Proses Penunjukan Langsung wajib memenuhi kriteria sebagai berikut :
Perpres 16/2018
Untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya :
Pasal 38 ayat (5) :
a. penyelenggaraan penyiapan kegiatan yang mendadak untuk menindaklanjuti komitmen internasional yang dihadiri oleh Presiden/Wakil Presiden;
b. barang/jasa yang bersifat rahasia untuk kepentingan Negara meliputi intelijen, perlindungan saksi, pengamanan Presiden dan Wakil Presiden, Mantan Presiden dan Mantan Wakil Presiden beserta keluarganya serta tamu negara setingkat kepala negara/kepala pemerintahan, atau barang/jasa lain bersifat rahasia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Pekerjaan Konstruksi bangunan yang merupakan satu kesatuan sistem konstruksi dan satu kesatuan tanggung jawab atas risiko kegagalan bangunan yang secara keseluruhan tidak dapat direncanakan/diperhitungkan sebelumnya;
d. Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang hanya dapat disediakan oleh 1 (satu) Pelaku Usaha yang mampu;
e. pengadaan dan penyaluran benih unggul yang meliputi benih padi, jagung, dan kedelai, serta pupuk yang meliputi Urea, NPK, dan ZA kepada petani dalam rangka menjamin ketersediaan benih dan pupuk secara tepat dan cepat untuk pelaksanaan peningkatan ketahanan pangan;
f. pekerjaan prasarana, sarana, dan utilitas umum di lingkungan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang dilaksanakan oleh pengembang yang bersangkutan;
g. Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang spesifik dan hanya dapat dilaksanakan oleh pemegang hak paten, atau pihak yang telah mendapat izin dari pemegang hak paten, atau pihak yang menjadi pemenang tender untuk mendapatkan izin dari pemerintah; atau
h. Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang setelah dilakukan Tender ulang mengalami kegagalan.
Untuk Jasa Konsultansi :
Pasal 41 ayat (5)
a. Jasa Konsultansi yang hanya dapat dilakukan oleh 1 (satu) Pelaku Usaha yang mampu;
b. Jasa Konsultansi yang hanya dapat dilakukan oleh 1 (satu) pemegang hak cipta yang telah terdaftar atau pihak yang telah mendapat izin pemegang hak cipta;
c. Jasa Konsultansi di bidang hukum meliputi konsultan hukum/advokasi atau pengadaan arbiter yang tidak direncanakan sebelumnya, untuk menghadapi gugatan dan/atau tuntutan hukum dari pihak tertentu, yang sifat pelaksanaan pekerjaan dan/atau pembelaannya harus segera dan tidak dapat ditunda; atau
d. Permintaan berulang (repeat order) untuk Penyedia Jasa Konsultansi yang sama.
Dalam hal repeat order merujuk Pasal 41 ayat (6) diberikan batasan paling banyak 2 (dua) kali.
Pengaturan lebih rinci dari pelaksanaan metode diatas dibahas dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Nomor 09 tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui penyedia
Dalam Perpres 16/2018 yang memang dirancang sesuai dengan best practices pengadaan barang/jasa terdapat juga pilihan lain dalam pengadaan berkarakteristik tertentu, termasuk dalam pengadaan khusus yang termaktub dalam Bab VIII, dalam konteks Pengadaan dikecualikan terdapat dalam Bagian Ketiga Bab VIII, spesifiknya di pasal 61 ayat (1), yaitu :
Dikecualikan dari ketentuan dalam Peraturan Presiden ini adalah:
a. Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum;
b. Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan berdasarkan tarif yang dipublikasikan secara luas kepada masyarakat;
c. Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan sesuai dengan praktik bisnis yang sudah mapan; dan/atau
d. Pengadaan Barang/Jasa yang diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Peraturan lebih rinci dari Pasal 61 ayat (1) ini diatur dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Nomor 12 tahun 2018 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa yang dikecualikan pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Dari pemaparan sejauh ini Perpres 16/2018 itu walau tipis, tapi filosofi nya dalam…. dalam strukturnya terdapat beberapa opsi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah agar semakin lincah dan gesit, fleksibilitas dari Perpres 16/2018 memberikan peluang mengambil pilihan untuk melakukan optimasi pengadaan dengan dasar legalitas hukum dan logis dari sisi kinerja.
