Pengantar
Saya menonton sebuah serial yang mungkin anda sekalian sudah familiar yaitu “how to get away with a murder”, bercerita tentang Dosen sebuah jurusan Ilmu Hukum yang juga memiliki Firma Hukum. Selain itu ada film serial lain bercerita tentang dibamika dalam sebuah Firma Hukum yaitu “Suit”, beberapa “ejekan” dalam seri tersebut adalah “micromanagement”
Micromanagement
Karena Micromanagement adalah istilah asing, maka saya kembali dalam menghadapi istilah asing pada yang apa saya pelajari di tahun 2003, merujuk pada Kamus Oxford dalam mencari definisinya yang menghasilkan hasil sebagai berikut :
micromanagement
noun
/ˈmaɪkrəʊmænɪdʒmənt/
/ˈmaɪkrəʊmænɪdʒmənt/
[uncountable] (disapproving)
- the practice of controlling every detail of an activity or project, especially your employees’ work
- Very few owner-managers are ever able to identify micromanagement as a problem.
Sumber : https://www.oxfordlearnersdictionaries.com/us/definition/english/micromanagement
Dengan bahasa secara umum saya akan mengartikan Micromanagement sebagai praktek untuk mengendalikan semua detil dalam tiap aktifitas, khususnya para pekerja.
Micromanagement dan dampaknya
Membandingkan kedua seri diatas, saya tertarik mencari tahu apa yang dimaksud dengan micromanagement karena kata tersebut digunakan untuk mengejek.
Pada salah satu seri diatas, dosen protagonis yang mengumpulkan berbagai mahasiswa/mahasiswi cemerlang dalam firma nya sebagai pekerja magang melakukan penugasan dengan menggunakan perintah yang diberikan secara umum, terdapat lanjutan tindakan dari dosen sekaligus pengacara tersebut.
tindakan lanjutan tersebut biasanya digambarkan dalam bagaimana tokoh tersebut kemudian mengatur hingga hal rinci bagaimana cara melakukan penugasan tersebut, selanjutnya keluaran yang dihasilkan tidak selalu sesuai harapan walau tokoh tersebut digambarkan luar biasa cemerlang.
Sebaliknya ketika tokoh tersebut tidak melakukan hal rinci yang luar biasa detil, para pekerja magang yang pada dasarnya sudah cemerlang itu memberikan hasil yang luar biasa baik melebihi ekspektasi.
di serial berikutnya, yaitu Suit, kedua protagonis yang keduanya sama cemerlang dengan gaya dan keunggulannya masing masing bersinergi optimal di lingkungan yang melakukan micromanagement secara berlebihan.
Fiksi dan Kenyataan
Antara fiksi dan kenyataan, micromanagement memang digambarkan kurang baik, pada dunia pendidikan tinggi saya kebetulan berprofesi sebagai dosen dan/atau tutor, dalam kondisi tertentu menjadi dosen yang mengelola secara micromanagement akan membuat frustasi.
Apakah kesimpulan saya ini berdasarkan film? Tentu tidak…. saya sudah 4 (empat) kali menjadi mahasiswa, tentu saya sudah pernah mengalami dampak buruk dikelola dengan micromanagement.
Saya pernah mengalami bagaimana micromanagement ini membuat semuanya menjadi rumit, salah satu contoh kasus yang saya alami adalah mendapat tugas dari tutor untuk menjawab bagaimana sebuah perjanjian internasional terbentuk?
Sesuai dengan SAT dan RAT plus instruksi tersebut, saya menjawablah dengan menggunakan teori, contoh kasus, menggunakan jurnal terbaru, dan menggambarkan dengan bagan yang merupakan gaya saya sendiri.
Apa yang terjadi selanjutnya?
jawaban yang menurut saya lengkap itu “diintervensi”
Apa saja intervensinya?
saya harus melakukan jawaban dengan seperti apa yang diinginkan tutor, dengan koreksi yang terlalu berlebihan, dan semua yang dituliskan itu walaupun selaras dengan jurnal jurnal yang berkualitas (bagi dosen asli, mengetahui sebuah jurnal baik jelas mudah lah) namun semua jawaban saya dianggap total loss….
Sebagai dosen yang jenjang pendidikannya lebih tinggi dari tutor tersebut, saya mencoba menelusuri tulisan tutor yang bersangkutan, ternyata apa yang dituliskan sendiri tidak lebih baik dari saya.
