Pelaku Usaha
Tidak selalu berminat untuk melakukan kontrak pengadaan barang/jasa kepada Pemerintah, khususnya bila memperhatikan Supplier Perception Model.
Supplier Perception Model
Juga dikenal sebagai Supplier Perception Matrix, yaitu bagaimana sebuah organisasi dipandang oleh para pelaku usaha dari aspek ketertarikan dan nilai belanja, secara ringkas digambarkan sebagai berikut :
Posisi Pemerintah
Saat ini Pemerintah secara keseluruhan merupakan konsumen yang memiliki nilai belanja yang relatif besar bila digabungkan secara keseluruhan, namun sebagai organisasi raksasa, Pemerintah dibagi berdasarkan :
- sumber anggarannya sebagai belanja dengan anggaran Nasional yang dikenal sebagai Anggaran Pendapatan Belanja Nasional atau disingkat APBN,
- pada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dikenal sebagai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau disingkat APBD.
Berdasarkan sumber anggaran tersebut, dari kelembagaannya, dibagi lagi menjadi :
- APBN
- Kementerian
- Satuan Kerja Kementerian
- Lembaga
- Perwakilan Lembaga
- Kementerian
- APBD
- Pemerintah Daerah Provinsi
- Perangkat Daerah Pemda Provinsi
- Unit Pelaksana Teknis Perangkat Daerah
- Perangkat Daerah Pemda Provinsi
- Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
- Perangkat Daerah Pemda Kabupaten/Kota
- Unit Pelaksana Teknis Perangkat Daerah
- Perangkat Daerah Pemda Kabupaten/Kota
- Pemerintah Daerah Provinsi
Lingkungan Pengadaan Pemerintah Tingkat Organisasi
Dengan desentralisasi anggaran dan kelembagaan, maka praktis pola belanja dari organisasi Pemerintah tidak dapat dipandang sebagai satu kesatuan yang besar, dengan variasi yang berbeda satu sama lainnya, maka nilai belanja menjadi relatif kecil, selain itu proses birokrasi dengan ketidakseragaman yang ada di masing-masing satuan kerja/perangkat daerah menjadikan sebagian Organisasi Pemerintah menarik namun lebih banyak yang tidak menarik.
Persepsi Supplier Pada Organisasi Pemerintah
Persepsi Supplier pada Organisasi Pemerintah cenderung dipandang nuisance, dikarenakan nilai belanja nya yang relatif kecil dan tidak terstandarnya organisasi, dengan demikian pola yang terjadi adalah pelaku usaha memandang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah umumnya :
- Memiliki nilai rendah (low value);
- Memiliki keuntungan yang terbatas;
- Tindakan yang diambil dan terjadi adalah pelaku usaha cenderung menghindari Pemerintah.
Dengan demikian maka tidak heran bila acapkali kita mendengar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah cenderung bermasalah.
Mengapa Bisa Terjadi
Terlepas dari upaya Pemerintah untuk terus berbenah, dan upaya Lembaga terkait untuk mendorong penciptaan nilai (value creation) terhadap Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, saat ini perlu diakui bahwa proses Pengadaan barang/jasa yang bermasalah dikarenakan sebagai berikut :
- Susah melihat orang senang, dan senang melihat orang susah : Ketika pelaku usaha memiliki kemampuan untuk melakukan optimasi pada proses dan mendapatkan profit yang optimal, maka pelaku usaha tersebut dianggap mengambil keuntungan yang tidak wajar, sehingga harus membayar kembali dengan perbandingan yang tidak sebanding, perusahaan korporasi yang mampu menerapkan Supply Chain yang optimal sehingga bisa melakukan waste reducing yang menurutkan cost produksi dibandingkan dengan keuntungan perusahaan amatir yang mengambil keuntungan sedikit, selisihnya dianggap pemborosan pembayaran, dan diminta mengembalikan.
- Skema pembayaran yang kaku : disaat dunia usaha bertransaksi dengan perputaran uang yang cepat, Pemerintah belum dapat menerapkan sistem pembayaran cash and carry, pembayaran dilakukan saat barang telah diterima pun, proses pembayarannya belum bisa diterima dengan segera;
- Pelaku Pengadaan disisi Pemerintah yang masih lemah : Kemampuan manajerial tata kelola disisi Aparatur Sipil Negara masih tertinggal jauh dibandingkan Procurement Department di sektor privat;
- Integritas Aparatur Negara : Secara keseluruhan integritas Aparatur Negara dapat dinilai buruk, sehingga “oknum” yang menyimpang lebih dominan dibandingkan yang berintegritas.
Perbaikan Berkelanjutan
Permasalahan yang sudah membumi ini tengah mengalami pembenahan, Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mendorong profesionalisme dalam tata kelola Pengadaan Barang/Jasa yang mendorong perbaikan berkelanjutan, disisi lain keberadaan fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang dipersenjatai dengan standar kompetensi pun didorong untuk terus menghasilkan inovasi di bidang Pengadaan Barang/Jasa, selain itu regulasi yang ada juga tengah disusun untuk memperhatikan keahlian, selain itu dari sisi penegakan hukum tengah di dorong oleh Pemerintah bahwa yang dihukum adalah mereka yang memang berniat jahat dan selebihnya bila terdapat kekeliruan maka diselesaikan secara administratif.
Kesimpulan
Pasar pada Pengadaan Barang/Jasa secara faktual masih dipandang nuisance dan tengah didorong untuk mengalami perbaikan secara berkelanjutan, pendekatan keilmuan menjadi dasar yang digunakan para Pelaku Pengadaan untuk bertindak sebagai ahli.
Ahli disini adalah orang-orang yang :
- Berpikir dengan ilmu;
- berbicara dengan data;
- bertindak dengan metode;
- bertingkah laku dengan etika;
- mengamati dengan logika;dan
- memutuskan dengan bijaksana.
Dengan semakin banyaknya ahli pengadaan, didukung dengan moderenisasi kelembagaan dan semakin membaiknya penerapan integritas dan penegakan hukum yang berimbang, kiranya kita tidak lagi mendengar para Pelaku Pengadaan di sisi Pemerintah yang “menyerah” tidak melaksanakan pembangunan dan semakin bersihnya Penegakan Hukum di Pengadaan barang/jasa yang memang menindak keras dan tegas pada orang yang memang jahat, pelaksanaan pengadaan yang semakin profesional dan berintegritas dan pelayanan prima yang menjadi etos dalam bekerja diharapkan semakin meningkat sehingga Persepsi Nuisance atau bising penuh gangguan dapat bergeser ke matriks lainnya yang menghasilkan partisipasi pelaku usaha kelas wahid di pembangunan negara tercinta kita semua.
Demikian disampaikan, tetap semangat, tetap sehat, dan salam pengadaan!