Optimalisasi Pemerintahan demi Memajukan Bangsa

Contoh Value For Money

Pada Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah value for money disebutkan dalam :

b. bahwa untuk mewujudkan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu pengaturan Pengadaan Barang/Jasa yang memberikan pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya (value for money) dan kontribusi dalam peningkatan penggunaan produk dalam negeri, peningkatan peran Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah serta pembangunan berkelanjutan;

Pengadaan Barang/Jasa Bertujuan untuk :

a. menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia;

Dengan demikian secara kontekstual Value for Money dalam Perpres 16 tahun 2018 adalah Pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya atas barang/jasa yang dibelanjakan dengan uang negara (yang diatur dalam Pasal 2 Perpres 16/2018), dimana untuk setiap uang yang dibelanjakan barang/jasa yang dihasilkan tepat diukur dengan aspek :

Bagaimana sih contoh untuk Value for money, jawabannya bervariasi bergantung dengan apa sih Barang/Jasa yang akan dibelanjakan?

Oleh karena itu dalam Definisi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah berdasarkan Perpres 16/2018 pada Pasal 1 angka 1 berbunyi :

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil pekerjaan.

Jadi untuk memastikan terpenuhinya aspek value for money, ya Pelaku Pengadaan harus paham terlebih dahulu apa kebutuhannya, kebutuhan harus teridentifikasi dan apa yang diperlukan sudah dapat di definisikan dengan jelas, ingat….. kebutuhan, bukan keingingan, beda tipis tapi sesuatu hal yang berbeda.

Dulu waktu saat saya Latihan Pra-Jabatan (sekarang namanya Latihan Dasar) saat masih CPNS hampir 1 dekade yang lalu, saya mengikuti pelatihan Pra-Jabatan di Provinsi lain, salah satu hal yang disebutkan saat ice breaking oleh Widyaiswara yang berkali-kali jadi Kepala Dinas, disebutkan adalah “anda sebagai PNS adalah unsur Eksekutif, yang namanya Eksekutif harus bersikap seperti Eksekutif”, saya terdiam, kemudian beliau melanjutkan “artinya secara ekstrim sebagai PNS anda dalam keseharian jangan sampai terlihat makan di warteg”.

Well……. saya sejak ucapan itu masuk kuping saya, saya yang seorang Financial Planner sejak sebelum jadi CPNS/PNS pengen protes, dalam konsep keuangan Pribadi yang dalam budgeting nya terdiri atas Kebutuhan (Needs), Keinginan (Wants), Kemampuan Hutang (Debts), Simpanan/Dana Darurat (Savings), dan Investasi (Investments) sebenarnya sangat tidak setuju, cuma karena forum tersebut adalah forum untuk “contoh ekstrim” (sudah diucapkan sejak awal) yang kontekstualnya adalah cara bersikap dan bertindak selaku “Eksekutif” (oh iya, berkaitan dengan Pengelolaan Keuangan Pribadi, saya punya video berikut), pada prinsipnya sesuatu yang ekstrim dalam hal ini bisa jadi tidak valid dari perspektif birokrat kekinian, namun kembali ke topik utama.

Pada dasarnya Kebutuhan yang menjadi apa yang diperlukan alias needs, dalam hal ini tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal Belanja Barang/Jasa Pribadi maupun dalam Belanja Barang/Jasa Pemerintah, spesifikasi/KAK yang memenuhi kebutuhan dari seluruh aspek yang menjadi prioritas, bukan Spesifikasi/KAK yang berlebihan ataupun yang kekurangan, secara sederhana hal ini yang disebut sebagai value for money sebagaimana diawal artikel ini.

Kebutuhan makan sehari-hari, karena saya tidak memiliki waktu untuk memasak, maka kebutuhan makan saya sehari-hari adalah dari warung setempat, kebetulan saya adalah orang yang melakukan praktik intermittent fasting dan dalam sehari kalau tidak ada rezeki makan minum dari rapat/kegiatan, ya saya cuma makan satu kali.

Berkaitan dengan kualitas, saya cenderung cari makan itu yang sesuai dengan kebutuhan saya, kalau digoreng ya bukan goreng kayak fried chicken luaran negeri dengan tepung bumbu kayak gitu, karena saya tidak membutuhkan kalori tambahan dari karbohidrat tepung, bila dimungkinkan pas lagi kepengen alternatif ya saya memilih yang ayam bakar, nah makan nasi dan lauk saja kurang baik lah yah buat kesehatan, maka saya memerlukan menu lalapan yang komplit, lengkap dengan 2 potong timun, kemangi, kol, sayur sop, sambel secukupnya, tempe, tahu, dan buah semangka, artinya kebutuhan saya hingga serat terpenuhi. Nah aspek ini adalah aspek Kualitas yang sesuai dengan kebutuhan saya, hitung-hitung kalorinya tepat sekitar 1500-1800an.

