Obat merupakan salah satu kebutuhan penting dalam pelayanan kesehatan. Untuk memenuhi kebutuhan obat di unit pelayanan kesehatan, pemerintah mendorong melakukan pengadaan obat melalui sistem e-katalog dengan metode e-purchasing. Sistem ini dikembangkan oleh LKPP untuk memudahkan penyedia barang/jasa dan pengguna dalam kegiatan pemilihan dan pengadaan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
Namun, pengadaan obat melalui e-katalog dengan e-purchasing tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Ada beberapa hal yang harus dipahami dan dipertimbangkan oleh para pihak yang terlibat, baik dari sisi penyedia maupun pengguna. Berikut adalah beberapa poin penting yang perlu diketahui:
- E-catalog adalah aplikasi belanja online yang menampilkan daftar produk obat yang sudah ditetapkan oleh LKPP. Produk obat yang masuk dalam e-catalog harus memenuhi standar kualitas, ketersediaan, dan harga eceran tertinggi yang ketentuannya diatur oleh Kementerian Kesehatan. Harga yang tercantum dalam e-catalog adalah harga satuan yang sudah termasuk pajak dan biaya distribusi.
- E-purchasing adalah metode pembelian obat secara elektronik berdasarkan e-catalog. Untuk melakukan e-purchasing, pengguna harus memiliki akun SPSE, mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh LKPP, dan melakukan identifikasi kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit dan formularium nasional.
- Pengadaan obat melalui e-purchasing dilakukan baik oleh satuan kerja pemerintah maupun swasta.
Penyedia obat yang masuk dalam e-catalog adalah pelaku usaha yang sudah memiliki izin usaha dan izin edar dari Kementerian Kesehatan. Penyedia obat maupun pembeli tidak bisa sembarang memproduksi dan menjual obat, karena harus mengikuti aturan dan mekanisme yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Misalnya, pemesan/pengguna obat baik Pemerintah maupun swasta khususnya untuk obat yang termasuk dalam formularium nasional harus mengirim RKO (Rencana Kebutuhan Obat) setahun sebelum tahun anggaran, untuk menjadi dasar bagi produsen untuk menyusun kapasitas produksi. Penyedia obat juga tidak boleh memproduksi lebih dari rencana produksi, karena bisa menimbulkan risiko oversupply yang menjurus pada kadaluarsa atau penyalahgunaan obat.
Pengguna yang melakukan e-purchasing harus memperhatikan referensi harga sebagai dasar negosiasi dengan penyedia obat. Referensi harga bisa didapatkan dari harga pasar, harga sebelumnya, atau harga yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Jika harga yang ditawarkan oleh penyedia obat tidak wajar, pengguna obat bisa melakukan negosiasi atau mencari penyedia obat lain yang lebih sesuai.
Dengan memahami ekosistem dan prosedur pengadaan obat melalui e-catalog dan e-purchasing, diharapkan pengadaan obat bisa berjalan dengan lancar, efisien, dan transparan. Pengadaan obat yang baik akan berdampak positif bagi kualitas pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.