalu diasosiasikan dengan kepentingan dan hal yang seolah-olah mutlak jahat.
Demikian yang dapat kami sampaikan, tetap semangat, tetap sehat, tetap berintegritas, dan salam Pengadaan.
Oh iya, selamat tahun baru 2021 Waktu Indonesia Tengah (WITA), dan ternyata postingan blog ini merupakan Postingan pertama terkait Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di blog ini.