Karena saya terbiasa intermittent fasting maka kebutuhan saya sehari adaalh hanya cukup sekali dalam makan, nah karena kebutuhannya hanya satu kali, maka tepat jumlah terpenuhi ketika saya makan hanya 1 kali, kalau saya lebih dari 1 kali itu murni karena kebetulan, pas lagi beruntung dan yah….. kalau pas tidak tertahankan lagi maka hal ini menjadi keinginan, bukan lagi kebutuhan.Berkaitan dengan waktu karena saya biasanya intermittent fasting di akhir hari maka saya memilih warung yang buka hingga 20 jam perhari hingga dini hari, kebetulan warung langganan saya disini adalah warung langganan supir truk, dan supir truk banyak beredar malam hari dan kebetulan cocok dengan jam pulang kantor saya, dalam hal ini saya sudah menemukan warung yang tepat sebagai Penyedia saya, ditambah lagi Lokasi warung tersebut yang satu arah dengan rumah dan cenderung berdekatan, saya tidak memerlukan biaya lebih dari bahan bakar untuk mengunjungi warung tersebut, sangat dekat, searah, dan memenuhi sejauh ini aspek kebutuhan saya berkaitan dengan value for money.Berbicara biaya atau harga…… hmmmm…. uang makan di Pemda saya perhari adalah Rp20.000 (kalau saya gak salah ingat), nah kebetulan karena saya orang sejahtera (heleh….) ya bagi saya mengeluarkan uang perhari sebesar Rp35.000 untuk menu makanan saya perhari dengan minum nya ya masih rasional, karena porsi berikut masih masuk dan memenuhi kebutuhan saya :

Value For Money

Walaupun budget dari Uang Makan harian saya masih dibawah harga perporsi, namun Rp35.000 ini ya masih bisa “disubsidi” dari gaji bulanan saya lah, yang penting kebutuhan saya secara mayoritas aspek-aspek value for money nya sebagian besar terpenuhi, cocok dengan selera dan kebutuhan serta jadwal dan mudah dijangkau oleh saya serta memberikan apa yang saya butuhkan baik secara nutrisi makro dan nutrisi mikro dan sesuai dengan pola hidup dan kebutuhan saya, maka ya aspek biaya menjadi hal terakhir yang dikeluarkan, toh selisihnya hanya Rp15.000, ya sudah hal ini bisa ditutupi dari gaji, dan masih tidak terlalu berlebihan bila dibandingkan dengan apa yang saya peroleh.

Balik lagi ke apa kata widyaiswara saya, ternyata saya memang bukan seperti seorang Eksekutif yah, buktinya makan nya saja di warung (mohon maaf) Supir Truk, tapi ya perhatikan lagi bahwa dalam hal ini Kebutuhan yang saya identifikasi berdasarkan apa yang saya perlukan lebih dominan, bukan kebutuhan atau katanya Widyaiswara saya yang pesannya sebenarnya baik secara kontekstual dan merupakan analogi ekstrim yang bernilai baik dalam pemahaman secara konteks yang tepat, namun balik lagi ke pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, maka bila dalam Belanja Pribadi kita menyesuaikan value for money berdasarkan kebutuhan kita, maka dalam PBJP kebutuhan ini dipandang dari sudut pandang Organisasi, dalam Organisasi ada tujuan dan sasaran yang menunjang keberhasilan Organisasi yang berpengaruh pada tujuan K/L/Pemda kita, maka persepktif kebutuhan tersebut yang perlu kita identifikasi dengan baik.

Identifikasi Kebutuhan ini wajib dilakukan dengan baik, memang mengidentifikasikan kebutuhan pribadi itu lebih mudah karena kita tinggal menyesuaikan kebutuhan diri kita, kalau Identifikasi kebutuhan PBJP maka kita perlu bertanya pada pengguna akhir/end user atau Pelaku Pengadaan lainnya, hal ini yang menjadikan skala pengumpulan informasinya berbeda, kalau untuk PBJ Pribadi kita cukup bertanya dan membatin pada diri sendiri, nah kalau PBJP ada banyak pihak yang perlu kita pelajari kebutuhannya dan reviu lagi kebutuhannya.

Namun pada prinsipnya melakukan reviu kebutuhan ini bukan berdasarkan keinginan kita, kata orang lain yang tidak mencerminkan kebutuhan sebenarnya, atau sekedar menghabiskan anggaran semata, Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah wajib dilakukan berdasarkan apa yang diperlukan dan hal ini dilakukan dengan Identifikasi Kebutuhan untuk menentukan keseimbangan yang tepat, under specification jelas tidak baik, namun over specification jelas menjadi pemborosan, harus dilakukan dengan keseimbangan dan optimalisasi, pengadaan teroptimalisasi akan membuat organisasi berkinerja teroptimasi (optimized), hal ini yang perlu menjadi perhatian dalam melaksanakan aspek Value for Money.

Demikian contoh value for money ini saya ilustrasikan dengan kebutuhan sehari-hari, bila kita bisa hidup lebih advance dari negara super yang bangga bisa ke Bulan, kita yang dalam kehidupan sehari-hari ini sangat lebih hebat lagi untuk berusaha bagaimana cara hidup dari bulan ke bulan (hehehe) harusnya kita bisa lebih hebat dalam menghasilkan Barang/Jasa Pemerintah dari negara lain.

Demikian penjelasan simpel value for money nah harapannya dengan uang negara yang semakin lama semakin terbatas, namun kebutuhan Pelayanan Publik yang semakin menanjak, maka kualitas pengadaan yang baik untuk menghasilkan barang/jasa yang optimal akan menghasilkan peningkatan pelayanan yang teroptimasi dan sasaran organisasi lebih mudah tercapai karena barang/jasa tersebut hadir dengan pemikiran aspek value for money, bukan malah sebaliknya kita malah sibuk proses pemilihan penyedia dan melupakan sasaran organisasi yang perlu dicapai dan melupakan untuk apa Organisasi Pemerintah dibentuk?

Demikian disampaikan, tetap semangat, tetap sehat, tetap berintegritas, tetap produktif, dan salam pengadaan!

 

Exit mobile version