PBJP berdasarkan Pasal 64 Perpres PBJP adalah sebagai berikut:
ayat (1) mengatur bahwa ketentuan umum pengadaan barang/jasa pemerintah yang diatur dalam Perpres ini berlaku juga untuk pengadaan barang/jasa yang didanai oleh pinjaman atau hibah dari luar negeri1, kecuali ada ketentuan khusus yang disepakati dalam perjanjian pinjaman atau hibah tersebut.
Ayat (2) mengatur bahwa proses pemilihan penyedia barang/jasa yang didanai oleh pinjaman luar negeri dapat dimulai sebelum perjanjian pinjaman tersebut ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dan pemberi pinjaman. Hal ini bertujuan untuk mempercepat pelaksanaan pengadaan barang/jasa dan menghindari keterlambatan atau pembatalan proyek atau sengketa / perselisihan paham di kemudian hari.
Ayat (3) mengatur bahwa penyusunan perjanjian pinjaman atau hibah luar negeri yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa dapat dikonsultasikan dengan LKPP, yaitu lembaga yang bertanggung jawab atas kebijakan dan pengawasan pengadaan barang/jasa pemerintah.
Hal ini bertujuan untuk menjamin kesesuaian dan konsistensi perjanjian tersebut dengan prinsip-prinsip pengadaan barang/jasa yang efisien, efektif, transparan, kompetitif, adil, dan akuntabel.
Beberapa contoh PBJP berdasarkan Pasal 64 Perpres PBJP adalah sebagai berikut:
Pada tahun 2020, pemerintah Indonesia mendapatkan hibah dari pemerintah Jepang sebesar 50 miliar yen untuk membangun rumah sakit rujukan COVID-19 di Jakarta3. Dalam perjanjian hibah tersebut, disepakati bahwa proses pengadaan barang/jasa untuk pembangunan rumah sakit tersebut mengikuti ketentuan Perpres PBJP, dengan penyesuaian beberapa hal seperti kualifikasi penyedia, metode pemilihan, dan persyaratan dokumen.
tahun 2021, pemerintah Indonesia mendapatkan pinjaman dari Bank Dunia sebesar 300 juta dolar AS untuk mendukung program perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dan rentan. Dalam perjanjian pinjaman tersebut, disepakati bahwa proses pengadaan barang/jasa untuk program tersebut dapat dimulai sebelum perjanjian pinjaman tersebut ditandatangani oleh kedua belah pihak, dengan menggunakan sistem elektronik pengadaan barang/jasa pemerintah.
tahun 2022, pemerintah Indonesia mendapatkan pinjaman dari Asian Development Bank sebesar 500 juta dolar AS untuk memperbaiki infrastruktur transportasi di Sumatera. Dalam perjanjian pinjaman tersebut, disepakati bahwa penyusunan perjanjian tersebut dikonsultasikan dengan LKPP, untuk memastikan bahwa perjanjian tersebut sesuai dengan ketentuan Perpres PBJP dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional Indonesia.