Tentu saja…. tidak bisa menghadapi konfrontasi dengan kepala panas, mengendalikan ritme suasana dengan tanpa pertimbangan, akan memperburuk suasana, walaupun usia saya relatif muda, saya tidak akan pernah mau melakukan tindakan reaktif yang eksplosif secara berlebihan, percuma bila kita memberi makan ego kita dengan meledak sesaat dan tujuan saya tidak tercapai.
Apa Tujuan Saya?
Tujuan saya dalam kuliah adalah saya memiliki nilai bagus, pengetahuan, kemampuan, dan sikap kerja yang sesuai, alias kompeten.
Berhadapan dengan orang “susah” adalah spesialisasi saya sebagai “mantan” salesman, mendapatkan hasil yang baik ketika menghadapi kondisi seperti ini merupakan hal yang relatif mudah walaupun ada tantangannya.
Membaca sikap orang bisa dilihat dari ucapan/tulisannya, dan identifikasi dimana titik itu muncul cara bertindak secara berlebihan, saya menamai modus ini sebagai “mode apprehending” 😁
Dari ucapan maupun tulisan dimana posisi saya secara default lebih bawah saya menemui bahwa pola pikir nya begini, begitu, dst. Dengan demikian saya “menurunkan” standar saya mengikuti hal yang bagi saya sendiri sudah merupakan hal konyol dan tidak akan saya lakukan bila saya memang tidak dalam dihadapkan pada situasi micromanavement, dan hasilnya…. salah satu tujuan saya tercapai yaitu nilai bagus, dari semula nilai komposisi saya yang bermula 20, saya bisa mendapatkan nilai akhir terbobot 87, sebuah nilai yang bisa mendapatkan A dengan bobot 4,00.
Apakah lantas tujuan saya tidak tercapai karena saya melakukan hal konyol akibat micromanagement?
Jawabannya tentu tidak, mendapat nilai bagus cuma salah satu cara saya untuk mendapatkan hasil yang saya inginkan, tentu saja saya menyatakan saya melakukan hal konyol, tapi tidak mengorbankan dua tujuan lain saya selain nilai bagus, yaitu pengetahuan dan sikap kerja.
Pengetahuan
Hal yang saya sebutkan sebagai hal konyol pada pembahasan sejauh ini merujuk pada satu satunya cara yang terlalu usang atau terlalu tidak relevan dalam menyelesaikan sebuah problem, permasalahannya adalah hal konyol tersebut sudah saya “apprehended” ketika membaca tulisan dan ucapan tutor yang saya hadapi.
Sehingga saya membaca minimal 10 jurnal dalam memecahkan masalah, dengan komposisi jurnal gagal, jurnal biasa, dan jurnal bagus.
Selanjutnya saya bereksperimen, proses kuliah saya memungkinkan saya bereksperimen dengan 8 kesempatan dengan bobot nilai kecil dan 3 kesempatan dengan bobot nilai besar.
Kesempatan bobot kecil membuat saya berhasil menangkap bahwa yang saya hadapi ini adalah tutor yang senang dan lebih suka dengan jurnal gagal dan jurnal biasa sebagai sebuah jawaban, dengan demikian bobot jawaban saya dominan dikedua jenis jurnal tersebut yang kemudian tetap saya lengkapi dengan jurnal berkualitas baik sebagai upaya coping saya agar tidak ikutan konyol.
Merancang hal ini bukan perkara mudah, pada akhirnya saya memiliki pengetahuannya, dan upaya coping saya untuk membuat saya tetap waras walau menuliskan dominan “sampah” dengan menyelaraskan pada pola pikir yang saya hadapi sekaligus tetap menyelubungi hasil kerja saya dengan ide gagasan tempat berpegangan bagi saya alias coping untuk menjaga saya tidak hanyut dalam aliran kesesatan 😂
Dengan demikian Pengetahuan saya diperoleh dengan baik….. Khusus satu mata kuliah ini saja saya mendapat nilai 80an, di semester yang sama mata kuliah saya yang lain berkisar di 94 dan bahkan ada 2 mata kuliah saya yang mendapat 100, secara tujuan saya merasa tujuan untuk memperoleh pengetahuan tercapai, dan upaya saya melakukan mode apprehending dan berusaha coping merupakan perwujudan dari cara saya bersikap.
