Mari kita perhatikan bahwa tujuan pengadaan sebagaimana dibunyikan dalam Pasal 4 Perpres Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah bahwa Pengadaan Barang/Jasa bertujuan untuk :
- a. menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas,kuantitas, waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia;
- b. meningkatkanpenggunaanprodukdalamnegeri;
- c. meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil,dan
Koperasi; - d. meningkatkanperanPelakuUsahanasional;
- e. mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan
barang/jasa hasil penelitian; - f. meningkatkan keikutsertaan industri kreatif;
- g. mewujudkan pemerataan ekonomi dan memberikan
perluasan kesempatan berusaha; dan - h. meningkatkanPengadaanBerkelanjutan.
Pada dasarnya tujuan-tujuan pengadaan yang hadir dalamPeraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta Perubahannya – Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ini merupakan kulminasi dari perubahan selama 2 dekade kebelakang, saat ini pengadaan barang/jasa pemerintah atau pengadaan publik telah berkembang dari sebelumnya sebagai cara untuk berbelanja barang/jasa menjadi aktifitas pemerintah yang kompleks, inklusif karena sifatnya yang melibatkan banyak pihak yang berkepntingan, kemudian memiliki kebutuhan mendesak untuk disusun, dilaksanakan, dikelola, dan diawasi oleh tenaga profesional dibidang pengadaan barang/jasa pemerintah.
Tujuan-tujuan pengadaan diatas sebenarnya terarah pada satu tujuan yaitu untuk meningkatkan standar kehidupan masyarakat. Dengan demikian proses pengadaan barang/jasa pemerintah sebenarnya merupakan sebuah aktifitas yang melakukan perubahan dari sumber daya yang terbatas menjadi keluaran yang efisien dari aspek biaya, berkelanjutan, efektif, dan memenuhi aspek value for money meliputi ketepatan/akurasi pada aspek kualitas, kuantitas, waktu, biaya, lokasi, dan penyedia.
Karena berkaitan dengan standar kehidupan masyarakat, maka pengadaan publik menjadi semakin dituntut akuntabilitas dalam proses belanja barang/jasa dan sangat erat terkait dengan good governance, selain itu pengadaan barang/jasa yang baik merupakan hal yang esensial dalam peningkatan kehidupan masyarakat untuk sejahtera sebagai satu bangsa.
Karena itu maka tidaklah heran bahwa bila kita memandang saat ini biaya yang dibebankan pada APBN/APBD menjadi meningkat drastis dibanding masa lalu, hal ini merupakan hal yang wajar sebagai akibat yang secara beriringan berjalan dengan aktifitas pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian masyarakat menjadi semakin aware terhadap hak mereka untuk memperoleh manfaat dari pembangunan yang dilakukan dengan belanja pemerintah tersebut.
Karena itu tidaklah mengherankan bila masyarakat saat ini memperhatikan dan menekankan harapan mereka dalam partisipasi publik yang merupakan salah satu hak untuk mengemukakan pendapat, masyarakat saat ini telah mengetahui bahwa praktek pengadaan publik yang buruk akan berakibat pada hak-hak mereka dalam merasakan dan menerima manfaat pembangunan.
Dengan kecermatan masyarakat saat ini, maka tidaklah heran masyarakat saat ini diberikan kanal pengaduan untuk melaporkan potensi-potensi penyimpangan yang dapat merugikan mereka dalam partisipasinya yang diwujudkan dalam bentuk pengamatan yang dapat bertransformasi menjadi pengaduan. Aktifitas ini dalam Perpres PBJ disebut sebagai Peran Serta Masyarakat yang saat ini menjadi bagian dari Sistem Pendukung SPSE yang tercantum dalam Pasal 71 ayat (3) huruf d, dimana dalam SPSE terdapat Sistem Pendukung yang berfungsi sebagai “Pengelolaan peran serta masyarakat”.
Hak masyarakat untuk melakukan pengaduan sebagai bentuk Pengaduan oleh Masyarakat ini diatur dalam Pasal 77 yang uraian isinya adalah sebagai berikut :
- 1) Masyarakat menyampaikan pengaduan kepada APIP disertai bukti yang faktual, kredibel, dan autentik.
- (2) Aparat Penegak Hukum meneruskan pengaduan masyarakat kepada APIP untuk ditindaklanjuti.
- (3) APIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menindaklanjuti pengaduan sesuai kewenangannya.
- (4) APIP melaporkan hasil tindak lanjut pengaduan kepada menteri/kepala lembaga/kepala daerah.
- (5) Menteri/kepala lembaga/kepala daerah melaporkan kepada instansi yang berwenang, dalam hal diyakini adanya indikasi KKN yang merugikan keuangan negara.
- (6) Menteri/kepala lembaga/kepala daerah memfasilitasi masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
- (7) LKPP mengembangkan sistem pengaduan Pengadaan Barang/Jasa.
Sebagaimana termaktub dalam Pasal 77 Perpres 16/2018 maka Aparat
Penegak Hukum (APH) meneruskan pengaduan masyarakat kepada Aparat
Pengawas Internal Pemerintah (APIP), terlepas dari bentuk pengaduannya
berupa surat kaleng (surat tanpa informasi pengirim yang jelas) maka
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 77 ayat (3) Perpres 16/2018 maka
APIP menindaklanjuti pengaduan dari APH sesuai kewenangannya,
kemudian sebagaimana diatur dalam Pasal 77 ayat (4) Perpres 16/2018
maka tindak lanjut dari hasil tindak lanjut pengaduan dilaporkan kepada
menteri/kepala lembaga/kepala daerah, laporan tersebut bila ternyata
diyakini ada indikasi KKN yang merugikan negara selanjutnya akan
ditindaklanjuti menteri/kepala lembaga/kepala daerah kepada instansi yang
berwenang, salah satunya dapat disampaikan kepada APH.
Dengan demikian maka dapat disimpulkan peran serta masyarakat dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan hal yang penting dan senantiasa dilakukan untuk memastikan proses pengadaan barang/jasa dapat mencapai tujuannya, pengadaan barang jasa secara elektronik didukung oleh sistem untuk melakukan pengelolaan peran serta masyarakat dalam bentuk kanal pengaduan yang juga dikenal dengan whistleblowing system, hal ini menjadi penting untuk memastikan proses pengadaan barang/jasa pemerintah berjalan dengan baik karena dimungkinkannya peran serta masyarakat untuk turut mengawasi pembangunan, hal ini yang menjadikan betapa berbedanya proses pengadaan pada organisasi sektor privat dengan organisasi publik.