Optimalisasi Pemerintahan demi Memajukan Bangsa

Caveat Emptor atau Caveat Venditor?

Caveat Emptor adalah hal yang familiar bagi rekan-rekan yang memperhatikan Hukum Perlindungan Konsumen bahwa Pembeli harus berhati-hati dengan apa yang dibeli, artinya para pembeli menanggung risiko atas pembelian yang dilakukan, dengan kata lain apabila seorang pembeli melakukan kekeliruan dan tidak cermat dalam membeli maka risiko ditanggung dari pembeli.

Risiko ditanggung pembeli ini dikarenakan konsumen sering sekali tidak memperoleh informasi yang memadai dalam melakukan pembelian, sebelum era industry 4.0 dengan banyak unicorn di muka bumi ini, penjualan dilakukan dengan berbagai macam teknik pemasaran yang terbatas.

Surat kabar yang dicetak dengan keterbatasan dan memerlukan biaya tinggi untuk pemasangan iklan, bagi pelaku usaha yang melakukan pemasaran dengan biaya rendah harus “menerima” keterbatasan untuk pemasaran dengan batasan karakter, sehingga informasi untuk barang yang ditawarkan pun menjadi tidak lengkap.

Zaman beralih, saat ini dengan kamera beresolusi tinggi dan interaksi dua arah, dengan menggunakan sosial media seseorang dapat melakukan usaha komersil jual/beli barang jasa menggunakan media yang dapat dilihat orang banyak, interaksi dilakukan dengan waktu sebenarnya, dan mudah di dokumentasikan, dengan demikian kita telah beralih dari era dimana informasi yang dulunya terbatas menjadi era dimana informasi terlalu membludak sehingga sulit mencerna dan kembali Caveat Emptor pun tetap berlaku.

Pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP) Caveat Emptor sangat perlu kita pegang dan pahami bahwa kehati-hatian sebagai pembeli wajib dilakukan, karena dana yang dibelanjakan bukanlah milik pribadi. Kehati-hatian ini makin bertambah untuk Barang/Jasa yang memiliki proses pembuatan pabrikan.

“Purchases from the manufacturing sector require a good understanding of cost breakdowns, so that a realistic price is obtained; whereas, procurement from the service sector requires greater emphasis on performance definition and measurement.” (from “Excellence in Public Sector Procurement” by Stuart Emmett, Paul Wright)

Start reading it for free: https://a.co/hNvCJVj

Buku yang saya kutip diatas menunjukkan bahwa pembelian melalui sektor manufaksi membutuhkan kemampuan dan pemahaman untuk mengetahui perincian biaya, sehingga harga yang wajar dapat diperoleh; dengan demikian, pengadaan pada sektor Publik memerlukan penekanan yang lebih besar pada definisi performa dan pengukurannya.

Seringkali dalam Pengadaan Barang, para Pelaku Pengadaan memandang bahwa pengadaan Barang itu semua relatif sama, padahal hal ini tidak sepenuhnya benar, khususnya pada Pengadaan yang bersifat memerlukan proses manufaksi dan tidak dijual serta-merta secara bebas, atau kalaupun dijual bebas maka harga nya lebih mahal karena produk impor.

Membeli komputer yang sudah built up dengan membeli komputer yang dirakit secara komponen demi komponen membutuhkan usaha yang berbeda, pada tahun 2003 komputer desktop itu masih mahal, komputer built up di  masa lalu memiliki harga yang relatif tinggi sehingga pada zaman tersebut bila anda memiliki kemampuan yang terbatas besar kemungkinan anda dapat memperoleh barang yang tidak sesuai harapan karena banyak nya komponen komputer yang dijual bebas, misal saya datang ke komputer, di Surabaya masa itu tidak tersedia komputer built up pabrikan seperti sekarang, jika penjual menanyakan saya perlu komputer dengan spesifikasi seperti apa, saya hanya menjawab perlunya Pentium IV, bisa jadi anda diberikan Pentium IV Grade rendah dengan motherboard generasi transisi antara Pentium III dan Pentium IV yang tidak optimal dan menggunakan VGA On-board yang mematikan kemungkinan anda untuk melakukan upgrade video card karena port AGP nya tidak tersedia, anda bisa diberikan monitor yang refresh rate nya agak payah dan kesatuan paket tersebut dijual dengan harga yang tidak sesuai. Salah siapa? salah saya sendiri yang menyebutkan perlu komputer hanya “Pentium IV”

Berbeda dengan saat ini dimana sudah tersedia banyak sekali komputer built up dengan model All-in-one yang memudahkan anda tidak perlu memikirkan berbagai jenis konfigurasi dan kemungkinan “tertipu”karena ketidak tahuan anda. Saat anda membutuhkan produk Desktop AIO, anda sudah memiliki banyak pilihan dari merek produsen, di tiap merek produsen terdapat lini produk sesuai segmentasi mereka, misalkan anda datang dengan meminta Dekstop AIO merek Lenovo maka anda akan ditawarkan Lenovo tipe X, tipe Y, atau tipe Z, dengan demikian anda bisa lebih berfokus pada kebutuhan semata, tanpa harus memikirkan konfigurasi.

Perhatikan bahwa pada beberapa jenis barang tertentu dimungkinkan untuk sebuah barang dijual dengan bukan berdasarkan pesanan walaupun sebelumnya pada zamannya pasar belum seberapa efisien dan pemesanan barang masih dilakukan secara konfigurasi yang membutuhkan perakitan terlebih dahulu sehingga ada kemungkinan karena saya tidak paham barang tersebut dan malah diberikan barang under-specification. Ketika anda salah beli dengan uang pribadi, maka yang rugi adalah anda sendiri, hal inilah yang menjadikan PBJ-Pemerintah menjadi sedikit rumit ketika barang yang ternyata dibutuhkan oranisasi adalah barang yang perlu dipesan dan membutuhkan manufaksi sehingga ketidakmampuan PPK dalam mendeskripsikan spesifikasi baik secara performa maupun pengukurannya dapat berakibat pada potensi kerugian negara.