Derita Menghadapi Micromanagement
Untuk sebuah mata kuliah yang relatif mudah, dalam hal mencapai nilai yang baik, saya menghabiskan 35% dari porsi konsentrasi saya, 35% fokus dan waktu dimana sisa 65% lainnya digunakan untuk 5 mata kuliah jelas tidak imbang…..
artinya ada komposisi 1:5 dengan bobot 35%:65%, bened bener time consuming, dengan kata lain saya harus membuat sesuatu rusak sekaligus memperbaiki kembali, proses nya membuat saya kurang nyaman dimana di bidang mata kuliah lainnya saya terbilang gemilang, mari berlogika dengan rasional, apakah 5 tutor yang lain itu yang keliru dalam menentukan kualitas kerja saya hingga saya harus ekstra keras menurunkan standar saya untuk seseorang tutor ber-attitude micromanagement?
Saya merasa bila saya tidak bermasalah dengan 5, maka ketika ada hal susah dan rumit pada 1 orang tersisa dari total 6 orang ini menunjukkan bahwa saya memang harus ekstra struggle dan tetap coping, istilahnya kalau saya menyimpulkan diri sendiri, khusus satu tutor ini saya terjebak dalam kubangan lumpur yang tinggi permukaannya tepat dibawah lubang hidung saya…. untuk tetap bergerak maju agak susah, namun bukan berarti mustahil…. saya hanya perlu mencari tahu dimana tepi kubangan lumpur tersebut untuk menggapai tujuan saya dan terus berjalan dengan berpegangan pada apapun yang bisa saya gunakan untuk survive, baik itu memanfaatkan buaya yang kebetulan ada di kubangan lumpur tersebut sebagai mekanisme coping saya….
Analogi diatas dan pengalaman saya relatif ekstrim untuk dilakukan, tapi paling tidak menunjukkan bahwa tujuan yang telah saya tetapkan ya harus dicapai.
Micromanagement atau Control Freak akan membuat kita membuang waktu, namun saya menyadari bahwa saya tidak dapat memilih situasi yang saya hadapi sesuai dengan kondisi ideal yang saya inginkan, dalam kondisi ini ya lentur saja… fleksibel! Walau itu membuang waktu, menghasilkan hal konyol, dan membuat saya kerepotan bahkan harus memperbaiki hal yang tidak perlu diperbaiki.
Macromanagement
Kebalikan dari micromanagement adalah macromanagement , yaitu pengendalian tata kelola yang memperhatikan dari jauh tanpa harus menunjukkan bagaimana hal rinci harus dilakukan dan bersifat terbuka atas peluang kreatifitas dari orang lain dan terkadang tidak terlalu ortodoks atas sesuatu standar.
Definisi diatas saya simpulkan sendiri dari pengalaman saya bersama beberapa mentor saya, mentor disini adalah semua atasan saya, baik langsung maupun tidak langsung, dengan span waktu kerja dari 2003 s.d 2020, dari seluruh pengalaman kerja saya selama itu.
Bagaimana pengaruh saya menerapkan macromanagement dalam peran saya sebagai tutor atau dosen? (Yes… saya juga Tutor dan pengalaman saya sebagai Tutor yang lebih lama, mengahadapi Tutor baru yang micromanaging seperti cerita saya diatas bener bener menguji kemampuan dan meningkatkan soft skill saya untuk endure dan tidak kemakan ego)
Dalam peran saya, saya tidak bertindak sebagai Tip-Ex yang menghapus potensi orang lain, semua Dosen/Tutor yang baik tidak akan menjadi Tip-Ex yang menghentikan langkah mahasiswa/i potensial untuk melakukan hal yang out of the box, macromanagement bersifat luwes dan terbuka, tidak merusak hal kecil yang menghilangkan potensi orang lain.
analogi sederhana nya :
kalau saya suruh membuat operasi matematika yang menghasilkan angka 4, saya akan menerima jawaban sebagai berikut :
- akar 16
- 2 pangkat 2
- Tiga ditambag (8996 pangkat nol)
Saya tidak akan mencoret salah semua jawaban diatas hanya karena saya tengah mengajarkan operator tambah dan memaksakan bahwa menjawab tugas saya untuk menghasilkan angka 4, wajib menggunakan operator tambah sebagai dibawah ini dan hal lain selain itu salah :
- 0+4
- 1 + 3
- 2 + 2
- 3+ 1
Bahkan dalam kondisi saya paling jelek sekalipun, yaitu menguji sidang, saya tidak akan membuat sebuah pengujian yang hanya mengerucut pada keterbatasan saya, sebagai penganut aliran macromanagement saya sangat mempercayai seseorang selalu memiliki potensi untuk menemukan jalan yang berbeda, yang penting adalah tujuannya tercapai dengan proses yang detilnya tidak perlu saya kendalikan secara berlebihan….