Bagi yang menguasai bisa melakukan optimasi pengadaan, tapi bagi yang gak menguasai maka akan sibuk proses pengadaan… makanya kita jangan sibuk pengadaan, kita sibuk optimalisasi pengadaan untuk mencapai kinerja selama legal dan logis, nah Perpres 16/2018 membuka peluang untuk legal dan logis itu tadi.
Apabila sebuah pekerjaan pengadaan barang/jasa sudah masuk dalam kriteria Pengadaan dikecualikan, maka tidak perlu lagi kita merujuk kepada Pasal 38 atau Pasal 41, sebagai contoh, Pemkab. K melakukan kontrak jasa internet, jasa Internet ini dapat dikategorikan sebagai jasa komunikasi, sebagaimana didefinisikan dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi adalah “adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara dan bunyi melaluisistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya”
Kita masuk dalam ranah teknis sekarang, produk internet rumahan provider saat ini sedang beralih dari media kawat menuju optik, namun melihat migrasi transmisi internet melalui optik saat ini belum menyeluruh dilakukan maka masih sangat relevan bila kita mengintepretasikan internet sebagai bagian dari Telekomunikasi, seperti halnya internet seluler melalui ponsel yang menggunakan sistem elektromagnetik lainnya, jadi dapat disepakati bahwa “Internet” termasuk dalam ranah komunikasi.
Karena termasuk dalam ranah Komunikasi boleh lah kita merujuk ke PerLKPP 12/2018 bagian lampiran halaman 4 yang menyatakan bahwa Komunikasi termasuk dalam pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan sesuai dengan tarif barang/jasa yang dipublikasikan secara luas kepada masyarakat meliputi namun tidak terbatas pada:
a. Listrik;
b. Telepon/komunikasi;
c. Air bersih;
d. Bahan Bakar Gas; atau
e. Bahan Bakar Minyak.
Berkaitan dengan Bahan Bakar Minyak, dapat membaca sekilas terkait hal tersebut pada artikel berikut ini : klik <disini> untuk membaca artikel
Dalam hal ini saya tetap pada contoh pengadaan jasa Komunikasi (internet) walaupun lingkup peraturan ini tidak hanya pada a hingga e saja karena semua yang dipublikasikan secara luas kepada masyarakat harusnya dapat dilakukan dengan pengadaan dikecualikan.
Untuk Pengadaan yang dilaksanakan sesuai dengan tarif barang/jasa yang dipublikasikan secara luas kepada masyarakat Pasal 6 PerLKPP 12/2018 menyebutkan :
Pasal 6
(1) Pada tahapan perencanaan pengadaan, PA/KPA menyusun perkiraan biaya/RAB berdasarkan perkiraan jumlah kebutuhan dan tarif barang/jasa.
(2) Pada tahapan persiapan pengadaan, PPK menetapkan mekanisme pembayaran melalui pembayaran secara berlangganan/periodik atau pembayaran keseluruhan atas pembelian barang/jasa. (3) Tahapan persiapan dan pelaksanaan pemilihan tidak perlukan.
(4) Tata cara pelaksanaan Kontrak dan pembayaran dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Penyedia.
Perhatikan bahwa di Pasal 6 ayat (3) disebutkan dengan gamblang dan jelas bahwa tahapan persiapan dan pelaksanaan pemilihan tidak diperlukan, dalam hal tidak diperlukan ini maka dalam pelaksanaan pemilihan penyedia jasa komunikasi seperti Internet Service Provider tidak lagi perlu melakukan proses Penunjukan Langsung atau pun proses pemilihan penyedia lainnya yang disebutkan dalam Pasal 38 ayat (1), PPK cukup melakukan ketentuan Pasal 6 PerLKPP 12/2018.
