Optimalisasi Pemerintahan demi Memajukan Bangsa

Bentuk Kontrak dan Relevansi dengan Cara Pengadaan

bentuk kontrak

bentuk kontrak

 

Pasal 28 ayat (1) Perpres PBJP

Bentuk Kontrak terdiri atas:

a. bukti pembelian/pembayaran;

b. kuitansi;

c. surat perintah kerja;

d. surat perjanjian; dan

e. surat pesanan.

 

Mundur sedikit ke Pasal 1 angka 44 : Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PA/KPA/PPK dengan Penyedia atau pelaksana Swakelola.

 

Berdasarkan kedua ketentuan diatas maka dapat dimaknai bahwa :

 

Mari perhatikan saat ini Surat Pesanan untuk Swakelola belum dapat dilakukan karena Pelaksana Swakelola baru akan masuk dalam Katalog Elektronik.

Dengan demikian bentuk Kontrak sejatinya kurang tepat bila dipandang terikat pada metode pemilihan semata, walau ya tidak juga keliru sepenuhnya bila sudut pandangnya dibatasi dalam konteks pemilihan penyedia patokan nilai tersebut bila perspektifnya dipersempit pada cara Pengadaan melalui Penyedia.

namun bila melihat definisi kontrak, maka ketentuan bentuk kontrak pada Pasal 28 sebenarnya dapat dimaknai dan berlaku dengan cara pengadaan melalui Cara Swakelola.

Sejauh tulisan ini / hingga baris ini untuk pendalaman secara kontekstual.

 

Sekarang mari berparadigma tekstual!!!! untuk menyanggah pendapat saya sendiri diatas hehehe…..

Pak C, Pasal 28 itu masih termasuk dalam Bagian Kedua Persiapan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia jadi harusnya bentuk kontrak dalam Pasal 28 Perpres PBJP itu untuk Cara Pengadaan secara Penyedia saja!

 

Tidak salah

Perlu diperhatikan lagi bahwa Pasal 28 Bagian Kedua Persiapan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia itu masih dalam satu bab yang sama yaitu Bab V untuk Persiapan pengadaan, jadi pendapat saya diatas keduanya dapat digunakan pada situasi yang tepat.

toh juga ketentuan bentuk kontrak Swakelola juga diatur berbeda antara Peraturan LKPP tentang Pedoman Swakelola dan Keputusan Deputi tentang Petunjuk Teknis Swakelola.

 

Perumusan tentang bentuk kontrak dan dokumen pendukungnya ini memang rumit, sehingga bisa muncul banyak tafsir…… karena memang belum pernah ditetapkan, siapa yang berwenang menetapkan?

Kita lihat Pasal 91 ayat (2) dan ayat (3) Perpres PBJP :

Kalau belum di tetapkan secara baku, maka rujukannya model dokumen pengadaan / model dokumen swakelola, penggunaannya bisa disesuaikan dengan kondisi dan tingkat kemahiran keahlian dari ahli pengadaan masing-masing selama tidak melanggar peraturan perundangan yang berlaku.

 

Demikian. Bagaimana menurut anda??

Exit mobile version