Micromanagement Bukan Berarti Tanpa Pengendalian
Bayangkan bila anda seorang penumpang dalam sebuah kendaraan dengan modus ekonomi berbagi seperti Ojek Online atau Mobil Online, kendali anda dalam melakukan manajemen berada pada tiap tahapan kurang lebih dibawah ini.
Saat anda menunggu dijemput, akan ada indikator berapa menit kendaraan tersebut akan tiba, misal saat itu indikatornya berupa estimasi 10 menit, bila anda seorang yang micromanagement maka anda akan langsung menelpon, menyebutkan harus menggunakan rute yang biasa kita gunakan lewat gang A gang B lalu gang C, penganut macromanagement tidak akan melakukan hal ini, dia akan melakukan pemesanan dari 5 menit sebelum waktu seharusnya dan seandainya ada estimasi 10 menit katena sudah punya spare 5 menit maka yang dilakukan adalah membiarkan driver/rider berupaya sambil memantau dari peta, bila dipantau jarak semakin mendekat ya aman, bila dipantau ada anomali di peta maka segera ditelepon, kalau masih terkendali ga ditunggu, kalau tidak tertolong ya di cancel lalu lanjut pencarian berikutnya lagi.
Sekilas dari analogi saya diagas micromanagement terlihat asik dan tidak salah dengan detil dan fokus pada satu satunya jalan menurut kita benar, permasalahannya kondisi di lapangan tidak selalu sesuai dugaan kita, bisa jadi rute yang sering kita gunakan mendadak ada hambatan seperti tengah diperbaiki atau bisa jadi deibed / rider punya rute yang lebih baik.
Demikian juga saat menjadi penumpang dari driver/rider, bila anda seseorang yang macromanagement anda akan cukup memperhatikan bahwa arah kendaraan sudah tepat dan semakin mendekati tujuan, kalau melenceng ya anda baru memberikan masukan dan tindakan korektif. Nah kebalikan dengan itu bila anda orang yang micromanagement maka anda akan mengomentari rute yang diambil, ikut-ikutan megang setir, ikut ikutan mengganti perselening, dan sibuk mengomentari dan mengatur minyak rambut sang driver/rider yang menurut anda mungkin tidak mengganggu walau sebenernya hal itu bila diperlakukan ke anda ternyata anda tidak lebih baik.
Namun jangan lantas tanpa pengendalian dan pengelolaan lantas dibilang macromanagement ya…. macromanagement tetap memerlukan tindakan, hanya saja tidak se-invasif para micro manager.
Kembali kepada dua film seri tersebut diawal, tidaklah mengherankan bila di dua series tersebut micromanagement dijadikan cibiran, dalam pengalaman kuliah saya dan ilustrasi yang saya berikan diatas bila anda bayangkan terjadi akan benar-benar membuat tidak nyaman.
Namun kondisi mutlak dalam manajemen jelas tidak dapat dilakukan sepenuhnya hingga bablas, menentukan optimasi dan keseimbangan yang tepat dalam macromanagement akan lebih susah dilakukan ketimbang melakukan micromanagement, maka dari itu menjadi micro manager lebih umum dijumpai sehingga beresiko tidak terjadi delegasi, ujung ujung nya akan menyusahkan anda sendiri, makanya saya bersyukur salah satu mentor saya mengajarkan re-generasi dalam organisasi sehinga output dan outcome tidak bergantung pada saya sepenuhnya.
Demikian….
saya mengetikkan hal ini sambil nonton dan memberikan waktu untuk rileks menghibur diri sembari belajar, dan sekaligus memenuhi komitmen saya untuk satu hari satu artikel, besar kemungkinan artikel ini tidak berguna karena anda mungkin sudah lebih dahulu menggunakan macromanagement, namun bila ternyata tulisan ini berguna maka semua itu berkat kehebatan kedua serial diatas 😂 saya cuma berbagi sekedarnya selamat mengasah bakat macro managing anda!
Tetap Sehat, tetap semangat, dan Salam Produktif!
Lentur dan fleksibel, namun tetap sesuai di koridor yang ada!