Praktek ini selanjutnya dilakukan dengan optimasi terbaik, dimana dalam pengadaan jasa Internet di Pemkab bisa dilakukan lebih optimal sesuai dengan praktik bisnis korporat yang wajar, di Swasta kita bisa melihat bahwa sebuah perusahaan melakukan kontrak dengan penyedia jasa komunikasi untuk jasa internet dengan tingkat layanan tertentu dalam sistem pembayaran sekaligus dimuka bisa mendapatkan “harga spesial”, nah Perpres 16/2018 beserta PerLKPP 12/2018 memungkinkan hal ini, perhatikan dalam Pasal 6 ayat (2) Pada tahapan persiapan pengadaan, PPK menetapkan mekanisme pembayaran melalui pembayaran secara berlangganan/periodik atau pembayaran keseluruhan atas pembelian barang/jasa, PPK pendahulu saya memilih melakukan “pembayaran keseluruhan atas pembelian barang/jasa” dengan catatan mereduksi harga apabila dibayar bulanan, dengan kata lain Pemkab membayar dimuka dan dapat harga yang lebih murah bila di breakdown tiap bulan dari published price list, penyedia setuju maka dilakukan berkontrak sesuai Pasal 6 ayat (4) PerLKPP 12/2018.
Optimasi pengadaan bisa dilakukan, sekali lagi saya sebutkan fleksibilitas dari Perpres 16/2018 memberikan peluang mengambil pilihan untuk melakukan optimasi pengadaan dengan dasar legalitas hukum dan logis dari sisi kinerja, tinggal kita memilih mau melakukan optimasi pengadaan atau sekedar sibuk proses pengadaan?
Seperti apa sih tindakan “sibuk proses pengadaan” itu?
Sudah ada regulasi khusus tentang Pengadaan dikecualikan, kok kita masih milih melakukan tender untuk barang dikecualikan? melakukan Penunjukan langsung padahal pekerjaan dikecualikan? padahal disebutkan dengan jelas bahwa Tahapan persiapan dan pelaksanaan pemilihan tidak perlukan.
Bagaimana dengan jasa komunikasi yang ada di katalog elektronik? bila dipandang lebih mudah dan lebih optimal menggunakan katalog, silahkan memilih e-Purchasing, logisnya menurut saya penggunaan jasa katalog elektronik itu disesuaikan dengan identifikasi kebutuhan, bandingkan dulu dengan keadaan yang erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan, bisa saja barang/jasa tersebut tercantum di katalog dan terlihat lebih murah namun ternyata kinerja nya tidak sesuai dengan kebutuhan, kembali lagi berpedoman dengan prinsip pengadaan…. efisien itu mengeluarkan sumber daya keuangan yang minim dengan kualitas yang memenuhi kebutuhan, kalau sekedar murah tapi kualitas nya tidak memenuhi kebutuhan malah jadi potensi pemborosan, sudah bayar tapi ternyata internet nya lambat.
Adapun Pengadaan dikecualikan bukanlah “Penunjukan Langsung”, kriterianya sudah berbeda karena pasal pengaturannya beserta aturan turunan sudah tidak sama, jangan dicampur aduk, ketika kita melakukan campur aduk metode maka timbul kebingungan dan perdebatan panjang masalah proses pengadaan sehingga energi kita terkuras sibuk di proses pengadaan dan melupakan hakikat dari bagaimana pengadaan barang/jasa ini bisa di optimalkan untuk meningkatkan kinerja organisasi, masalah campur aduk ini memang pelik, karena untuk hal simpel seperti permasalahan bubur ayam dimakan dengan cara diaduk terlebih dahulu atau tidak diaduk terlebih dahulu saja bisa menjadi polemik berkepanjangan…… tapi itu karena tidak diatur, nah untuk Pengadaan dikecualikan sudah diatur nih…. tinggal di ikuti…..
Oleh karena itu mari mendalami Perpres 16/2018 secara menyeluruh, walau Perpres 16/2018 itu tipis, tapi filosofi nya dalam, baca peraturan turunan bolak balik baru paham, oohh ini maksudnya begini, ternyata ketentuan ini sifatnya pilihan, ternyata pilihan ini wajib, dan seterusnya, bagi yang menguasai bisa melakukan optimasi pengadaan, tapi bagi yang gak menguasai maka akan sibuk proses pengadaan…
Mari kita jangan sibuk pengadaan, kita sibuk optimalisasi pengadaan untuk mencapai kinerja selama legal dan logis, nah Perpres 16/2018 membuka peluang untuk legal dan logis, kurang lebih itu yang saya pelajari dan masih sedang dipelajari.