Supaya tidak salah pengadaan dengan APBN/APBD ketika seorang PPK melakukan proses PBJP maka PPK dituntut sangat cermat karena sumber dananya dari “duit rakyat”. Dengan demikian perlu dilakukan pemahaman yang mendalam hingga cara melakukan perincian biaya bagi jenis barang yang membutuhkan manufaksi, kalau tidak dilakukan bisa jadi ketika pelaku usaha yang tidak memiliki kemampuan kebetulan ditetapkan sebagai penyedia untuk berkontrak, dapat dengan mudah memperdayai PPK.

Dengan demikian pengetahuan mendalam menyusun spesifikasi menjadi krusial disini, karena logika nya adalah bagaimana mengetahui performa dan/atau mengukur kinerja barang jika PPK tidak mengetahui tentang barang yang diadakannya. Penyusunan spesifikasi memerlukan pengetahuan mendalam untuk mengukur dan merincikan biaya.

Kesalahan pengadaan di saat ini biasanya terjadi karena ketidakmampuan mendeskripsikan spesifikasi, yang kalau di analogikan memesan nasi goreng saja bisa memberikan kemungkinan nasi goreng ikan asin, nasi goreng lada hitam, atau nasi goreng gila.

Ingat Caveat Emptor atau buyer beware juga berlaku diproses PBJP, jadi jangan langsung pesan bus tanpa menyusun spesifikasi yang baik, kalau anda hanya menyebutkan “saya mau pengadaan bus” maka bisa jadi anda diberikan bus tanpa kursi di dalamnya, karena anda tidak menyebutkan berapa kapasitas penumpang dalam bus saat pembelian.

Mari senantiasa melakukan buyer beware, seseorang PPK wajib membidangi pengadaan yang dipahami nya, kalau membaca sendiri memang banyak belum paham, tidak masalah bagi PPK untuk sekedar meminta tolong pakar untuk menilai spesifikasi barang yang dibutuhkan sudah tepat apa belum.

Susunlah spesifikasi sesuai dan serinci-rincinya, dokumen spesifikasi teknis diupayakan menjadi sebuah dokumen yang dapat menyamakan persepsi nanti antara penyedia dengan PPK selama masa pelaksanaan kontrak, upayakan performa dan metode pengukurannya sudah memadai sehingga dapat diketahui spesifikasi disusun seperti apa, dan dapat diukur.

Kalau rincian biaya tidak dapat anda lakukan, maka bukan tidak mungkin anda menerima barang under-specification. Hal ini yang menjadikan banyak permasalahan di pengadaan barang, rincian nya tidak terbiasa ditulis dan asal tender saja.

Di kehidupan sehari-hari, ketika untuk membeli kacamata yang digunakan sehari-hari, saya mempelajari terlebih dahulu spesifikasi frame kacamata yang saya butuhkan, selain harga yang paling utama, membeli kacamata dapat dilihat dari konsep insetion lensa ada frame full rim, half rim, dan rim-less, kemudian bahan yang diperlukan seperti apakah plastik, kayu, carbon, alumunium, titanium, dan lain-lain, belum lagi berbicara modelnya, brand nya, baru masuk ke lensa yang disesuaikan dengan mata anda, bicara brand, baik brand lensa maupun brand frame tentu akan berpengaruh dimana optik yang menjualnya, tidak pelak lagi saya biasanya sudah mengetahui seri apa dan merek apa kacamata yang saya perlukan, dan biasanya saya datang ke Optik terkait saya memerlukan 15 menit per-frame dan rekor pernah 3 jam untuk memutuskan beli satu kacamata. 😀

Ketidakhati-hatian dalam membeli akan menjadi kerugian, dengan demikian ketika menyusun spesifikasi dan melakukan pengadaan barang jasa maka yang terjadi adalah Caveat Emptor dimana pembeli dapat menanggung risiko barang yang diadakan tidak sesuai harapan karena tidak mampu menjelaskan dan menuangkan apa yang menjadi tujuan pengadaan.

Ketika anda sudah terbiasa melakukan secara cermat menyusun spesifikasi barang, maka pasar akan menjadi Caveat Venditor, dimana ketika berkontrak ternyata penyedia memberikan barang yang tidak sesuai spesifikasi, dalam hal ini ketika spesifikasi anda memiliki kejelasan performa dan kejelasan dalam pengukuran maka hal ini dapat menjadi risiko yang ditanggung penyedia, Caveat Venditor menjadikan Seller Beware karena ketika barang yang memiliki spesifikasi jelas dan dapat terukur bila tidak sesuai maka PPK dapat memerintah kan Penyedia memperbaiki kesalahan barang yang di delivery.

Memang terbiasa rinci untuk menelaah informasi yang tersebar di zaman now membutuhkan kecermatan yang lebih tinggi karena zamannya sudah berbeda dengan informasi yang ekstra membludak. Namun ketika para PPK terbiasa untuk menyusun rincian spesifikasi yang baik maka risiko PBJP yang bermasalah dapat direduksi drastis, semua ini bisa dimulai dengan “kebiasaan”.

Perlu upaya besar untuk merubah kebiasaan ini, dimulai dari diri kita sendiri yang melakukan persiapan Pengadaan sebaik mungkin.

 

Demikian disampaikan, tetap semangat, tetap sehat, dan salam pengadaan!\

 

 

Exit mobile version